Prolog

404 Words
Di Kediaman Anderson,     Dua orang pria tengah duduk di sebuah ruangan besar di rumah keluarga Anderson. Pria yang satu terlihat sudah berumur namun tetap tampak berwibawa dengan setelan jasnya. Sedangkan yang satunya jelas masih muda, dan tentunya dengan ketampanan yang dimilikinya.     Mereka berdua duduk berhadapan di satu meja dan saling menatap tajam.     "Jadi, apa yang ingin Ayah katakan sampai memaksaku datang ke sini?" tanya pria yang lebih muda.     "Setelah sekian lama, akhirnya kau mau kembali pulang ke rumah," pria yang lebih tua itu mendengkus, lalu menghela sembari menatap nanar ke arah pemuda di depannya.     "Kenapa sangat sulit sekali untuk menyuruhmu pulang? Bahkan hanya untuk menjenguk ibumu?" tanya Eric. Sang Ayah.     "Ck..langsung ke intinya saja Ayah, waktuku tidak banyak,"  si pemuda berdecak, mulai tidak sabar. Dan dia sungguh tidak ingin berada dalam situasi semacam ini lebih lama.     "Baiklah, aku akan langsung saja. Apa kau masih mengingat Tuan Gerald Broodsky?"     "Teman bisnis Ayah dalam proyek di Bali waktu itu? Ya, memangnya kenapa dengannya?"     "Dia dan istrinya baru saja meninggal dua bulan lalu dalam kecelakaan pesawat. Dan mereka memiliki seorang putri bernama Nadeline Gerald Broodsky."      "Lalu?" tanya si pemuda dengan alis yang naik sebelah. Dia mulai merasa janggal dengan pembicaraan mereka.     "Kau dan Nadeline akan menikah, Levine." Ucap Eric dengan tenangnya. Sementara pemuda yang dia panggil Levine itu melotot ke arahnya, terkejut dengan apa yang barusan dia dengar.     "Apa?!M-menikah? Ayah pasti bercanda!" Levine terbelalak, untuk beberapa saat ia terdiam, berusaha mencerna sebelum akhirnya berucap dengan emosi.      "Aku serius Levine, kau akan menikah dengannya. Lagi pula ini adalah perjanjian kami dulu sebelum orang tua Nadeline meninggal."     "Persetan dengan perjanjian konyol kalian! Sekarang ini mengenai hidupku. Kalian tidak bisa seenaknya mengatur kehidupanku seperti ini!" bentak Levine bersamaan sebuah tinju yang mendarat di permukaan meja, mencipatakan suara benturan yang cukup keras.     Namun Eric, masih bersikap tenang. Dia pun tidak takut atau terkejut dengan perbuatan Levine.     "Tenanglah Levine. Baiklah, kalau kau tidak menginginkan pernikahan ini. Tapi, setidaknya pikirkan ibumu."      Mendengar nama ibunya disebut membuat ekspresi Levine berubah dan perlahan ia kembali tenang.     "Kau sudah lihat kondisinya kan? Apa kau pikir dia bisa berumur panjang? Dokter bilang hidupnya mungkin hanya tinggal beberapa bulan lagi. Dan kau tahu apa yang paling dia inginkan sebelum ia meninggal? Melihatmu menikah dan hidup seperti orang normal lainnya!" akhirnya Eric meninggikan suara. Gertakannya berhasil, Levine langsung terdiam dan nampak berpikir begitu ibunya dibahas.     "Setidaknya pikirkanlah ibumu, Levine. Demi dia, apa kau tidak ingin mewujudkan keinginan terakhirnya?"     Levine masih diam, ia menatap Eric tajam dengan rahang mengeras, memikirkan kata-kata Sang Ayah.     "Menikahlah dengan Nadeline..."     Damn it!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD