Kapan Nikah?

2004 Words
Ella Salsabila, perempuan karir berusia dua puluh lima tahun. Setiap hari dituntut untuk segera menikah. Bukan keinginan Ella belum menikah sampai saat ini? Tolonglah para saudara-saudara yang baik hati serta tetangga dari blok A sampai Z untuk tidak menanyai kapan dirinya menikah. Terkadang pertanyaan itu membuat jiwa dan batinnya keluar dari orbit aslinya. Tidak tahukah mereka jika Ella juga ingin menikah. Sel telurnya juga ingin dibuahi haha. Melihat kedua teman seperjuangan saat masa-masa perkuliahan sudah pada menikah dan sudah memiliki anak membuat jiwa perempuannya meronta-ronta. Bayangkan saja, setiap berkumpul mereka selalu membawa anak dan suami. Sedangkan dirinya hanya bisa menangis di pojokan. "Tolong nikahi saya!"teriak batinnya tertahan. "Tolong nikahi saya!" Seperti pagi ini, entah ada urusan apa sampai adik kandung Ibunya datang ke rumah. Catat, masih pagi bahkan Ella belum mandi sama sekali. "Perawan kok belum mandi," sindir Bude Erni. Ella melongo, ucapannya licin sekali seperti perosotan. Apa salahnya jika Ella belum mandi, tolonglah manusia-manusia yang ikut campur dalam kehidupannya. Kapan berhenti???? "Ada apa bude pagi-pagi ke sini? masih jam enam lo ini," balas Ella mencoba untuk ramah. "Eh iya, Bella mau di lamar sama TNI lo La. Pintar sekali anak bude cari mantu!" Mulai, mulai lagi untuk membanggakan sang anak. Kadang telinga Ella sampai panas mendengarkan ocehan sang Bude dari A sampai Z. Tidak jauh-jauh dari pembanggan diri. Jika Ella menikah nanti, maka ia tidak akan mau tinggal di rumah sang Ibu. Habis tiap hari di ceritakan yang tidak-tidak. "Wah bagus tu Bude, kapan lamarannya?" "Dua hari lagi, makanya mau konsul sama Ibu mu dulu. Pusing bude ngurus begituan." Alaaah, duitnya kan banyak kenapa tidak sewa jasa penyedia segala bentuk t***k bengek lamaran. Ini malah pagi-pagi sudah sibuk sendiri. Ibu juga malah meladeni adiknya sendiri, padahal sang ayah butuh di perhatikan juga pagi-pagi begini. Lihat kan, Ayahnya malah membuat kopi sendiri. Ya walaupun sang Ayah melakukannya dengan sukarela. Tetapi tetap saja Ella tidak suka jika pagi begini telinganya sudah mendengar ocehan-ocehan tidak bermutu. "Sabar Ella," monolognya sendiri sambil mengelus d**a. "Oh ya Kamu kapan nikah? Umur juga udah matang, jangan sampai jadi perawan tua lo." Ais mulutnya tidak bisa difilter sekali, Ella menguatkan dirinya agar tidak lepas kontrol. Jangan sampai ia mengeluarkan jurus seribu bayangan. Akan hancur negara konoha nantinya. Apakah jika seorang perempuan sudah berumur dua lima tahun tetapi belum menikah sebuah kesalahan? Tentu saja tidak, lantas kenapa dirinya selalu ditanya-tanya begini. "Doakan saja Bude," jawab Ella tidak niat. Ia mengambil kotak s**u di dalam kulkas dan menuangkan di gelas. "Doa saja tidak cukup, padahal cantik tapi nggak pernah bawa pacar ke rumah," gerutu Bude Erni lagi. Ais, pacar-pacar. Ayahnya saja marah jika pacaran, ini malah menyuruh dirinya pacaran. Ada-ada saja, Ella ingin membalas namun sang Ayah langsung bermain mata seakan-akan mengatakan kepada dirinya untuk tidak menjawab padahal mulutnya gatal sekali. "Kamu nggak kerja hari ini?" ujar sang Ibu mengingatkan. "Kerja lah Bu." "Terus kenapa belum mandi?" Ini adalah cara sang Ibu untuk membuat dirinya menjauh dari jangkauan bude Erni, kalau tidak dijauhkan pasti nanti sindirnya kemana-mana. Ya jelas Ibu dan Ayahnya tidak jauh berbeda, mereka tidak mau membalas setiap perkataan orang lain. Ella pamit untuk masuk ke dalam kamar. Pagi-pagi begini ada-ada saja hal yang membuat mood dirinya terjun bebas ke rawa-rawa. Ella menggaruk kepala yang mendadak gatal. Apakah rambutnya didatangi kutu lagi? Is malas sekali dia membersihkan rambut. Ella tidak kotor, serius ia tidak kotor. Ella normal, hanya saja keponakannya yang menjadi sarang kutu. Katanya si karena pindahan dari teman main, tetapi kenapa Ella juga bisa kena imbasnya. Menyebalkan, ingatkan Ella untuk membeli shampo pembasmi kutu saat pulang kerja nanti. Jangan sampai karena kutu, jodohnya tidak jadi datang. Ella masuk kerja pada jam delapan pagi, perjalanan dari rumah ke tempat kerjanya sekitaran tiga puluh menit. Sekarang sudah jam enam tiga puluh. What??? Ella langsung masuk ke kamar mandi, bisa-bisa ia terlambat datang ke kantor dan akan kena ceramah pagi lagi. Ella tipe perempuan yang lama dalam hal bersiap-siap. Apalagi ia harus sarapan pagi di rumah untuk menghemat biaya. Sejak bekerja, Ibu dan Ayah tidak pernah memberikan ia uang jajan lagi. Pernah sekali Ella meminta uang untuk membeli es potong saat weekend tetapi Ibunya tidak mau memberikannya. Padahal Ella sudah berkata akan mengganti, tetapi tetap tidak diberikan. Ella tidak jadi membelinya, padahal cacing dalam perutnya sudah ngidam. Setengah jam Ella bersiap, ia keluar dari kamar. Ada yang kepo Ella kerja apa? Ella bekerja sebagai karyawan dalam bidang IT di sebuah perusahaan yang cukup besar di kota tersebut. Gajinya lumayan untuk beli jajan dan skincare. Saat masa kuliah Ella berteriak heboh karena berpikir salah ambil jurusan, ternyata masa depan tidak akan pernah salah. Apapun keputusan yang sudah diambil maka jalani dengan sungguh-sungguh. Ella yang tidak pintar saja bisa bekerja di sebuah perusahaan lumayan besar. Ilmu semasa kuliahnya sangat-sangat berguna. Contohnya saja untuk install laptop karyawan di sana. Haha. Ella bercanda, kerjaan bukan lah itu. Pekerjaannya lebih mengarah pada pemeliharaan sistem yang ada di perusahaan tersebut. Ella sudah bekerja selama 2 tahun di sana. Setelah sidang, ia langsung memasukkan lamaran kerja dengan menggunakan surat keterangan lulus karena ijazahnya belum keluar. Eh ternyata, lamarannya diterima dan langsung mendapat panggilan interview. Ella memang memiliki kemampuan bahasa inggris yang cukup baik, itu juga yang menjadi nilai plus perusahaan menerima dirinya. Selama satu tahun pertama, ia banyak belajar hal baru. Ia juga sering keluar kota untuk mengikuti pelatihan dan tahun ini ada beberapa orang yang akan ke Singapura untuk menjalani pelatihan lanjutan. Doakan saja nama Ella masuk ke dalam list karyawan yang ikut. Sesekali ia ingin keluar negeri karena selama dua puluh lima tahun hidupnya ia belum pernah keluar dari negara tersayangnya ini. Penampilan Ella terkesan biasa saja, ia memakai pakaian wajib perusahaan untuk bagian atasnya sedangkan untuk bagian bawah ia memakai rok berwarna hitam. Terlalu sederhana kan? ya mau bagaimana lagi ia tidak mau membuat dirinya ribet sendiri. Berbeda dengan karyawan-karyawan di departemen lain, contohnya saja di departemen akuntansi. Jangan ditanya betapa good looking nya mereka. Sedangkan departemen IT, kebanyakan perempuannya dekil tidak pandai bergaya. Haha. Apalagi penyebaran perempuan di departemen itu tidak sampai 5 orang. Jadi ya wajar jika penampilan mereka biasa-biasa saja. Yang penting rapi dan sopan bukan. "Bude udah pulang Bu?" tanya Ella yang sudah keluar dari dalam kamar. Ia mengelap kacamata yang sudah bertambah tebal setiap tahunnya dan kemudian memakainya agar bisa melihat dengan jelas. Sejak SMA, matanya memang sudah bermasalah karena sering menatap layar laptop pada jarak dekat. Apalagi saat zaman kuliah, ia tidak pernah melewatkan hari tanpa melihat layar laptop. "Udah, nggak usah di seriusin omongan bude kamu ya," ujar Ibu sambil menepuk pundak Ella. "Iya Ibu, udah maklum juga. Bella baru lulus kuliah kan?" "Iya, wisudanya tahun ini kata Bude." Ella mengangguk mengerti. Padahal Bella dan Ella memiliki usia yang sama, namun dirinya lebih dulu lulus kuliah dibanding Bella. Ella tidak terlalu dekat dengan Bella padahal mereka saudara sepupu yang seumuran. Ya efek Ella tidak bisa satu pemikiran dengan adik sepupunya itu. Bukan hanya soal sudut pandang, stylenya juga jauh berbeda. Ella terkesan biasa-biasa saja tetapi Bella malah cetar membahana. Ella tahu itu hak masing-masing orang, dia juga tidak mau ikut campur dalam urusan orang lain. "Oh gitu, baguslah daripada tiap hari liat dia gonta ganti bawa laki-laki pulang ke rumah,"ujar Ella. Sang Ibu langsung mencubit pipi Ella. "Ngomongnya dijaga!" "Iya iya Bu," balas Ella. Padahal itulah kenyataannya. Ella saja sampai tidak tahu yang mana calon suami Bella sebenarnya karena setiap kali papasan dengan Bella selalu saja orangnya berbeda-beda. Katanya si hanya teman saja, ya mungkin saja. "Kamu kapan nikah? Kemarin katanya ada yang mau lamar," ujar sang Ibu. Setelah sekian abad, akhirnya pertanyaan itu keluar dari mulut ibunya sendiri. Haha. Ella menyengir. "Belum tahu Bu, masih abu-abu!" "Jangan biasain nolak orang," sambung sang Ayah. Ella menatap Ayahnya dengan wajah sedih, "Nggak ada nolak orang." Ella tidak pernah menolak orang. Tetapi saat ada orang yang mengatakan suka dengannya, Ella selalu menyuruh untuk menghadap Ayahnya langsung. Ella tahu mereka hanya mental tempe dan tahu, mana berani langsung menemui sang Ayah. Kata Diba, "Laki-laki tu kalau serius punya niat baik ya pasti datang ke rumah." Ella tidak menyangkal pernyataan Diba karena baik Diba maupun Abel juga langsung nikah. Sekarang rumah tangga mereka adem ayem saja. Sebenarnya ada yang benar-benar ingin datang ke rumah, tetapi Ella tidak mengizinkannya. Ya bukan soal dia belum menjadi sosok yang Ella ingin, tetapi ada beberapa poin tentang sudut pandang yang Ella tidak suka dari dirinya. "Ingat ya Nak, Ayah nggak pernah nilai orang dari materinya. Kalau agamanya bagus udah yang lain nggak masalah." Ella tersenyum, Ayahnya memang luar biasa. Jika di luaran sana banyak orang tua yang menekankan anak-anaknya untuk mencari yang sepadan bahkan berlebih dalam hal materi tetapi kedua orang Ella tidak begitu. Contohnya saja bude Erni sendiri, kalau calon suami anaknya tidak ada gelar atau jabatan mana mau. "Iya Ayah, doain atuh." "Di doain terus, oh ya gimana kerjaan di sana?" tanya Ayah. "Aman kok Yah," jawab Ella sambil cengengesan. Namanya dunia kerja pasti keras, harus tahan banting apapun yang terjadi. kalau salah harus segera sadar bukan malah mencari pembenaran sendiri. Setelah makan, Ella pamit untuk berangkat kerja. Suasana pagi hari begitu ramai, banyak manusia yang berlalu lalang. Tentu saja mereka mencari rezeki di segala penjuru bumi yang sudah Allah siapkan. Ella berangkat dengan menggunakan motor yang sudah ia pakai sejak zaman kuliahan dulu. "Lah kok ramai?" ujar Ella melihat keadaan di depan. Sepertinya ada kecelakaan kecil yang terjadi. "Ada apa ya Bu di depan?" tanya Ella kepada Ibu-ibu dari arah berlawanan. "Oh itu neng, anak sekolahan jatuh." Ella kembali melanjutkan perjalanan dengan pelan-pelan, ia juga melihat keadaan sekitar. Pukul delapan kurang 5 menit, Ella sampai di parkiran perusahaan. Ia buru-buru masuk ke dalam tempat kerja dengan memegang tali ransel. Sesekali ia tersenyum ketika berpapasan dengan karyawan yang lain. Dunia kerja sangat-sangat menantang sekali. Plakkkk (Suara kepala Ella di timpuk) "Aiss sakiiiiit," dumal Ella sambil mengusap kepalanya. Kepalanya terkena timpukan buku tebal. Sakit, serius ini benar-benar sakit bukan sekedar asumsi. "Sehari lo nggak ganggu gue bisa Ki? benjol dah kepala gue," rengek Ella menatap tajam. Tersangka yang menimpuk kepala Ella hanya tertawa, kemudian langsung berjalan meninggalkan Ella sendiri dengan rasa sakit. "Dasar kawan yang tidak berperi perkawanan," ujar Ella di dalam hati. Ella tidak bisa diam, ia langsung mengejar laki-laki itu dan menarik ransel yang berada di punggungnya hingga tertarik ke belakang. Ella tertawa puas, "Main-main si lo sama gue." Ella langsung kabur, ia juga tidak mau jadi pusat perhatian. Dua sejoli yang sering terlibat perkelahian seperti kucing dan tikus. Ets ingat Ella kucingnya ya. Laki-laki itu adalah Zaki Alfiansyah, teman seperjuangan Ella ketika masih duduk di bangku kuliah. Jika Ella ingat bagaimana bisa mereka berteman, sangat tidak ada istimewanya. Hanya karena memiliki keluhan yang sama setiap harinya terkait jurusan mereka. Mereka ada berlima yaitu Ella, Ridho, Zaki, Abel dan Diba. Abel dan Diba sudah menikah, sedangkan Ridho mengikuti program pelatihan di Singapura selama kurang lebih 2 tahun. Zaki dan Ella memang bekerja di perusahaan yang sama, sebagai informasi saja jika Zaki anak dari pemilik saham terbesar di perusahaan ini. Tetapi sayang, jabatan Zaki sama dengan dirinya yaitu staff IT. Tidak ada yang tahu tentang identitas Zaki. Zaki juga memiliki bisnis sampingan yaitu memiliki cafe. Sering kali Ella numpang ngadem di sana jika pikirannya dengan dalam fase mumet. Ella masuk ke dalam ruangannya, ada 5 orang di dalam ruangan tersebut dan semuanya adalah perempuan. "Nama lu kagak ada di daftar yang ikut pelatihan ke Singapura," ujar Zaki yang sudah berada di depan meja Ella. "Serius?" Ella kaget dong, padahal ia sudah mempersiapkan segalanya tetapi sayang namanya malah tidak ada. Pupus harapan untuk keluar negeri. "Nama lu ada?" tanya Ella. Zaki langsung mengeluarkan ponsel dan memperlihatkan namanya tertera di sana. Ada sekitar sepuluh orang yang akan ikut pelatihan. Ia berbangga diri, padahal sebenarnya tidak minat sama sekali. Ya memanas-manasi Ella adalah sebuah kesenangan tersendiri. "Sana lo, gue mau kerja!!" usir Ella. Ia jadi kesal sendiri dan melempar Zaki dengan menggunakan kertas yang sudah dijadikan seperti bola. Zaki dengan mudah menangkap bola tersebut. "Udah hafal gue sama lemparan lu," ujarnya. Ia langsung keluar dari ruang Ella.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD