Sumpit itu Ternyata

1056 Words
            Hana menekuk wajahnya, kebiasaan papanya memang suka main mindah-mindahin sekolah anaknya. Hana tentu sangat senang dengan apa yang di tawarkan oleh papanya, namun ada banyak hal yang harus ia pertimbangkan.             “Kalau aku pindah sekolah, aku akan kehilangan teman baik kayak Dilla dan Tia. Kemudian kalau aku turuti kemauan papa aku bisa ganti mobil baru yang memang aku taksir. Tentu saja aku akan jadi primadona di sekolahku yang baru. Duh, ini sebuah keputusan yang sulit. Aku bingung harus memutuskan yang mana, tapi mau bagaimanapun apa yang papa inginkan biasanya mau tak mau harus aku laksanakan. Ya sudahlah, ku ia kan saja apa yang di kehendaki papa”. Itulah sedikit pergolakan batin yang dialami oleh Hana.             Hana terlahir sebagai anak tunggal yang selalu dipenuhi apapun keinginannya namun Hana juga harus selalu menuruti apa mau orang tuanya yang notabene berkecimpung di dunia barang antik, yang menurutnya sangat penuh dengan misteri. Terkadang pekerjaan papanya tersebut seperti menyimpan suatu rahasia namun ia hanya bisa menerka-nerka saja tak berani menyimpulkan terlalu jauh.             “Oke deh pa, tapi Hana mau mobil yang Hana tunjukin waktu itu. Kan kata papa, Hana boleh minta apa aja yang Hana mau” kata Hana sambil menyilangkan tangan ke d**a.             Pak Suryo tentu sangat senang dengan apa yang anaknya katakan, tentu hal yang diinginkan anaknya tersebut sangat mudah baginya. Mobil yang memang beberapa kali sempat anaknya tunjukkan kepadanya tersebut sangat mudah sekali ia dapatkan. Tak sebanding dengan apa yang akan ia dapatkan nantinya, bila bisnis yang ia jalani ini semakin berkembang. Ya, tentu saja akan semakin berkembang, misi kali ini bila usaha ini gol tentu akan menghasilkan banyak uang yang akan membuat pundi-pundi uangnya semakin banyak. Malasah perkara mobil seharga ratusan juta itu tak sebanding dengan uang milyaran rupiah yang akan ia dapatkan bila rencana ini terlaksana dengan baik.             Usaha yang sudah ia jalani selama beberapa tahun belakangan ini memberikan pundi-pundi kekayaan yang tak main-main. Sekali gol misi yang dilancarkan, ia bisa mendapatkan uang senilai ratusan bahkan hampir milyaran rupiah. Angka yang sangat menakjubkan bukan.Hanya ia dan asistennya yang tahu betul seluk beluk usaha yang ia jalani, istri dan anaknya tak ia izinkan untuk tahu lebih jauh perihal perannya sebagai kepala keluarga. Istrinya tentu tak banyak ingin tahu karena sudah diberikan banyak uang untuk dipergunakannya sesuka hati. Ya, mama Hana itu suka sekali berbelanja barang-barang mewah, semenjak pendapatannya bertambah ia gemar membeli tas-tas mewah, perawatan di salon yang menghabiskan kocek lumayan dalam. Tak masalah, selama mereka bahagia dan tak banyak bertanya perihal jenis usaha apa yang ia jalani, Pak Suryo  akan selalu memberikan apa yang diminta oleh istri dan anaknya.             “Adiiiiiittt, ngapain aje lu. Noh, buku pada beserak di depan tivi tuh. Di beresin sono, ade lu aja udah dibereskan. Masa kalah sama ade lu” nyak kesal melihat tumpukan buku yang berserakan usai anak-anaknya selesai belajar bersama tersebut. Susah memang untuk menyamaratakan tingkah laku anak, namun anaknya yang dua orang ini masing-masing memiliki tipikal kepribadian yang sangat berbeda. Jauh berbeda karena Adit hampir berbanding terbalik jika dibandingkan kelakuan adiknya. Adit suka bikin kesal, walaupun sebenarnya Adit anak yang baik namun adik Adit lebih diutamakan selain faktor anak bungsu, Adhim juga lebih mudah di atur di bandingkan Adit. Kadang nyak juga tak ingin selalu membanding-bandingkan anaknya, tapi ya memang harus seperti itu agar Adit termotivasi untuk berubah lebih baik.             “Ia nyak ia, ntar lagi Adit beresin. Masih asyik maen game nih nyak” jawab Adit Sambil asyik menggerakkan gawainya ke kanan dan ke kiri dengan mimik wajah yang berubah kadang tegang, tertawa dan lain sebagainya, Mau kesal tapi udah sering di buat kesal, ya jadinya yasudahlah biarkan sjaa. Nyak Adit berlalu ke dapur untuk membereskan piring kotor sisa makan malam yang harus segera di cuci agar pagi harinya nanti tidak kelabakan.             Adit dan Adhim sepertinya sudah tertidur, ketika nyak membereskan gawai yang di gunakan Adit untuk main game tadi. Nyak membenarkan posisi tidur mereka dan menyelimuti kedua buah hatinya tersebut yang sudah terlelap sehingga menimbulkan suara dengkuran khas orang yang telah lelap tidur. Memandang wajah keduanya dengan penuh kasih sekaligus merasa bersalah karena terkadang ia pun merasa belum menjadi sosok ibu yang sempurna bagi kedua anaknya tersebut.             Keesokan paginya Adit berangkat ke sekolah seperti biasa, melewati jalan biasa yang biasa ia lewati setiap harinya itu. Menjalani rutinitas biasa sebagai pelajar. Tak ada yang aneh sampai akhirnya nanti ia menyadari sendiri bahwa hari ini mungkin akan banyak kejutan yang akan Adit alami. Ya, Adit terpilih sebagai orang yang mungkin akan mendapatkan rezeki yang tak ia sangka sebelumnya. Kejutan dan rezeki nomplok yang mungkin saja akan mengubah segala aspek kehidupan yang biasa di jalani oleh Adit. Namanya rezeki, siapa yang tahu. Hari ini kita hidup kesusahan, bisa saja esok atau lusa hidup kita malah justru diberi kelayakan dan kelapangan rezeki.             Adit berkegiatan seperti biasa, sampai tibalah waktu pulang sekolah. Hari ini Adit berjalan kaki pulang dan pergi ke sekolah. Motor kesayangannya itu sudah beberapa hari ini sering ngadat, kadang mati di tengah jalan dan harus menunggu cukup lama agar bisa hidup dan bisa dikendarai kembali. Sebab itulah, Adit memilih untuk berjalan kaki saja untuk mengantisipasi kalau-kalau motornya mogok lagi. Di bawah pohon, tampak seorang kakek sedang berjualan berbagai macam pernak Pernik. Adit melihatnya tanpa sengaja.             “Tumben ada yang jualan di bawah pohon ini, biasanya nggak ada” batin Adit dalam hati.             Langkah kaki Adit pun membawanya menuju kearah lapak kakek yang sudah sepuh dengan warna jenggot dan rambut yang berwarna putih itu.             “Ayo cu, silakan dipilih-pilih cu. Kali aja ada yang ditaksir” ujar si kakek tersebut             “Ia kek, ini masih mau lihat-lihat dulu” jawab Adit sembari tersenyum ke arah kakek itu.             Adit sebenarnya sama sekali tak begitu tertarik denga napa yang dijual oleh si kakek, namun melihat kakek tua berjualan seorang diri dengan dagangan yang cukup banyak dan tapa ada calon pembeli lain selain dirinya membuat Adit mendekat dan mencoba untuk mencari suatu benda yang mungkin akan berguna untuknya. Tak berapa lama, matanya tertuju ke sebuah sumpit yang terlihat lucu dengan ornamen unik yang menghiasi bagian atas sumpitnya. Terkesan sangat mewah dan elegan. Adit hendak membeli sumpit itu, namun untuk apa ia membelinya karena keluarga mereka hanya makan menggunakan tangan saja kadang-kadang sendok. Bukan seperti orang-orang kaya yang makan mie saja menggunakan sumpit, lagipula di rumahnya tak ada yang bisa menggunakan sumpit. Namun, mengapa, sumpit itu seolah memanggil-manggil Adit untuk membelinya.                 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD