Satu

555 Words
Sudah 2 tahun Sarah berjuang sendiri membesarkan putrinya, tidak mudah memang apalagi biaya hidup di ibukota tidaklah murah. Sarah tidak ingin menambah beban ibu mertuanya yang juga seorang janda. Ibu mertua Sarah di kampung hanyalah penjual sayuran di pasar dan harus membiayai adik almarhum suaminya. Untuk menutupi biaya hidupnya dan Ayu Sarah bekerja sebagai kasir di minimarket yang tak jauh dari kontrakannya. Gajinya cukup untuk membayar kontrakan dan makan sehari-hari. Hanya cukup tidak lebih. Ayu Setianingrum anak Sarah adalah gadis kecil yang manis,tetangga-tetangga sangat menyayanginya bukan hanya karena ia anak yatim tetapi juga Ayu sangat penurut sehingga mereka rela mengasuh Ayu saat Sarah bekerja walaupun tidak dibayar. Sarah sangat berterima kasih kepada tetangganya. "Nabi Nuh nabi Allah... latusan tahun usianya beldawah tak kenal lelah walau cedikit pengikutnya"Ayu menyanyikan lagu mengikuti film kartun yang ditontonnya sementara Sarah sedang membuat sarapan. "Ayu,ayo makan. Ibu suapin ya pake telor dadar. Baca bismillah dulu" Sarah membawa sepiring nasi beserta lauknya ke hadapan Ayu. "Bismiahilohmanillohim. Telon dadan enak !" Ayu menatap makanannya penuh minat. Makanan sederhana tersebut adalah kesukaannya. "Habis Ayu makan ibu berangkat ya! Nanti ayu sama mak Haji dulu. Sore nanti ibu pulang, terus kita jalan-jalan ke taman!" Sarah menatap gadis kecilnya. "Hole! Ayu mau ke taman main pelosotan ya bu" Mata Ayu berbinar. "Iya" Sarah bersyukur Ayu tidak pernah meminta hal-hal yang tidak mampu ia penuhi. Hal sederhana seperti ke taman di sore hari bisa membuat Ayu sangat bahagia. Selesai menyuapi Ayu, Sarah bersiap untuk bekerja. Ia menitipkam Ayu pada mak Haji sang pemilik kontrakan. Waktu sudah menunjukkan pukul 3 sore saatnya Sarah kembali ke rumah. Sepulang dari tempatnya bekerja setelah beristirahat sejenak Sarah segera mandi dan sholat Ashar lalu membawa Ayu ke taman sesuai janjinya. Ayu kelihatan sangat senang berkali-kali ia naik ke perosotan dan meluncur sambil mengangkat tangannya. Bermain sore hari di taman kerap kali dilakukan Ayu dan kesempatan itu sekaligus digunakan Sarah untuk menyuapi Ayu. Setiap selesai meluncur Sarah menyuapi Ayu. Sore itu angin berhembus sepoi-sepoi membuat jilbab biru muda Sarah bergerak tertiup angin. Sebuah sedan hitam Bentley Flying Spur melewati jalan di samping taman dengan kecepatan rendah karena sore itu ramai lalu lalang pejalan kaki. "Elvira... Elvira... Elvira!" Seorang pria berumur 30 tahun berteriak dan memukul-mukul kaca jendela dari dalam Bentley sambil menatap Sarah. "Satria, sadarlah nak Elvira sudah meninggal!" Seorang ibu paruh baya berusaha menenangkan anaknya. Kedua tangannya memegang bahu sang pria. "Elvira ...!" Satria berteriak sambil menunjuk ke arah Sarah, sang ibupun mengikut arah pandang anaknya. "El-vi-ra..." Terkejut tak percaya akan apa yang dilihatnya. Sang ibu yang biasa dipanggil Nyonya Wisesa menajamkan penglihatannya. "Pak Salim stop pak!" Perintah nyonya Wisesa segera dipatuhi sang sopir. Sedan Bentley pun menepi, dari kejauhan mereka mengamati Sarah dan Ayu yang sedang menikmati suasana sore di taman. "Jalan pak!" Kembali Nyonya Wisesa memberi perintah. Bentley itu pun kembali berjalan. Air mata Satria jatuh perlahan. Sejenak tatapannya penuh arti lalu kembali menjadi tatapan kosong. Bentley Flying Spur memasuki sebuah rumah mewah di kawasan elit Jakarta. Sang Nyonya turun dengan anggunnya. Seorang perawat sigap membawa Satria dengan kursi rodanya ke kamar. "Edwin, segera cari tahu perempuan yang mirip dengan Elvira di taman kota sore ini. Besok datanya antarkan ke rumah!" Perintah sang Nyonya melalui telepon. "Baik bu!" Nyonya Wisesa mematikan telponnya. Duduk di kursi dekat meja telpon sambil berpikir. Tidak lama gagang telpon kembali diangkat dan memencet tombol-tombolnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD