5

781 Words
Bab 2: Pertemuan Tak Terduga Aria berdiri di terminal bus desa, membawa satu tas sederhana yang berisi barang-barang penting dan harapan besar untuk hidup baru di kota. Keputusan untuk pergi bukanlah hal yang mudah, tetapi perasaan aneh tentang mimpi-mimpinya, tentang Keira, dan benang merah takdir, memberi keberanian dalam hatinya. Ia merasa bahwa perjalanannya ini lebih dari sekadar mencari pekerjaan; ia seperti sedang mengikuti panggilan yang lebih dalam, sesuatu yang tidak bisa ia abaikan. Saat bus mulai melaju meninggalkan desa, Aria menatap keluar jendela, menyaksikan pemandangan yang perlahan berubah dari sawah yang tenang menjadi jalanan yang padat. Perjalanan berlangsung cukup lancar hingga tiba-tiba, setelah beberapa jam, bus mengalami kerusakan di tengah perjalanan. Supir bus memberi tahu para penumpang bahwa mereka harus menunggu beberapa saat di pinggir jalan sementara teknisi datang untuk memperbaiki kendaraan. Aria memutuskan untuk berjalan-jalan sebentar, mencari udara segar. Ia melangkah menjauh dari bus dan mendapati dirinya berada di sebuah taman kecil yang teduh, penuh dengan pepohonan sakura yang rindang. Ia terdiam, merasa deja vu menyelimuti dirinya. Taman ini, pohon sakura ini—semua terasa akrab, seolah ia pernah berada di sini sebelumnya. Ketika angin bertiup pelan, kelopak-kelopak bunga sakura jatuh perlahan, mirip dengan apa yang sering ia lihat dalam mimpinya. Sementara itu, di sisi lain taman, Keira duduk di bangku, sedang istirahat sejenak setelah menjalani hari yang panjang. Ia baru saja menyelesaikan pertemuan kerja dan memutuskan untuk mengunjungi taman ini untuk menenangkan pikiran. Sejak membaca tentang benang merah takdir, pikirannya terus dihantui oleh mimpi-mimpi itu dan nama “Aria” yang muncul begitu jelas dalam benaknya. Taman ini adalah tempat yang ia temukan secara kebetulan, namun begitu ia tiba, ia merasakan ketenangan yang aneh, seperti ada sesuatu yang menuntunnya ke sini. Keira menatap ke arah pohon-pohon sakura dan menarik napas dalam-dalam, menikmati keindahan kelopak bunga yang berguguran. Tiba-tiba, ia melihat seorang pria muda melangkah mendekat, seolah baru saja menyadari kehadirannya di tempat itu. Pria itu berhenti sejenak, tampak terpana ketika matanya bertemu dengan tatapan Keira. Aria merasakan jantungnya berdetak kencang. Wajah gadis di depannya... itu dia, gadis dalam mimpinya! Meski mereka belum pernah bertemu sebelumnya, ia langsung mengenali Keira dari senyum lembut dan tatapan yang dalam. Semua perasaan dari mimpi-mimpi itu membanjiri hatinya, membuatnya sulit berkata-kata. Keira, yang awalnya tidak mengenali Aria, perlahan mulai merasakan perasaan yang sama. Ada sesuatu yang sangat familiar dalam tatapan pria ini, seakan mereka sudah mengenal satu sama lain sejak lama. Mereka berdiri dalam keheningan sejenak, masing-masing tenggelam dalam perasaan yang tak bisa dijelaskan. "Apakah kita... pernah bertemu sebelumnya?" Keira akhirnya bertanya, suaranya nyaris berbisik, namun jelas terdengar oleh Aria. Aria tersenyum tipis, mengangguk perlahan. “Entahlah. Tapi... rasanya aku sudah mengenalmu.” Mereka berdua duduk di bangku taman, masih belum sepenuhnya percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Percakapan pun mengalir, perlahan namun pasti, dari hal-hal sederhana tentang siapa mereka hingga kehidupan masing-masing. Keira menceritakan tentang kesibukannya di kota dan ambisinya yang besar, sementara Aria berbagi kisah hidupnya di desa dan alasannya datang ke kota. “Rasanya seperti... mimpi yang jadi kenyataan,” gumam Aria tanpa sadar, menatap ke arah bunga-bunga sakura yang berjatuhan. Keira terkejut, matanya membulat. "Kau juga bermimpi tentang ini?" Aria mengangguk. “Aku sering bermimpi tentang taman seperti ini… dan seorang gadis. Aku tidak tahu kenapa, tapi setiap kali aku bermimpi, rasanya begitu nyata. Dan sekarang, aku benar-benar bertemu denganmu di taman ini.” Keira menghela napas panjang, merasakan sesuatu yang aneh namun indah sekaligus. Ia tahu ini bukan kebetulan; terlalu banyak persamaan antara mimpinya dan pertemuan ini. Dalam hati, ia mulai mempercayai bahwa ini adalah takdir yang selama ini ia baca—benang merah takdir yang menyatukan dua jiwa meski mereka berasal dari dua dunia yang berbeda. Mereka berbicara hingga senja datang, dengan perasaan yang semakin akrab, seolah-olah mereka telah mengenal satu sama lain sejak lama. Keira akhirnya harus kembali ke kantornya, sementara Aria juga perlu melanjutkan perjalanannya. Namun sebelum mereka berpisah, keduanya saling menatap, merasakan kehangatan yang baru mereka sadari. “Keira… Aku tidak tahu bagaimana ini bisa terjadi, tapi aku senang kita bertemu,” ujar Aria, mencoba menahan rasa emosional yang mulai muncul. Keira tersenyum. “Aku juga, Aria. Terima kasih sudah datang ke sini. Aku merasa... kita akan bertemu lagi. Ini bukan pertemuan terakhir.” Keduanya berpisah di taman itu dengan hati yang lebih ringan, merasa telah menemukan bagian dari diri mereka yang hilang. Meskipun mereka kembali ke kehidupan masing-masing, Aria dan Keira tahu bahwa pertemuan ini bukanlah akhir, melainkan awal dari perjalanan panjang yang telah dituliskan oleh takdir. Di bawah langit senja, taman sakura itu menjadi saksi dari pertemuan tak terduga dua jiwa yang terikat oleh benang merah takdir, menunggu waktu untuk menyatukan mereka kembali dalam sebuah kisah cinta yang lebih dari sekadar kebetulan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD