4

694 Words
Bab 1: Mimpi yang Sama (Lanjutan) Esok paginya, Aria bangun dengan perasaan yang aneh. Mimpi itu, kali ini terasa begitu nyata hingga ia bisa merasakan kehangatan dari benang merah yang mengikat tangannya dengan gadis itu—Keira. Nama itu bergaung dalam pikirannya, meski ia yakin tidak pernah mengenal siapa pun dengan nama itu. Namun, setelah mimpi tadi malam, ia merasa lebih yakin bahwa gadis itu bukan sekadar khayalan. Pagi itu, ia memutuskan untuk berbicara dengan ayahnya. Di meja makan, sambil menyiapkan sarapan sederhana, Aria memulai percakapan dengan hati-hati. “Ayah, pernahkah Ayah percaya pada takdir?” tanyanya, berusaha agar suaranya terdengar santai. Ayahnya terdiam sejenak, menatapnya dengan mata penuh pemahaman. “Takdir adalah sesuatu yang rumit, Nak. Kita bisa mencoba menghindarinya, tapi pada akhirnya, apa yang telah ditentukan akan selalu menemukan jalannya kembali.” Aria mengangguk, kata-kata ayahnya mengendap dalam benaknya. "Kalau begitu, Ayah, bagaimana jika aku pergi ke kota? Mungkin, aku akan menemukan jawaban di sana." Ayahnya memandangnya dengan penuh kasih. “Jika hatimu benar-benar memanggilmu untuk pergi, pergilah. Terkadang, untuk menemukan siapa diri kita, kita perlu menjauh dari apa yang kita kenal.” Sementara itu, Keira menjalani hari yang sama dengan perasaan yang tak kalah kuat. Selama di kantor, setiap langkahnya terasa kosong tanpa arti. Bayangan pemuda dalam mimpinya, yang kini ia tahu bernama Aria, terus mengisi pikirannya. Ia mencoba untuk bekerja, fokus pada berkas-berkas di depannya, tapi pikirannya selalu kembali pada momen terakhir mereka di taman sakura. Saat makan siang, Keira tidak tahan lagi. Ia mengambil ponselnya dan menghubungi sahabat dekatnya, Siska. Ketika Siska menjawab panggilan, Keira langsung menceritakan segalanya—tentang mimpi, taman sakura, dan pemuda bernama Aria. “Ini mungkin terdengar gila, tapi aku merasa seperti… seperti aku harus mencari orang ini. Seolah-olah ada yang hilang dalam hidupku tanpa dia,” ujar Keira, suaranya penuh kebingungan. Siska tertawa kecil, lalu menjawab dengan nada lembut. “Mungkin bukan gila, Keira. Mungkin itu takdir. Kadang-kadang, kita memang bertemu dengan seseorang yang sudah seharusnya hadir dalam hidup kita.” Keira terdiam sejenak, memikirkan kata-kata Siska. Mungkinkah pemuda dalam mimpinya benar-benar ada di suatu tempat di dunia nyata? Rasa penasarannya semakin dalam, dan untuk pertama kalinya dalam hidupnya, ia mempertimbangkan untuk mengikuti perasaannya daripada logika. Setelah bekerja, Keira memutuskan untuk pergi ke sebuah toko buku kecil di dekat kantornya, berharap menemukan buku atau panduan apa pun yang bisa menjelaskan makna dari mimpi-mimpi aneh yang ia alami. Saat ia melihat-lihat di rak buku, tangannya berhenti pada sebuah buku kecil berjudul "Jiwa yang Terhubung: Kekuatan Benang Merah Takdir." Keira merasa tertarik, lalu membelinya tanpa ragu. Di rumah, Keira membaca buku itu dengan penuh perhatian. Buku tersebut mengisahkan legenda tentang jiwa-jiwa yang terhubung oleh benang merah tak kasat mata. Menurut legenda, benang merah ini tak bisa diputuskan oleh waktu, jarak, atau kehidupan. Mereka yang terhubung oleh benang merah takdir akan selalu saling mencari, tak peduli seberapa jauh mereka terpisah. “Aria…” Keira berbisik, seolah nama itu mengalir keluar dari dalam hatinya. Di desa, malam itu Aria kembali bermimpi. Ia melihat Keira di taman sakura, seperti biasanya, namun kali ini, gadis itu terlihat berbeda—seolah-olah ia juga menyadari keberadaan Aria dengan lebih dalam. Mereka berdiri berhadapan, saling memandang dalam diam, namun ada kedekatan yang terasa kian nyata. “Aku akan mencarimu,” kata Aria dalam mimpinya, suaranya lembut namun penuh keyakinan. Keira hanya tersenyum, lalu mengangguk, seolah memberi jawaban tanpa kata. Saat Aria terbangun, ia sudah memantapkan hatinya. Ia akan pergi ke kota, meninggalkan kehidupan sederhana di desa untuk mengejar jawaban yang ada dalam mimpinya. Ia tidak tahu di mana harus mulai, tapi ia yakin bahwa, entah bagaimana, jalan hidupnya akan membawanya lebih dekat dengan gadis dalam mimpinya. Begitu pula dengan Keira. Setelah membaca buku tentang benang merah takdir, ia memutuskan bahwa ia tidak akan menunggu lagi. Jika takdir memang telah mengikatkan dirinya dengan seseorang, ia akan menemukannya, meski harus mencari tanpa kepastian. Di dalam hatinya, ia tahu bahwa pemuda dalam mimpinya sedang menunggunya. Malam itu, Aria dan Keira tidur dengan hati yang sama-sama dipenuhi harapan baru. Mereka tidak tahu apa yang menanti mereka, tapi satu hal yang pasti: perjalanan mereka baru saja dimulai, dan benang merah takdir telah menuntun mereka menuju satu sama lain.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD