Pak Suryo dan Barang Antik

1053 Words
            Nyak selesai menunaikan shalat magrib dan berlanjut memasak di dapur. Anak-anak mengaji di ruang tengah bersama suaminya tercinta, terdengar alunan merdu suara lantunan ayat suci yang dilafalkan dengan berirama yang membuat siapapun yang mendengarnya akan menjadi tenang. Tak lama kemudian menu makan malam pun siap, nyak memanggil anak dan suaminya menuju meja makan kecil yang terletak di tengah dapur mungil mereka. Jangan bayangkan meja makan kaca kokoh dan kursi-kursi bagus yang mengelilinginya. Meja makan di rumah ini hanya terdiri atas meja kayu yang dikelilingi kursi plastik yang apabila tak digunakan akan di taruh di pinggir ruangan dapur agar lebih leluasa untuk bolak balik ke dapur.             Adit dan Adhim sangat antusias melihat hidangan yang cukup spesial tertata di meja makan. Satu panci ukuran sedang yang mengepulkan asap panas sudah terisi kuah berwarna kekuningan dengan aroma rempah yang menggugah selera. Di sebelahnya terdapat suwira ayam yang cukup banyak, soun, bawang goreng dan pelengkap lainnya. Adhim menelan air liurnya, terbit rasa lapar Ketika melihat meja makan dengan menu istimewa.             “Ayo nak, makan dulu. Bapak, Adit, Adhim makan yang banyak ya. Nyak dah masak banyak nih, awas aja kagak abis” ujar nyak sambil menyerahkan mangkok ke arah kami. Tentu saja, Adit dan Adhim tak sabar menuangkan kuah panas beserta isian soto ayam ke mangkok masing-masing. Bapak pun terlihat sumringah karena sudah cukup lama mereka tak makan menu enak seperti ini. Mereka semua pun makan bersama dengan lahap, tawa canda pun terdengar riuh rendah menemani acara makan malam keluarga kecil yang walaupun tak berkelebihan harta namun berkelebihan dalam hal berkasih sayang.             “Duh nyak, Adhim kekenyangan ini. Enak banget soalnya nyak” ujar Adhim sambil mengelus perutnya yang menjadi buncit usai memakan masakan nyaknya yang lezat itu. Begitupun dengan Adit yang masih asyik menyeruput kuah soto yang hampir tandas di mangkuk. Bapak Adit pun terlihat sangat puas dnegan menu makan malam. Tak lupa mereka berdoa sebelum dan sesudah makan, hal yang selalu di biasakan sebagai bentuk rasa syukur atas rezeki yang telah diberikan sehingga bisa menikati hidaangan yang beragam setiap harinya. Tak lupa ketiga lelaki yang ada di rumah ini berterima kasih juga kepada nyak yang telah bersedia membuatkan makanan yang lezat setiap harinya. Ibu Rumah tangga walaupun kelihatan sepele adalah penopang rumah tangga dalam hal ketersediaan pangan, mengelola keuangan yang terkadang dianggap sepele padahal kedudukannya adalah kedudukan yang penting. Dengan nyak di rumah saja, nyak bisa membuka usaha sampingan yang sedikit bisa membuat uang belanja bertambah dengan usahanya membantu keuangan keluarga, menerima jahitan. Bapak pun semakin terbantu dengan usaha sampingan nyak, dan sangat terbantu ketika beberapa bahan makanann taak perlu di beli karena sudah di tanam oleh nyak di belaakang rumah dengan keterbatasan lahan yang ada.             Usai makan malam bersama, kemudian di lanjutkan dengan shalat isya berjamaah. Sekeluarga menonton TV bersama di ruang keluarga yang juga berfungsi sebagai ruang tamu. Mereka bercanda tawa Bersama, menikmati tayangan berita yang di sajikan, sedikit bertukar pendapat tentang hal-hal yang diberitakan di media televisi tersebut. Menyimak keadaan negeri ini dengan segala pernak perniknya yang membuat banyaknya pemberitaan yang di sebarluaskan ke masyarakat. Mengajarkan pendidikan sederhana dengan cara menonton bersama dan sedikit memberikan kritik serta saran untuk menumbuhkan rasa ingin tahu kepada anak-anaknya. Walaupun bapak dan nyak tak mengenyam pendidikan tinggi namun berusaha untuk selalu memberikan yang terbaik untuk Adit dan Adhim.             “Permisi Pak Suryo” ucap seorang pria berbadan besar ke arah lelaki yang bertampang sangar dengan kumis tebal yang bertengger di atas bibir tebalnya. Berkulit sawo matang yang cenderung berwarna kecoklatan             “Ia, ada apa Man?” tanya seorang lelaki yang tak lain adalah Pak Suryo. Seorang pengusaha sukses di bidang barang-barang antik. Memiliki kehidupan yang sangat-sangat berkecukupan. Memiliki istri cantik dan anak gadis yang berparas cantik seperti ibunya. Di rumah yang cukup mewah, tempat ia tinggal banyak sekali barang-barang antik yang memiliki nilai sejarah. Pak Suryo tak hanya piawai memilih barang-barang antic dari seluruh penjuru dunia namun tahu sejarah asal muasal barang antik tersebut, ia sering berkelana ke penjuru Indonesia dan bke berbagai penjuru dunia. Pencarian yang ia lakukan tentu bukan untuk hal yang sia-sia, barang antic yang ia dapatkan akan ia jual kembali ke tangan para kolektor barang bekas yang akan rela membayar beberapa kali lipat lebih banyak daripada harga beli. Kecintaan dengan barang-barang antik telah melekat erat pada dirinya sejak lama. Para kolektor sendiri pun memiliki kesenagan tersendiri apabila bisa memiliki barang antik yang bernilai sejarah ditambah lagi bila barang tersebut langka maka nilai jual berapapun tentu akan mereka beli.             Manto yang memiliki nama Sumanto tersebut adalah kaki tangan Pak Suryo yang mengurusi pengiriman barang-barang antik ke dalam maupun ke luar negeri, dan menginfokan bila terdapat barang antik yang sekiranya bisa ia beli di tangan pemilik yang mungkin tak mengetahui bahwa barang tersebut adalah barang yang bernilai historis tinggi, sehingga akan membuat Pak Suryo mendapatkan keuntungan berkali-kali lipat karena membeli dengan harga cukup murah dan menjualnya kembali dnegan harga yang cukup tinggi kepada para penggila barang-barang antik.             “Papa, Luna nggak mau pindah sekolah?” tiba-tiba anak gadis semata wayang Pak Suryo datang menghampiri dirinya yang sedang berada di ruang kerja yang terletak di lantai dua rumahnya.             “Loh, pindah sekolah apa sih sayang?” tanya Pak Suryo pura-pura tidak tahu. Padahal ini semua ia lakukan karena ia memiliki misi baru. Misi berharga untuk membuat dirinya semakin kaya, dan akan semakin kaya lebih dari ini.             “Papa kan yang bilang ke pihak sekolh kalau Luna akan pindah sekolah ke pinggiran kota Jakarta katanya. Luna udah betah di sini pa, ngapan sih pindah-pindah mulu” Luna kesal karena papanya sering sekali membuat dirinya harus berpisah dengan teman-teman sekolahnya. Apalagi kalau bukan urusan bisnis, ia pikir setelah hamper tiga tahun hidupnya akan adem ayem karena taka da tanda-tandaa mau pindah ke kota yang menjadi tujuan target selanjutnya. Apalagi ia sudah kelas tiga SMA, tahun depan ia akan melaksanakan UN. Masa ia harus beradaptasi dengan sekolah, teman dan guru baru kembali. Menyebalkan sekali. Mama tentu tak punya kuasa, mama sendiri sibuk dengan teman-teman sosialitanya. Kalau papa kasih uang, pasti mama akan mengiyakan saja tanpa memikirkan bagaimana perasaanku, gumam Luna dalam hati.             Pak Suryo mencoba membujuk Hana agar mau pindah lagi, dengan embel-embel akan membelikan gawai keluaran terbaru dan mobil mewah sebagai ganti ruginya. Terlihat anak gadisnya itu, berpikir. Diam sejenak sambil menampakkan gestur seperti orang yang sedang berpikir keras. Pak Suryo tentu tahu apa yang anaknya tersebut katakan.             
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD