part 1
pov riko
"bang bangun, gak kerja?"suara istriku membangunkan tidurku
"iya ini abang bangun"sahutku langsung,dari pada ribut malas pagi-pagi harus diwarnai suara keras memekakkan telinga.
"yaudah cepetan "sahut istriku gak sabaran.
"iya iya'
dek gak masak?"tanyaku saat melihat dia duduk di meja makan sambil main hp
"lagi malas, bawaannya mual terus cium bau bawang putih"jawabnya tanpa mengalihkan dari hp yang digenggam
"yaudah bentar abang cuci muka dulu biar abang yang masak"ucapku sambil melewatinya ke kamar mandi.
rumah kami hanya mempunyai 2 kamar tidur 1 kamar mandi.ini pun rumah kebun,karena pekerjaanku adalah krani di kebun swasta.
"tapi jangan pakai cabe gak tahan pedas"terdengar suara istriku keras.aku tau ia masih marah atas perbuatanku 3bln yang lalu.
"iya abang tau"sebisa mungkin kutahan amarah karna memang disini akulah penjahat dan dialah korban.
"tau' tapi semalam masih kepedasan"sahut nya gak mau kalah.
"abang minta maaf yang semalam yah,
hari ini abang masak yang enak buat adek"kubujuk dia walaupun hati ini ingin marah,karena setauku tugasku sebagai suami adalah mencukupi segala kebutuhannya.dan istri menyediakan kebutuhanku.kebutuhan semua laki-laki itu sama perut dan bawah perut.
jangankan mikir bawah perut,untuk urusan perut saja selalu punya alasan.tapi balik lagi keawal bukankah aku yang membuatnya berubah seperti ini.aku sangat mencintai istriku tapi karena cemburu aku memaksa,merenggut kehormatannya karna kupikir hanya ini cara satu-satunya supaya dia jadi milikku.
"terserah yang penting bisa dimakan"sahutnya acuh tak acuh.
"abang pergi kerja dulu yah dek"pamitku
"heemmm"sahutnya sambil terus nonton tv .
karna hari udah agak siang,sudah waktunya aku bekerja.bagi orang kerjaanku enak pergi siang hanya nulis buah hasil kerja pemanen dan gaji besar.
walaupun kita tau setiap pekerjaan itu ada suka dan dukanya.apa mesti ku beritahu dukanya?tidaklah cukup aku saja yang tau.
bagiku cukup aku bisa menafkahi istri dan anak-anakku kelak itu sudah cukup.
kalau boleh meminta aku hanya ingin istriku hangat seperti dulu sebelum kami menikah.tapi apadaya,kesalahan yang kubuat sangat fatal.mau menikah denganku saja aku sudah bersyukur.