Adit Si Moody an

1082 Words
            Adit dan Adhim masih menerka-nerka apa yang akan menjadi sajian untuk makan malam nanti. Keduanya masing-masing membayangkan makanan enak yang akan di sajikan untuk makan malam nanti. Sambil membayankan, Adit tak sadar bahwa adiknya akan menjahili dirinya lagi.             “Makanya bang, jangan ngelamun mulu. Noh basah kan, hahaha ledek Adhim yang dengan keisengannya menyipratkan air di bak ke wajah Adit yag sedang melamun. Adit hanya menggeram kesal karena ulah Adhim yang membuat wajah dan baju Adit basah. Huh, dasar kelakuan si Adhim. Suka amat gangguin gue, awas aja ye ntar gue balas, gumam Adit dalam hati. Adhim pun berlalu dan masuk kedalam rumah untuk berganti pakaian bersih. Adit pun masuk kembali ke dalam rumah ketika cuciannya selesai dan sudah siap dijemur.             Nyak sedang belanja ke warung Mpok Minah untuk membeli bahan makanan yang akan dimasak untuk menu makan malam nanti. Mpok Minah menjual berbagai macam sayur, ikan dan ayam yang bukanya dari pagi sampai malam hari. Terkadang bila tak sempat untuk pergi ke pasar, Nyak berbelanja di warung Mpok Minah yang terletak di depan gang. Tak perlu berkendara karena untuk mencapai warung hanya memakan waktu kurang kebih lima menitan saja. Ketika nyak berbelanja, nyak melihat bapak baru saja melintas untuk pulang ke rumah. Hari sudah mulai sore, biasanya bapak pulang sekitar jam limaan karena bapak Adit biasa shalat magrib dan isya di mushola dekat rumah. Adit dan Adhim dibiasakan sejak kecil untuk melaksanakan shalat berjamaah. Adhim lebih rajin dibandingkan Adit, hampir dalam segala hal. Kadang itulah yang membuat nyak terkadang membanding-bandingkan Adit dan Adhim. Harusnya memang sebagai kakak, Adit harus lebih bisa menjadi contoh. Justru kebalikannya, Adhim malahan yang lebih bisa di andalkan di banding Adit.             Nyak membeli beberapa rempah, dan sekilo ayam. Rencananya ia akan memasak soto ayam. Sudah cukup lama rasanya, mereka sekelurag tak memakan menu itu. Lumayan uang yang hasil mengojek bapak tadi dan uang upah jasa memotong celana Pak Rohim, yang tinggal di blok sebelah yang merupakan rumah orang-orang berpenghasilan cukup tinggi. Nyak di beri upah tujuh puluh ribu. Padahal seharusnya hanya tiga puluh ribu saja. Kata Pak Rohim, ambil saja sisanya untuk jajannya Adhim. Ya, Adhim teman sepermainan Tino, anak Pak Rohim. Kedua anak itu sering bermain bersama, terkadang Adhim bermain ke rumah Tino terkadang pula sebaliknya. Bila Tino tak sempat di antar jemput oleh orang tuanya yang kebetulan keduanya bekerja, makan Bapak lah yang akan mengantar  atau menjemput Adhim dan Tino karena kebetulan mereka satu sekolah. Keluarga Adit memang tak memiliki harta yang berlebih, namun mereka sangat bersyukur di kelilingi oleh orang-orang baik yang tak segan untuk memberikan bantuan atau apapun saja yang tanpa di minta mereka akan berlapang d**a untuk memberikan bantuan.             Usai berbelanja, nyak pulang dan bersiap untuk memasak menu makan malam  yaitu soto ayam. Di halaman belakang rumah yang tak terlalu luas namun tak bisa disebut sempit juga itu, orang tua Adit menanam beberapa jenis sayuran dan rempah-rempah yang mudah di kembangbiakkan seperti kunyit, kencur, jahe, lengkuas, serai dan lain sebagainya. Beberapa jenis sayuran dan buah-buahan  pun di tanam untuk sedikit membantu menghemat uang belanja. Ada beberapa pohon cabai, tomat, seledri, daun katuk,singkong yang di bisa di manfaatkan daun serta umbinya, ada pula pohon pisang, juga pepaya. Lumayan, bisa membantu di kala gas berwarna hijau melon habis dan uang belanja pas untuk membeli gas saja. Lauk berupa sayur bisa di ambil yang kemudian akan menjadi menu lalapan yang mungkin di temani telur dadar ataupun ikan asin. Lalu bila kebetulan beras habis dan uang belanja tak cukup untuk membeli sekilo beras, maka singkong ataupun pisang bisa dimanfaatakan sebagai pengganti nasi. Tanah yang dimanfaatkan sedemikian rupa itu pun, sangat membantu ikut menopang biaya konsumsi keluarga Adit.             Nyak masih berkutat di dapur ketika adzan magrib berkumandang. Terlihat bapak, Adhim dan Adit hendak pergi ke mushola dekat rumah.             “Lah tumben lu Dit, ikut ke mushola. Biasa nyak atau bapak nyuruh susahnya minta ampun” tanya emak ketika melihat Adit anaknya yang bertubuh tinggi semampai dan berwajah cukup tampan itu. Adit berwajah cukup tampan karena bapak ketika muda pun berwajah tampan bahkan sampai berumur seperti sekarang.               “Yah nyak, Adit kagak shalat ke mushola di omelin, ni mau shalat ke mushola malah di tanya-tanyain segala” ujar Adit sambil berdecak kesal. Padahal sudah rapi, pakai koko berwarna merah hati dan dipadu padankan dengan sarung dapat beli lebaran tahun kemaren. Entah kenapa nyak suka gitu, Adit jadi suka serba salah bila sudah nyak seakan meremehkan dirinya tersebut. Tak salah sebenarnya karena kelakuan Adit memang susah ditebak, bahasa kerennya moody an.Tergantung kemana arah angin, maka seperti itulah Adit bersikap. Namun Adit adalah anak yang baik ya walaupun terkadang kenakalan khas anak remaja masih terkadang ia lakukan. Ketika anak seumuran Adit bertingkah dengan minta dibelikan motor keren, merokok, mulai berpacaran namun Adit hingga saat ini tak melakukan hal seperti itu. Beberapa kali memang teman-teman Adit menawarinya untuk merokok. Cemen katanya kalau anak SMA seusia dirinya tak mencoba untuk mengeulkan asap melalui sebatang rokok atau yang lebih kekinian seperti vape dengan berbagai rasa. Adit selalu berusaha untuk mengamalkan etuah dan wejangan dari kedua orang tuanya sehingga ia masih bisa membentengi diri dari hal-hal yang kurang baik.             Sepeninggal bapak, dan anak-anak berangkat ke mushola. Nyak masih berkutat di dapur untuk mempersiapkan menu makan malam. Mengulek bumbu, merebus ayam dan menyiapkan printilan pelengkap menu malam ini. Ketika adzan magrib terdengar, nyak buru-buru menuaikan shalat agar bisa seera kembali ke dapur untuk menuntaskan pekerjaan yang masih setengah jalan. Terdengar suara langkah kaki dari luar dan ucapan salam yang berasal dari pintu depan. Ya, letak pintu utama dan dapur tak seberapa jauh. Maklum rumah ini berukuran cukup kecil dengan satu ruangan tamu yang berbatasan langsung dengan ruang keluarga dan memiliki dan juga memiliki dua kamar tidur serta dapur yang terletak di bagian ujung rumah. Bagian paling belakang rumah ada sumur dan halaman kecil yang di tanami sayur, buah, dan aneka rimpang-rimpangan.             “Assalamualaikum nyak”, ujar Adhim, Adit dan bapak hampir bersamaan. Nyak, udah mateng belum nyak? Adhim laper nih” tanya Adhim sambil mengendus-endus aroma makanan yang menguar ke penjuru rumah.             “Kayaknya nyak masak soto nih” tanya bapak sambil berjalan ke arah dapur.             “Stttt, sttt. Diem-diem aja pak. Biar anak-anak nebak-nebak sendiri. Ajakin anak-anak ngaji dulu tuh pak. Biar kagak berasa nungguin aye masak. Masih nunggu dulu nih, belum pada mateng soalnya”. Bapak Adit pun mengangguk dan mengajak kedua anaknya tersebut untuk mengaji bersama. Rutinitas ini rutin di lakukan terkadang nyak juga ikut mengaji karena sedang sibuk di dapur, nyak mengaji nanti ketika selesai shalat isya saja.                                                                   
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD