Pertemuan Ke dua

4960 Words
            Itulah yang dikatakan sawang sinawang, menurut orang lain indah dan nyaman namun belum tentu sesuai dengan apa yang kita rasakan sekarang. Hana pun begitu, banyak teman-teman yang iri sekaligus kagum melihat apa yang ia miliki, smeuanya lengkap, apa yang ia mau akan segera di wujudkan tanpa tapi. Terlihat begitu sempurna namun kadang terasa semu, membayangkan keluarga yang hangat penuh dengan canda tawa seperti keluarga lain. Komunkasi antar keluarga yang berlangsung dengan sebagaimana mestinya hingga menimbulkan rasa kekeluargaan di antara masing-masing anggota keluarga. Hana masih asyik menonton drama korea di kamar, setelah menunggu beberapa saat, hapenya berbunyi. Pertanda abang ojek online yang membawa pesanan Hana dari aplikasi berwarna hijau itu telah sampai. Hana pun membuka pintu pagar dan menemui abang ojek.             “Totalnya tujuh puluh ribu plus ongkir ya neng” ujar si abang ojek yang mungkin usianya sekitaran papa Hana.             “Oh ia, makasih ya pak” balas Hana. Hana telah membayar semua pesannya dengan menggunaakan dompet digital dan bapak ojeknya pun mengerti, lantas ketika hendak pergi Hana menyerahkan uang tip kepada si bapak.             “Waah, makasih neng, Alhamdulillah, banyak banget ini neng” ujar bapak ojek dengan mata berkaca-kaca. Berkali-kali ia mengucapkan terima kasih kepada Hana. Hana merasa terhar sebegitu berharganya uang senilai lima puluh ribu. Sedangkan bagi Hana uang lima puluh ribu itu hanya untuk jajan saja. Sekali jajan makanan bahkan hingga ratusan ribu, belanja sana sini bisa habis jutaan. Memang kebahagiaaan tak hanya sekadar materi tetapi juga rasa syukur yang patut kita haturkan sebagai mahluk Tuhan yang memiliki akal pikiran. Kemudian Hana masuk lagi dan makan di dapur sendirian, suasana rumah yang sepi membuat Hana jadi mengantuk, setelah makan sepertinya ia akan merebahkan badan sebentar sambil menunggu mama dan papa pulang. Perjalanan yang cukup jauh sepertinya akan membuat mama dan papa Hana akan sampai di rumah soer sekali atau justru menjelang malam. Papa bilang jalan menuju ke rumha baru cukup jauh sehingga membutuhkan waktu lumayan lama untuk bisa menuju ke sana. Lumayan jauh juga kan perjalanan yang ditempuh, apalagi di sana tak ada pusat perbelanjaan, dan tempat belanja yang bisa Hana datangi. Membayangkannya saja sudah membuat kesal, entah apalagi kalau sudah di jalani.             Usai makan dan meminum air untuk melancarkan laju makanan ke dalam saluran penceernaan, Hana membereskan sisa makanan, mencuci piring dan gelas yang telah ia pakai. Kemudian barulah ia kembali ke kamar. Sebelumnya Hana juga memastikan pagar dan pintu telah dalam kondisi terkunci. Melanjutkan aksi nonton drama korea hingga mengantuk adalah jalan ninja Hana hari ini, bagaimana lagi kalau sudah begini malas rasanya untuk beranjak dari tempat tidur. Apalagi hari biasa Hana tak bsia begitu santai karena harus sekolah yang kadang diberi tugas kelompok, jalan-jalan ke mall dan lain sebagainya. Entah kenapa Hana merasa sangat terkungkung apabila akan tinggal di daerah yang sunyi dan jauh dari keramaian pusat kota.  Semoga sjaa memang tak lama tinggal di sana, seandainya nanti Hana kuliah mungkin lebih baik nge kost saja dan kembali tinggal di tengah kota daripada hidup terpinggirkan dengan segala keterbatasan yang ada.             Mobil yang dinaiki mama dan papa Hana sudah sampai did epan pagar, pagar sedikit terbuka dan kemudian Papa Hana mencoba membuka pagar. Nyak dan bapak yang mendengar bunyi mobil berhenti sekaligus bunyi pagar yang terbuka kemudian mendekat. Mungkin berpikir siapakah orang tersebut, apa mungkin yang punya rumah datang untuk mengecek bagaimana pekerjaan nyak dan bapak. Bapak pun turut membantu emmbukakan pagar, kemudian mobil mewah itu masuk ke dalam area halaman rumah yang memang cukup luas. Jauh sekali bersanding dengan dua sepeda motor tua yang berada di sampinya.             “Saaya yang punya rumah ini, bapak yang ngecat dan bersih-bersih rumah saya ya? Kenalkan nama saya Pak Suryo. Kemudian bapak dan Pak Suryo berjabat tangan, bapak pun mengenalkan diri, kemudian mengenalkan nyak, Adit dan Adhim satu persatu. Pak Suryo dan istrinya amat ramah walaupun biasanya orang kaya akan memandang remeh terhadap orang biasa yang jauh berada di bawahnya.             “Sepertinya kita pernah ketemu?” ujar Pka Suryo ketika melihat Adit. Rasanya wajah anak itu tidak asing baginya,             “Ohh, bapak yang kemarin ketemu saya di lapangan sepak bola pas pertandingan waktu itu pak” ujar Adit.             “Oh ia ya, oh anak bapak ya. Saya sempat ketemu sama anak bapak beberapa minggu yang lalu” ujar Pak Suryo. Kemudian Pak Suryo dan snag istri berkeliling rumah, mengecek kesiapan rumah yang akan di tempati beberapa hari lagi. Melihat pekerjaan bapak mengecat rumah yang tinggal sedikit lagi. Rumput-rumput tinggi yang dulunya merusak pemandangan sekarang tertata lebih rapi dengan bantuan nyak dan juga Adhim. Pak Suryo beberapa kali memuji pekerjaan nyak dan bapak yang terlihat rapi dan juga termasuk cepat selesai, apalagi di tambah dua jagoan yang siap sedia membantu walau terkadang di selingi ocehan dan canda tawa mereka berdua. Pak Suryo pun memuji kedua anak bapak dan nyak yang rajins ekali membantu. Kemudian sambil melanjutkan pekerjaan, sesekali Pak Suryo mengelilingi rumah yang tak kalah besar di bandingkan rumah-rumah terdahulu miliknya. Sambil berbincang ringan, begitupun dengan nyak yang menemani istri pemilik rumah untuk mengecek halaman dan beberapa tanaman yang tumbuh dengan subur. Terlihat lebih rapi karena tangan nyak yang begitu lihai memangkas rumput dan membersihkannya hingga terlihat lebih rindang daan juga rapi.             “Saya juga punya anak seumuran anak ibu, tapi anak saya perempuan. Aak ibu yang namanya Adit tadi kelas berapa ya? tanya istri Pak Suryo sambil memandangi nyak yang sedang asyik membersihkan beberapa bagian tanaman yang tampak kurang rapi.             “Kelas tiga SMA bu. Anak ibu kelas berapa? Balas nyak kemudian.             “Wahh, sama ya bu. Anaka saya juga kelas tiga SMA. Rencana sekalian pindah sekolah ke sini, karena nggak mungkin tetap di sekolah sana lagian jauh kalau mau bolak balik” ujar mama Hana.             Mereka berdua ternyata asyik bercerita, nyak tentu heran melihat orang kaya yang mau berbaur dengan pekerja yang bisa dikatakan sebagai pesuruh di rumah majikannya itu. Suami istri yang ramah, di tambah pembawaan suami yang berwibawa dan juga istri yang cantik jelita. Cara berpakaian yang rapi dan juga sopan, tak menggunaakan aksesoris berlebihan seperti orang kaya baru di kampung. Perhiasan menggelayut di leher, tangan dan juga jari-jari sudah seperti took emas berjalan. Sedangkan nyaak tampak sederhana dnegan satu cincin pernikahan yang menghias tangan nyak. Namun nyak tak pernah minder dengan tetangga bahkan keluarga yang terkadang menggunakan perhiasan banyak tak seperti dirinya. Nyak berprinsip asalkan tak punya hutang, walaupun tak berharta hidup terasa lebih mulia dibandingkan terlihat kaya namun punya banyak hutang. Hal yang diajarkan pada kedua anaknya agar janga malu terlihat sederhana, selagi tidak merugikan orang lain tak perlu dengar apa kata mereka toh kta hidup tak pernah minta makan bahkan emnyusahkan orang lain. Terkadang sikap bodo amat diperlukan di kehidupan sekarang ini daripada bikin pusing karena mendengarkan omongan oraang ytaang kadang justru bikin kita down saking kepikiran. Berusaha santai menanggapi pendapat orang lain tentu adalahs atu cara agar pikiran tetap waras dan tetap terkendali dnegan baik.             Ketika Pak Suryo dan istri membawa beberapa kardus yang berisi barang-barang, Adit dan Adhim ikut membantu. Nyak dan bapak tetap bekerja menyelesaikan pekerjaan masing-masing. Pak Suryo dan juga istrinya sangat senang melihat kekompakan dua kakak beradik yang teramat ringan tangan itu. Tak perlu meminta bantuan namun dnegan sendirinya berinisiatif untuk membantu ketika melihat orang lain dalam kondisi kesulitan.             “Wahh Adit sama Adhim pinter ya, ibu senang loh liat anak-anak suka bantuin orang tua seperti kalian. Wajah Adit dan Adhim jadi bersemu merah karena dipuji ibu tuan rumah yang wajahnya mulus bak porselen. Adhim berpikir seandainya ia kaya nanti akan ia buat nyak sebening ibu yang sekarang ada di hadapannya sekarang. Nyak juga pasti akan secantik ini bila perawatan dan jarang kena sinar matahari. Pak Suryo pun tampak gagah walaupun perunya sedikit buncit, maklum orang kaya kan baisanya makananya enak-enak ditambah pekerjaan yang tak menguras energi sehingga membuat perut sedikit lebih maju. Terpenting kedua orang pemilik rumah itu sangat ramah dan tak malu berbaur dengan orang tak berpunya macam kami ini.             Usai emmindahkan beberapa kardus yang ternyata cukup berat itu, nyak mengeluarkan beal dan beberapa gelas plastic untuk diisi air putih. Tanpa segan, sang pemilik rumah ikut berbaur dan emnyantap gorengan yang nyak biawa.             “Wahh gorengnnya enak ya pah” puji istri Pak Suryo sambil menyuap potongan tempo mendoan yang di bawa oleh nyak.             “Ia enak ya mah, nggak kalah sama gorengan yang biasanya kita makan di resto” ujar Pak Suryo.             Nyak dan bapak berpandangan, ternyata makana sederhana seperti ini dinilai cukup lezat oleh orang yang berkelebihan rezeki seperti mereka. Sedangkan bagi nyak dan bapak yang terbiasa dnegan rasa maskaan nyak ya sudah tidak takjub lagi, namun memang semua maskaan yang nyak buat sudah di jamin enak dan membuat siapa saja memuji hasil masakan yang nyak buat. Adit dan Adhim pun begitu, mungkin skaing kayanya dan terbiasa makan makanan mewah sehingga makanan sekelas gorengan saja sudah emmbuat mereka semua takjub. Untung sja nyak membuat cukup banyak sehingga ketika tuan rumah mengambil gorengan yang nyak buat, nyak kustru senagn karena masakan sederhana yang ia buat di apresiasi sedemikian rupa oleh snag tuan rumah. Kemudian mereka bercanda tawa sejenak sampai waktu menjelang sore. Pekerjaan yang masih tersisa sisa sedikit lagi, kemungkinan kalau tidak besok, ya lusa akan selesai. Sambil membereskan barang-barang yang tadi di gunakan, nyak dan yang lainnya ingin paamit pulang karena hari sudah mulai sore. Ternyata Pak Suryo pun hendak pulang juga karena khawatir meninggalkan anak semata wayang sendirian di rumah lagipula hari juga sudah mulai beranjak sore yang dipastikan akan sampai rumah malam hari. Ketika sudah di luar pagar, semua kunci rumah dan pagar sudah di gembok. Pak Suryo mendekati Adit dan Adhim.             “Ini buat uang bekanja ya, makasih sudah bantu angkat-angkat barang tadi”             “Nggak usah pak, nggak usah repot-repot” tolak Adit karena merasa hanya pekerjaan yang taak begitu berat yang mereka kerjakan tadi.             “Ambil saja nak, jadi anak baik terus ya” ujar istri Pak Suryo smabil mengangsurkan lembaran uang merah kepada Adit. Nyak dan Bapak pun mengucapkan banyak terima aksih atas kebaikan snag pemilik rumah. Kepada bapak, Pka Suryo mengatakan kalau sudah selesai, upa untuk bapak akan di berikan oleh anak buahnya yang kemarin meminta bapak untuk membantu sedikit merapikan isi rumah. Bapak pun menganggukkan kepala tanda mengerti, mungkin lusa bapak akan mendapatkan upah. Di luar uang tanda jadi sebesar lima ratus ribu yang telah di bayarkan duluan ketika bapak mengiyakan untuk bekerja bantu-bantu membersihkan dan merapikan rumah yang cukup besar ini. Setelah itu Pak Suryo dan istrinya masuk ke dalam mobil dan melajukan mobilnya usai menganggukkan kepala kepada nyak, bapak serta Adit dan juga Adhim. Setelah mobil terlihat jauh dari pandangan barulah mereka berempat pulang menuju ke rumah. Rasa lelah berganti dengan kegembiraan karena Adit dan Adhim mendapatkan rezeki yang cukup banyak karena telah membantu sang pemilik rumah untuk mengangkat dan membereskan kardus-kardus tadi.             Ketika sampai di rumah, Adit dan Adhim buru-buru duduk dan membuka lembaran uang yang diberikan oleh pemilik rumah besar tempat nyak dan bapak bekerja. Nyak dan bapak pun ikut melihat sbeerapa banyak uaang yang diberi, terlihat Adit mengeluarkan lembaran uang merah dan ternyata di dalamnya ada uang biru juga.             “Wahh, kita dapat banyak Dhim. Alhamdulillah dapat tiga ratus ribu” ujar Adit. Adhim pun ikut bersorak sorai karena senang. Jadi agar adail, Adit dan Adhim amsing-masing serratus ribu, dan uang serratus ribu sisanya mereka berikan pada nyak untuk tambah-tmabahn uang belanja. Nyak menolak padahal namun Adit dan Adhim yang memaksa agar nyak mengambil uang itu. Tentu nyak dan bapak juga merasa sangat senang kedua anak lelakinya mendpat uang yang cukup banyak dari tuan rumah yang sungguh sangat baik hati itu. Terbayang berapakah upah yang akan nyak dan bapak dapaatkan lusa ketika pekerjaan telah usai. Walaupun pembayaran melalui anak buah Pak Suryo sesuai dengan yang ia katakana tadi, di luar tanda terima yang bapak terima ketika awal mulai bekerja. Lumayan uang yang terkumpul bisa untuk tambah-tambahan uang pendaftaran kuliah Adit nanti.             Setelah menyimpang uang yang telah di dapatkan amsing-masing, mereka pun bergantian untuk mandi. Hari sudah semakin sore sehingga bila tidak bergegas, adzan magrib akan berkumandang tanpa terasa. Usai membersihkan diri, tak lama kemudian terdengar suara adzan magrib pertanda perintah untuk menghadapNya telah tiba. Usai shalat magrib, seperti biasa keluarga ini makan malam bersama. Untuk sekarang sampai selesai pekerjaan nyak. Nyak tidak bisa memasak makanan yang cara memasaknya lama karena sudah keburu lelah namun nyak berjanji kalau pekerjaan sudah selesai nyak akan emmasaka yang istimewa karena uang upah yang di terima bisa di gunakan untuk sesekali masak makanan enak. RencanAnya nyak mau bikin rendang daging, jarang-jarang mereka bisa makan dengan menu daging. Apalagi harga daging yang mahal, menembus seratus ribu lebih per kilogramnya tentu saja membuat nyak tak bisa sering-sering membuat masakan berbahan dasar daging dengan pendapatan yang tak seberapa lebih baik unangnya di belikan menu protein lain yang lebih murah speerti tahu, tempe, ikan dan lain sebagainya. Malam ini nyak membuat nasi goreng dengan irisan telur dadar dan kerupuk di atasnya. Itupun sudah sangat di syukuri karena tidak smeua orang beruntung bisa menikmati sajian makan malam di rumah yang terbebas dari hujan dan juga panas. Bersyukurlah karena dengan bersyukur membuat hidup kita lebih berarti, lebih mengerti kesulitan hidup orang lain dan bisa memposisikan diri agar tetap hidup bersahaja dengan catra jangan pernah berhenti bersyukur dalam menjalani kehidupan yang terkadang tak hanya rasa manis yang di rasakan namun juga rasa pahit sehingga menambah perbendaharaan dinamika kehidupan yang dijalani. Cerita hidu yang tak selalu enak itu membuat kita memiliki banyak stok cerita yang bisa di ceritakan pada anak cucu kelak. Pelajaran hidup yang membuat kita sebagai insan mahluk yang berakal untuk lebih mengerti dan mensyukuri apapun yang telah di gariskan Tuhan kepada umatNya. Apapun yang etrsaji di hadapan kita, nyak dan bapak selalu mengajarkan untuk mensyukuri semuanya. Agar kelak tak menjadi insan yang sombong dan lupa dengan sang Maha pencipta.             Usai menikmati makan malam sederhana, mereka semua berkumpul di depan televisi. Bercerita tentang rezeki yang didapatkan, betapa bersyukurnya karena mendapatkan rezeki tak terduga.             “Ternyata orang kaya nggak semuanya sombong ya nyak” ujar Adhim sambil mengingat kejadian yang baru terjadi beberapa jam yang lalu.             “Iye ya nyak, bapak aja kaget. Kirain bakalan nggak mau ngomong ke kita, eh malah ikutan makan gorengan bareng” gelak tawa bapak di sambut dengan tawa yang lainnya juga. Sebegitu takjubnya karena bayangan mereka kalau orang kaya, apalgi pindahan dari kota adalah orang yang kurang mau berkomunikasi dengan rakyat asli dengan berbagai alasan, ada yang menganggap tidak selevel, ada juga yang memang karena sudah merasa kaya jadi ketika melihat orang berada level di bawahnya justru merasa jijik dan menganggap hina. Adit dan Adhim pun mengakui bahwa Pak Suryo adalah orang yang ramah, ketika pertama kali bertemu, pak Suryo sudah menunjukkan sikap ramah dan ternyata belaiaulah yang justru memberikan pekerjaan ini untuk bapak. Namanya rezeki tidak ada yang tahu, ketika bapak emngantarkan penumpang yang tak lain adalah anak buah Pak Suryo, justru bapak yang di tawarri menjadi pekerja harian di rumah itu untuk beberapa hari sampai renovasi yang dikerjakan oleh bapak bisa segera selesai. Dengan bantuan nyak, Adit dan Adhim sehingga pekerjaaan yang ditargetkan tak sampai seminggu itupun bisa cepat selesai. Tak terbayang kalau hanya mengerjakan sendirian tentu akan sangat menguras tenaga, dan juga akan memakan lebih banyak waktu. Pekerjaan apapun asal dikerjakan dan di bantu oleh banyak orang kan lebih cepat selsai di andingkan bila hanya dikerjakan secara sendirian.             Mama dan Papa Hana sedang dalam perjalanan, ketika mama mengecek Hana dengan mengirimkan pesan WA. Menanyakan apa yang gadis itu makan siang tadi, apa yang di lakukan, hingga Hana yang menanyakan kapan mama dan papanya pulang. Rupanya Hana sudah mulai tak bentah sendirian di rumah, dnegan segala kemudahan yang di sediakan di rumah, toh ia memang tak ingin benar-benar sendiri dalam menjalani kesehariannya. Sedangkan Hana telah mandi sejak sore, merapikan kamar dan emmilih menunggu mama dan paapa yang katanya sedang di jalan pulang. Menyalakan televisi berukuran besar di ruang keluarga kemudian berbaring di atas sofa sambil memainkan hape keluaran terbaru. Kali ini ia tidak memesan makan malam, tadi sudah nitip ke mama saja agar di bawa sekalian mama dan papa pulaang saja. Seram juga keluar rumah, sendiri sedangkan perumahan ini kalau malam tidak terlalu banyak yang lalu Lalang. Maklum penghuninya punya banyak kesibukan sehingga untuk berbaur dengan tetangga amat sangat jarang. Berbeda dengan hidup bertetangga di area perkampungan atau gang kecil yang walaupun rumahnya terkadang berjauhan tak serapat rumah di kota-kota namun antar tetangga hidup akrab satu dengan yang lainnya. Hana asyik memainkan hapenya sampai tak terasa ia pun tertidur karena cuaca kebetulan sedang cukup dingin, memang cocok untuk menutup mata barang sesaat.             Papa dan mama Hana turun sebentar untuk membelikan sate ayam kesukaan anak semata wayang. Mereka berdua sudah hampir sampai. Memang lah benar, jalan pulang terasa lebih cepat di bandingkan berangkatnya. bErbeda dengan keberangkatan yang memakan waktu cukup lama, sedangkan pulangnya hanya menghabiskan waktu hampir separuhnya saja. Hana meminta untuk di belikan sate ayam langganan mereka yang jaraknya tak begitu jauh dari perumahan tempat mereka tinggal. Keluarga Pak Suryo bukan tipikal orang kaya yang harus selalu makan makanan mewah sesekali mereka jugas sering membeli makanan khas kali lima seperti mala mini. Sate ayam kesukaan keluarga mereka kalau lagi ingin makan sate. Ada sate ayam, kambing dan juga varian lainnya. Tentunya rasanya sudah pasti lezat, karena Hana memiliki selera yang hampir sama dengan sang papa. Sama-sama pemilih seputar rasa makanaN, bila rasa makanan tak benar-benar enak ya biasanya mereka tidak akan kembali lagi untuk mencicipi makanan di tempat yang sama. Namun bila memang setuju dan cocok dengan rasa makanan yang dimakan, biasanya entah akpan akan kembali lagi dan masuk dalam daftar tempat makanan enak yang patut di coba lagi. Ketika di mobil pun, mama dan papa Hana menceritakan Orang tu Adit yang rapi dalam beekerja sehingga mama Hana mengusulkan untuk memakai jasa mereka sesekali kalau ingin membersihkan rumah dan menjadi juru masak di rumah karena makanan sederhana yang di buat saja bisa sebegitu enaknya apalagi kalau mengolah menu makanan yang sarat bumbu. Biasanya penilaian mama Hana seperti itu, ketika masakan sederhana saja sudah enak apatah lagi masakan yang banyak menggunakan bumbu pelengkap dan bahan pilihan laainnya. Pak Suryo pun setuju saja dengan apaun keputusan istrinya selama itu baik, lagipula ketika pindah. Pak Suryo akan lebih fokus mencari benda yang sedang ia cari, tentu dengan bantuan anak buahnya yang sudah menjadi orang kepercayaan selama beberapa tahun yang lalu. Lebih cepat ia mendapatkan apa yang ia cari, maka akan lebih bagus. Besar kemungkinan memang yang memiliki benda iitu adalah orang kampung sana sehngga Pak Suryo harus membaur agar bisa menyelidiki satu demi satu tanpa dicurigai oleh orang yang bersangkutan. Pencarian yang akan dilakukan nanti harus tetap terlihat baisa saja, karena sebagai orang baru tentu terlalu berisiko bila pendatang baru justru agresif dalam bersikap. Bahaya kalau nanti di cap sebagai pendatang baru yang tidak tahu cara bersikap di tengah masyarajat. Usai pesanannya telah siap, mobil melaju kembali. Membelah jalana malam yang cuaca malam terasa smakin dingin, mungkin hendak hujan nantinya. Tak lama kemudian Pak Suryo sampai setelah membuka pagar yang dikunci oleh Hana. Syukurlah anaknya tidak lupa untuk mengunci pagar. Apalagi ia sedang di rumah sendirian saja tanpa ada yang menemani. Itulah salah satu alasan yang membuat mama dan papa Hana ingin pulang cepat ketika pergi-pergi tanpa membawa Hana ikut serta. Terkadang Hana memang malas untuk ikut kekegiatan mama atau papa kecuali memang benar-benar disuruh sehingga ia akan menuruti kemauan mama dan papanya itu Setelah membuka pintu dan masuk ke dalam, mama papa Hana mendengar bunyi televisi berbunyi di ruang tengah dan mendapati anak gadisnya tengah tertidur sambil memegang hape.             “Sayang, ayo bangun. Makan dulu” ujar mama sambil menggoyangkan tangan Hana agar anak gadisnya bisa segera bangun. Sepertinya Hana baru saja tertidur, soalnya terakhir kali mereka berkirim pesan baru beberapa puluh menit yang lalu.             “Emm, mama. Sudah pulang ya? tanya Hana sambil menggosok ke dua matanya yang masih terasa lengket untuk di buk.             “Ia barusan aja sampe” ujar papa. Hana kemudian menuju ke meja makan di mana pesanannya telah dibelikan oelh mama, mama dan papa juga masing-masing membeli satu porsi sehingga ada tiga porsi sate di atas meja. Mama dan Hana memesan sate ayam, sedangkan papa Hana memilih menu sate kambing karena daging kambing dipercaya bisa meningkatkan kevitalitasan, di tengah begitu banyak kegiatan yang dilakukan oleh Pak Suryo sehingga butuh makanan yang bisa mendompleng kekuatan agar bisa lebih maksimal ketika beraktifitas. Usai makan malam bersama, papa dan mama memilih untuk beristirahat karena perjalanan jauh membuat mereka lebih lelah di bandingkan biasanya. Hana pun juga memilih untuk ke kamar setelah membantu mama membereskan sisa makan malam dengan menu sate ayam malam ini. Sempat berbimcang-bincang sebentar tentang bagaimana keadaan rumah di sana, orang-orang di sana yang kesimpulannya memang sebentar lagi Hana harus ikut pindah mau ataupun tidak. Hana yang belum mengantuk, menyetel lagu di hapenya sambil menyicil sedikit demi sedikit barang yang bisa ia sissihkan karena belum terlalu dipakai. Untuk barang yang cukup sering di pakai ia lainkan agar bisa di masukkan dalam kardus berukuran sedang hingga berukuran cukup besar. Beberapa kali mama memberikan kardus agar Hana bisa membereskan barang-barangnya sendiri. Setelah beberapa saat ternyata cukup melelahkan juga apa yang sedang ia kerjakan saat ini. Pantas mama menyuruh Hana membereskan sendirian. Karena kalau orang lain yang mengerjakan pasti akan bingung untuk memilah barang-barang yang memang di gunakan sendiri oleh yang bersangkutan. Lagipula cukup melelahkan apa yang dikerjakan terlihat santai namun justru menjadi pekerjaan yang cukup melelahkan. Setelah di rasa cukup, Hana memutuskan untuk pergi tidur. Malam sudah mulai larut. Hari esok ia akan sekolah seperti biasanya, kalau bangun terlambat ia bisa di marahi karena besok adalah hari Senin, hari dilaksanakan upacara bendera. Tentu tidak boleh bangun terlambat karena pasti akan terjebak macet di jalan, apalagi hari Senin di awal minggu jalanan akan terasa lebih macet di bandingkan hari biasanya. Tak lama kemudian Hanapun tertidur, mengantuk juga rasanya karena setelah makan disambung dengan membereskan barang-barang yang akan di bawa ke rumah baru nanti. Itupu ia baru terpikir karena memang sudah jelas akan pindah, tidak mungkin tidak sehingga mulailah terbuka pintu hati untuk mulai menyisihkan barang-barag yang akan di bawa nantinya.             Adit dan Adhim pun sudah berada di kamar, sambil membicarakan uang yang di terima dari Pak Suryo yang di dapatkan tadi.             “Uangnya abang pakai buat apaan ntar?” tanya Adhim sambil menimanag-nimang uang yang baru saja didapatkan. Selembar uang merah yang didapatkan Adhim dengan penuh suka cita. Pasalnya dengan membantu sesuatu hal yang tak begitu berat, tapi justru menghasilkan uang yang cukup banyak. Siapa yang mau memberi uang cuma-cuma dengan nominal yang cukup besar.             “Ditabung aja kayaknya Dhim, kan abang mau masuk kuliah. Mesti butuh uang banyak“ ujar Adit. Dalam hati Adit berkeyakinan kuat bahwa ia bisa kuliah nanti dan semuanya akan ia usahakan dengan sebaik-baiknya tak hanya membebankan pada nyak dan bapak yang telah berjuang keras untuk membiayai kebutuhan dirinya. Suatu saat nanti, akan ia bahagiakan nyak dan bapak yang telah berjuang keras untuk menghidupi Adit dan juga Adhim, menuruti kemauan selama masih bisa di usahakan. Akan diusahakan sedemikian rupa, untuk pendidikan pun nyak dan bapak amat sangat mengutamakan dibandingkan hal lainnya. Di keluarga ini, hal lain masih bisa di pinggirkan namun untuk urusan pendidikan nyak dan bapak sangat peduli untuk hal itu. Terkadang bila ada pembayaran untuk keperluan sekolah, nyak tanpa ragu membayarkannya dengan cepat walaupun dengan konsekuensi uang belanja yang terpakai, tapi tak masalah bagi nyak dan bapak asalkan pendidikan anak tak terbengkalai, urusan lain masih bisa di kondisikan. Makan dengan lauk seadanya, lama tak beli pakaiaan baru adalah salah satu jalan agar uang yang di dapat bisa cukup untuk memenuhi kebutuhan lain yang di rasa lebih penting. Hal inilah yang membuat Adit benar-benar ingin melanjutkan ke tingkat Pendidikan yang lebih tinggi agar bisa membahagiakan kedua orang tua, mengangkat harkat dan derajat nyaka serta bapak. Juga mengubah kehidupan keluarga menjadi lebih baik lagi. Tak mudha memang, aka nada banyak hal yang harus di korbankan, menahan diri untuk tidak membeli yang tiak perlu. Tak bisa sering jajan karena ketrbatasan uang saku. Namun setelah adanya sumpit ajaib yang amat sangat membantu, ketika ingin apapun, yang dipikirkan Adit akan menjadi kenyataan. Pesan sang kaakek yang akan selalu Adit ingat adalah hati-hati menggunakan sumpit itu kalau nanti yang kita bayangkan adalah hal buruk, maka hal buruk itulah yang mungkin akan terjadi. Bak dua sisi mata uang, tak hanya kebaikan yang akan ditimbulkan namun juga kejahatan yang bisa timbul bila dimiliki oleh orang yang tak baik budinya. Kemudian Adit yang terpilih untuk memiliki benda tersebut mungkin karena Adit adalah anak polos yang belum tahu untuk mengingingkan banyak hal yang bersifat duniawi dengan cara yang salah. Apabila sampai jatuh di tangan orang yang salah, maka akan nada kehancuran yang bisa saja terjadi. Mungkin juga banyak alasan mengapa Adit yang harus terpilih dari ribuan bahkan jutaan orang yang ada di bumi ini. Entah kenapa juga loaksinya yang berada di perkampungan tempat Adit tinggal.             Keesokan harinya, Adit dan Adhim berangkat ke sekolah seperti biasa, bapak masih belum bisa ngojek karena masih ada pekerjaan yang harus di selesaikan hingga benar-benar selesai barulah bapak bisa kembali mengerjakan pekerjaan yang lain. Bapak adalah tipikal orang yang fokus bekerja. Kalau ada lebih dari satu pekerjaan, maka bapak akan memilih satu kerjaan dulu baru yang satunya akan dikerjakan tak bisa langsung sekaligus karena nanti hasilnya akan kurang maksimal. Nyak pun selalu mendukung apapun yang bapak kerjakan, karena hal itu pasti sudah yang terbaik. Usai membereskan rumah sebentar nyak dan bapak pun meluncur ke rumah besar yang menjadi tempatnya menncari nafkah selama hampir satu minggu ini. Pemasukan yang didapat tentu berkali kali lipat lebih banyak di bandingkan mengojek. Mengojek sebenarnya tidak bisa di jadikan sebagai pekerjaan utama, namun bapak tetap bekerja tanpa mengenal gengsi, sambil bekerja serabutan lainnya, kadang di suruh memperbaiki pipa rusak, genteng bocor dan lain sebagainya. Itu semua bapak lakukan dengan sepenuh hati, hingga orang lain suka dengan pekerjaan bapak yang menghasilkan kepuasan tersendiri bagi siapa saja yang memberikan pekerjaan pada bapak Adit. Nyak dan bapaka berboncengan menuju ke sana, tak lupa menyiapkan bekal makanan dan juga minuman yang cukup untuk perbekalan selama bekerja.             “Dit, wehhh makin cakep aje lu gue liat di media sosial” ujar Abdul anak kelas sebelah.             “Hah, kereenn apaan yak. Bingung gue?” tanya Adit tak mengerti.             “Ntu foto lu pas di lapangan bola harian ntu. Foto pake kamera apaan bersih amat hasilnyaa, mulusss kayak nggak kebanyakan filter gitu” ujar Abdul yang cukup tahu perihal dunia perdigitalan.             “Kagak, pake kamera hape biasa aja mah ntu” ujar Adit lagi. Padahal memang ia menggunakan kamera hape aipon yang harganya fantastis itu. Jelas saja hasilnya bagus, dan juga jernih. Hape mahal memang kualitasnya sungguh sangat berbeda. Ia tak mau ada orang lain yang tahu, cukup dirinya dan Adhim saja yang tahu bahwa Adit memiliki hape mahal keluaran terbaru yang harganya bisa dapat satu motor baru kalau di tambah beberapa juta lagi. Adit tidak ingin nantinya ada omongan yang tidak-tidak seputar darimana seorang anak tukang ojek mendapatkan uang untuk membeli hape mahal, ataupun desas desus yang tentu nantinya akan sampai ke telinga orang tuanya yang justru akan menjadi bahan perdebatan yang berkepanjangan nantinya.             Jam istirahat berbunyi, Adit pun kembali masuk ke dalam kelas dan belajar seperti biasa. Adhim pun belajar dnegan baik di dalam kelas maupun ketika di luar kelas. Adhim anak yang santun, sehingga banyak guru dan teman-teman seusianya yang suka berteman dengan Adhim. Tak kalah seperti adinya, Adit adalah sosok teman yang menyenangkan bagi teman-teman yang mengenal Adit, walaupun secara akademik Adit tak terlalu menonjol namun nilai yang ia dapatkan cukup bagus. Adit adalah anak yang belum terkontaminasi hal-hal buruk seperti beberapa teman lainnya yang sejak SMP ada yang sudah merokok, membolos, dan ketika SMA bahkan ada yang sudah mulai mengenal pergaulan bebas bersama lawan jenis. Sering dibilang kampungan, kolot dan lainnya oleh teman-teman yang memang sudah lebih dulu coba-coba. Nmaun Adit tak bergeming ia tetap bangga menjadi anak yang di anggap kolot, tidak kekinian karena tidak ingin mencoba hal-hal baru seperti teman-teman lainnya. Adit memang tak ingin terbawa arus pergaulan yang tidak sehat. Berusaha untuk menjadi anak baik yang walaupun penuh keterbatasan, ia tak ingin keluar mendobrak ke zona berbahaya yang bisa saja mengganggu masa depannya kelak.             Hana dan teman-temannya menghabiskan jam istirahat di kantin sekolah. Tampak Hana dikelilingi oleh beberapa teman yang sedang asyik menikmatai makanna di kantin. Tentu saja teman-teman Hana berasal dari keluarga mampu semuanya, terdiri dari anak-anak beken yang cantik dan juga kaya. Kalaupun pintar, itu merupakan nilai lebih karena tak harus pintar selagi kamu punya uang banyak dan memiliki tampilan yang good looking maka semua akan tunduk padamu. Terlebih kalangan anak-anak yang tak sepadan mana berani ikut bergabung bersama grup yang isinya gadis cantik nan berdompet tebal seperti Hana.             “Lu beneran bakal pindah Han?” tanya Melati lagi. Padahal ia jelas sudah tahu bahwa urusan kepindahannya saja sudah diurus papa Hana sejak awal bulan ini.             “Ishh, nggak asyik kalau lu pindah Han” ujar Adel sambil menyuap butiran bakso.             “Ya mau gimana, namanya ini berhubungan sama kerjaan papa, ya mau nggak mau aku mesti ikut. Kapan kapan nanti kita atur jadwal, siapa tahu bisa ketemu lagi” ujar Hana mencoba untuk menghibur diri. Padahal sulit rasanya untuk bisa bertemu karena jarak yang cukup jauh. Kalaupun toh bisa berkumpul dengan teman-teman. Rasanya pun akan jauh lebih berbeda. Apalagi di tambah dengan kepindahannya yang nanti apabila bertemu teman dekat sekalipun akan terasa asing. Biarlah seperti apa adanya, nanti Hana akan menemukan teman baru yang satu frekuensi dengan dirinya. Membangun lingkaran pertemanan yang seperti sekarang tak mudah, apalagi untuk Hana yang tak terlalu mudah kenal dan akrab dengan orang lain. Butuh waktu beberapa lama agar Hana bisa akrab dengan orang lain, Hana adalah tipikal anak yang pemilih. Tak hanya pemilih dalam hal makanan, cara berpakaian hingga pemilih dalam hal memilih teman. Persis seperti papa Hana yang perfeksionis, begitu pemilih dalam beberapa hal yang menyangkut hal-hal penting terutama dalam hal yang menyangkut hajat hidup orang banyak.                                       
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD