Penjelasan Dina dan Ana

1307 Words
Mereka bertiga, melangkahkan kaki jenjangnya ke arah kamar untuk menemui Dina dan Ina yang sejak tadi ditinggal di kamar. "Assalamualaikum …," sapa mereka bersamaan saat masuk ke dalam kamar. "Waalaikumsalam …," jawab Ina dan Dina yang sibuk dengan ponselnya. Ana bergegas mandi. Iffa dan Citra mendekat dan naik ke ranjang untuk ngobrol sama Dina. "Din, gimana badannya? Sudah membaik?" tanya Iffa khawatir. "Alhamdulillah, Amih. Sudah enakan badannya, aman lah. Gue baik-baik saja," balasnya tersenyum manis. "Syukurlah. Setidaknya bisa lebih tenang. Karena nanti malam kita ada jadwal 'kan kumpul setelah isya di pendopo," terang Iffa pada Dina. Ia menganggukan kepala patuh. "Din, gue mau nanya deh, asli penasaran banget," ujar Citra terlihat dia memang sangat penasaran. Iffa tidak tahu, apa yang akan ia tanyakan. "Boleh, Kak. Mau tanya apa emang?" tanya Dina lembut. "Lo, jawab jujur ya, Dina. Bagaimana bisa, lo sampe tenggelam? Kok aneh gitu menurut gue, secara badan lo tinggi gede kayak gini. Dan gue liat juga air kolam itu masih bisa terjangkau sama lo," ujar Citra sangat penasaran sekali. Membuat Ina yang sejak tadi diam pun ikut penasaran. "Eh iya benar juga kata Kak Citra. Pasti ada sebabnya. Kenapa Din? Gue mau nanya dari tadi, tapi enggak enak. Takut lo tersinggung." Ina mulai mengajukan pertanyaan. "Lo, baru nanya sekarang haha. Kenapa enggak dari tadi coba? Dasar oneng haha," balas Dina terkekeh dan ngakak. "Coba Dina ceritakan yang sejujurnya dan apa yang terjadi." Iffa menengahi dan meminta Dina menceritakan apa yang sebenarnya terjadi saat itu. "Oke begini ya. Air kolam itu memang masih bisa terjangkau karena postur tubuh gue yang tinggi. Lo semua yang disana juga pasti udah lihat tadi pas renang," jelas Dina perlahan, mereka menganggukan kepala paham. "Tapi, saat itu gue mulai iseng mencoba jalan ke tengah. Entah kenapa gue pengen banget ke tengah. Lalu, tiba-tiba kaki gue kram dong --," terang nya menceritakan awal mulai kenapa ia bisa tenggelam tadi. "Terus bagaimana lagi?" Iffa memotong pembicaraan mereka. "Sabar, Amih. Ini 'kan gue lagi ceritain, belum selesai udah main dipotong aja," jawabnya kesal. Memanyunkan bibirnya. "Eh ... hehe iya maaf. Sok dilanjut," balas Iffa cengengesan tanpa rasa salah. "Tau ini emak-emak satu, enggak sabaran amat sih. Main potong obrolan aja," ucap Citra ikut kesal dan penasaran. "Ya gak usah pada berantem sih. Udah napa, dengerin gue cerita dulu, mau dilanjut enggak ini?" balas Dina kesal. Mereka hanya tertawa saja. "Lanjut gaes ...." Ina memberi intrupsi untuk melanjutkan cerita. "Jadi, pas kaki gue keram itu. Tiba-tiba, gue ngerasa ada sesuatu yang melilit di kaki gue. Kaki gue bener-bener terlilit asli sumpah gak bohong. Dan kerasa banget itu narik kaki, jadi gue enggak seimbang dan tenggelam," terang Dina jujur, terlihat dari sorot matanya, ia berkata jujur. Iffa dan Citra saling melihat satu sama lain dan bingung dengan penjelasan Dina lalu tersadar karena pertanyaan Ina. "Berarti yang menyebabkan Dina tenggelam itu karena kaget ada sesuatu yang melilit kakinya. Tapi ntar dulu, ekor? Memangnya di kolam ada ikannya, Amih?" tanya Ina penasaran. "Kayaknya enggak ada deh. Itu kolam bersih, cuma banyak lumut aja di sekeliling tembok itu," jelas Iffa mencoba mengingat bahwa memang iya di dalam kolam itu gak ada ikan atau apapun. Citra melihat ke arah gue, mata mereka saling bertemu dan memandang satu sama lain. Seperti memikirkan hal yang sama. Masa iya ada ekor? Ekor apa coba di dalam kolam itu, aneh!! "Hmm ... mungkin lo salah merasakan kali, Dina. Lagian kalian itu baru juga nyampe malah pada mau aja diajak nyebur ke kolam. Lo juga kondisi pasti lelah, jadi mikirnya itu ada ekor yang melilit, padahal cuma kaki lo kram dan enggak seimbang, jadi tenggelam," jelas Citra dengan jawaban yang cukup masuk akal. Mencoba menenangkan mereka agar tidak merasa takut. "Ya, mungkin benar kata Kak Citra. Lo kecapean aja. Jadi merasa ada yang aneh di dalam kolam. Padahal gak ada apa-apa," terang Iffa menenangkan Dina. "Ada apa hey?" tanya Mbak Vara yang tiba-tiba masuk tanpa salam diikuti ninda dibelakangnya, membuat mereka semua terkejut. "Anjir, Mbak! Kaget!" Maki Citra yang terlonjak kaget. "Hahaha ... maaf. Kalian seru banget keliatannya. Lagi ngobrol soal apa?" tanyanya penasaran. "Abis dari mana kalian?" tanya Iffa tanpa basa-basi. Mereka yang ditanya mengerutkan dahi, kok tumben Iffa menanyakan hal yang seharusnya tidak ditanyakan. "Kenapa diam? Kalian habis dari mana?" Suara Iffa meninggi, membuat Mbak Vara seperti paham ada sesuatu. "Abis keliling Villa. Kenapa sih? Lebay banget sampe segitunya sewot!" balas Ninda yang belum paham, apa sebabnya Iffa meninggikan suaranya. "Kita enggak macem-macem. Lo tenang, gue paham maksud lo," ucap Mbak Vara tiba-tiba, ia mencoba menengahi Iffa dan Ninda yang seperti nya sebentar lagi ribut. "Gue harap, kalian bener-bener enggak macem-macem ya, Mbak. Gue gak mau ada apa-apa," balas Iffa dengan suara melemah. "Lo berdua mandi dan keramas. Cuma itu pesan gue." Iffa meng-ingatkan mereka. Entah kenapa, Iffa melihat mereka membawa sesuatu yang sangat busuk sekali. Meminta mereka mandi dan keramas agar lebih fresh. "Salah satu diantara kalian ada yang lagi halangan?" tanya Iffa makin serius. "Gue lagi halangan. Kenapa? Jangan bikin takut." Suara Ninda melemah. "Kalau takut, kenapa tadi enggak terima pas ditanya sama Iffa. Kocak lu!" jawab Citra kesal terhadap sikap Ninda tadi. "Ya maaf. Kenapa? Jelaskan!" tuntut Ninda meminta penjelasan. "Jangan buang bekasnya sembarangan, bawa pulang aja," ucap Iffa datar. Benar dugaannya, pasti salah satu diantara mereka ini ada yang sedang halangan, dan itu membuat makhluk astral senang. "Iya baik. Tau gini, gue enggak mau deh ajak Mbak Vara keliling. Maaf ya, Mbak," ujar Ninda tulus. "Enggak pa-pa. Aman kok, selama kita semua mau nurut," jawabnya lembut. "Amih …," panggil Dina tiba-tiba. "Kenapa?" tanya Iffa lembut. "Mih, bener loh tadi, gue merasa kayak ada ekor. Sumpah Demi Allah, gue enggak bohong," ujarnya ngotot. Huft, dibahas lagi. "Ekor? Dimana?" tanya Ninda penasaran. Pasti panjang urusan nya kalau seperti ini. "Udah enggak usah dipikirin. Kita siap-siap gantian mandi ya, karena habis isya kita forum di pendopo. Gue dan Iffa keluar dulu ya, mau kasih info ke kamar sebelah," jawab Citra cepat menyudahi obrolan tadi. Saat langkah kaki mereka hampir keluar kamar. Tiba-tiba terdengar teriak kan dari dalam kamar mandi. Mereka terkejut, Iffa berlari ke arah kamar mandi dan mengetuk pintu kencang. Perasaan Iffa sudah kalut dan takut terjadi apa-apa dengan Ana. "Ana!! Lo kenapa?" tanya Iffa khawatir terus menggedor pintu kamar mandi dengan keras. "Mih, tolong bukain pintunya! Enggak bisa dibuka!" Ana berteriak minta tolong dan keadaannya sudah menangis. Iffa yakin di dalam sana Ana sudah histeris. "Ana, lo tenang. Tarik nafas, trus buka pintunya perlahan. Ini pintu, lo kunci dari dalam." Mbak Vara mencoba menenangkan dan mengarahkan Ana. "Engga, Mbak. Ini engga gue kunci, sumpah. Tolongin!" "Amih … ada darah, Mih. Tolong, semuanya tolong bukain." Ana sangat panik, yang di luar kamar mandi lebih panik karena bingung harus melakukan apa. Iffa sedari tadi sudah mencoba membuka pintu kamar mandi namun rasanya sulit sekali. "Ana! Lo tenang, ikutin perintah gue! Sekarang," ucap Mbak Vara tegas. Ana menuruti perintah Mba Vara. Alhamdulillah pintu kamar mandi terbuka, ia berlari keluar kamar mandi dan memeluk Mbak Vara. Mbak Vara mengulurkan tangannya membelai rambut Ana dan mencoba menenangkannya. Ana terlihat shock sekali, jadi tidak bisa diajak bicara. Ana dituntun naik ke atas ranjang dan perlahan mulai tenang, "Aku takut," ujarnya, dua kata yang membuat bingung dan membuat mereka semua saling tatap satu sama lain. "Ana kenapa?" tanya Ina bingung, "Takut karena apa?" tanyanya lagi. "Itu ta-tadi a-airnya da-darah," balasnya tergagap dan shock sekali. Mbak Vara bergegas masuk ke kamar mandi untuk mengecek diikuti Citra dibelakangnya. Iffa melihat ke arah mereka, dan mereka hanya menggelengkan kepala, tidak ada apa-apa. Oke mulai usil menjelang malam sepertinya. Ninda menenangkan Ana yang masih ketakutan. Urusan Ana di serahkan pada Mbak Vara, Ina, Ana dan Ninda sedangkan Iffa dan Citra keluar kamar. Mereka masuk ke kamar sebelah, untuk memberitahu bahwa akan ada forum di pendopo setelah isya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD