6

760 Words
Bab 2: Pertemuan Tak Terduga (Lanjutan) Setelah pertemuan di taman sakura, Aria kembali ke bus yang sudah diperbaiki, melanjutkan perjalanan menuju kota. Namun, pikirannya terus dipenuhi oleh pertemuannya dengan Keira. Ada perasaan hangat yang sulit dijelaskan setiap kali ia mengingat tatapan mata dan senyum gadis itu. Mimpi yang selama ini ia anggap hanya khayalan ternyata telah menjadi kenyataan. Rasanya seperti ia telah menemukan potongan puzzle hidupnya yang hilang. Sementara itu, Keira kembali ke kantornya dengan perasaan yang sama. Ia duduk di mejanya, menatap kosong ke layar komputer sambil teringat kembali percakapan mereka. Aria, nama itu kini terukir di hatinya. Selama ini, ia mengira mimpi-mimpinya hanyalah gangguan pikiran semata, tetapi kini, ia tidak bisa mengabaikan perasaan bahwa pertemuan mereka memiliki arti lebih dari sekadar kebetulan. Mungkinkah takdir benar-benar sedang mempertemukan mereka? Dalam beberapa hari berikutnya, baik Aria maupun Keira mencoba melanjutkan hidup mereka seperti biasa, tetapi rasa rindu yang aneh mulai tumbuh di hati mereka. Aria, yang kini bekerja di sebuah toko kecil di pinggiran kota, merasa setiap hari adalah pengingat akan pertemuan di taman itu. Terkadang, saat tidak ada pelanggan, ia duduk di sudut toko, memandang keluar jendela sambil berharap suatu hari nanti bisa bertemu Keira lagi. Begitu pula dengan Keira, ia mulai merasa hampa setiap kali melihat taman-taman di kota, berharap bahwa ia akan bertemu Aria lagi di salah satu tempat itu. Rasa ingin bertemu lagi semakin mendalam, hingga pada akhirnya ia memutuskan untuk berkunjung ke taman sakura yang sama setiap akhir pekan, berharap Aria akan muncul di sana. Namun, minggu demi minggu berlalu tanpa hasil. Meski demikian, Keira tidak menyerah. Baginya, setiap kali berada di taman itu, ia merasakan kehadiran Aria, seolah-olah ada bagian dari dirinya yang selalu menunggu. Setiap kali angin berhembus dan kelopak bunga sakura berguguran, ia mengingat senyuman Aria dan percakapan mereka. Ia mulai yakin bahwa mungkin saja ada sesuatu yang jauh lebih besar yang menghubungkan mereka. Sampai suatu hari, ketika hujan deras mengguyur kota, Aria memutuskan untuk mengunjungi taman itu. Meski ia tahu Keira mungkin tidak akan ada di sana, hatinya memanggilnya untuk kembali ke tempat yang menjadi saksi pertemuan mereka. Ia membawa payung dan berjalan melalui gerimis, mendekati bangku di bawah pohon sakura tempat mereka dulu duduk bersama. Di sana, ia duduk dan menatap langit yang kelabu, sambil berharap entah bagaimana takdir akan mempertemukan mereka lagi. Di tengah hujan yang mulai reda, sebuah keajaiban kecil terjadi. Keira, yang kebetulan berada di dekat taman setelah menyelesaikan pekerjaannya, melihat sekilas bayangan seseorang di bawah pohon sakura. Dengan jantung berdebar, ia mendekati pohon itu, berharap bahwa firasatnya benar. Saat ia mendekat, wajahnya tersenyum lebar begitu menyadari bahwa orang yang duduk di sana adalah Aria. “Aria…?” suara Keira terdengar, nyaris tenggelam dalam suara tetesan air yang jatuh dari daun-daun sakura. Aria menoleh, dan pandangan mereka bertemu lagi. Kedua hati mereka seakan tahu bahwa ini adalah momen yang telah ditunggu-tunggu. Mereka berdiri dalam keheningan sejenak, merasakan betapa nyamannya mereka berada di dekat satu sama lain. “Kukira kita hanya akan bertemu dalam mimpi,” kata Aria akhirnya, tersenyum tipis. Keira tertawa kecil, lalu mengangguk. “Aku juga berpikir begitu. Tapi sepertinya takdir memang ingin kita bertemu lagi.” Mereka kemudian berjalan-jalan di taman yang masih basah oleh sisa hujan. Kali ini, percakapan mereka lebih dalam dan terbuka, membicarakan mimpi-mimpi mereka dan harapan untuk masa depan. Mereka merasakan hubungan yang kuat, seakan-akan ada benang merah yang tidak terlihat namun jelas terasa mengikat mereka bersama. Di bawah pohon sakura yang berbunga dan udara yang sejuk setelah hujan, Aria dan Keira menyadari bahwa pertemuan mereka bukanlah kebetulan semata. Dalam hati mereka, tumbuh keyakinan bahwa mereka terikat oleh sesuatu yang lebih besar dari sekadar mimpi atau harapan. Mereka mulai percaya bahwa benang merah takdir telah membawa mereka satu sama lain, menuntun mereka melewati jarak dan waktu. Malam itu, saat mereka harus berpisah, Aria menggenggam tangan Keira, merasa bahwa ini adalah awal dari perjalanan yang panjang dan penuh makna. Mereka tidak tahu apa yang akan datang, tetapi mereka tahu satu hal: apapun yang terjadi, mereka akan selalu mencari satu sama lain. “Keira,” kata Aria sebelum mereka berpisah, “Jika kita memang ditakdirkan bersama, aku yakin kita akan terus dipertemukan, tidak peduli apa pun yang terjadi.” Keira mengangguk, matanya bersinar dengan harapan. “Benar, Aria. Karena takdir tidak akan pernah salah. Benang merah itu akan selalu menuntun kita, ke mana pun kita pergi.” Dengan senyum di wajah dan hati yang tenang, keduanya berpisah lagi malam itu. Namun, kali ini mereka tidak merasa kehilangan. Mereka tahu, ini bukan akhir, tetapi permulaan dari sebuah kisah yang telah dituliskan oleh takdir.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD