10

793 Words
Bab 3: Pesan dari Masa Lalu (Lanjutan) Sejak pertemuan dengan dukun tua itu, kehidupan Aria dan Keira dipenuhi perasaan aneh yang terus mengintai di bawah permukaan. Rasa penasaran dan kekhawatiran bercampur menjadi satu. Dalam hati, mereka berusaha memahami makna dari semua itu, namun tetap terasa asing—seperti memegang kunci tetapi tidak tahu pintu mana yang harus dibuka. Pada suatu malam yang sepi, Keira duduk di balkon apartemennya, memandangi langit yang dipenuhi bintang. Di pikirannya, kata-kata sang dukun terus bergema. Ia tidak bisa menghilangkan perasaan bahwa ada sesuatu yang penting yang belum ia sadari. Gelang merah di pergelangan tangannya terasa sedikit hangat, seolah memberikan tanda bahwa ia tidak sendirian. Di waktu yang sama, Aria duduk di pinggir ranjang, memegang gelang merah itu sambil memikirkan mimpi-mimpi yang ia alami setiap malam. Setiap kali tertidur, ia seakan terseret ke dalam kenangan masa lalu yang penuh perjuangan dan pengorbanan bersama Keira. Semua itu terasa nyata, begitu intens, hingga terkadang ia terbangun dengan nafas memburu, tubuhnya basah oleh keringat. Aria tidak tahan lagi dengan rasa penasaran yang terus menggelayutinya. Esok harinya, ia menghubungi Keira dan mengajaknya bertemu di taman sakura—tempat yang kini menjadi saksi perjalanan takdir mereka. Keira menerima ajakan itu dengan senang hati, merasa bahwa ini adalah kesempatan untuk mencari tahu lebih dalam tentang apa yang mereka alami. Saat mereka bertemu di bawah pohon sakura, Aria mengamati Keira yang tersenyum ke arahnya. Meski mereka baru mengenal, ia merasa seakan telah mengenal wajah itu selama berabad-abad. “Keira, aku tidak tahu bagaimana mengatakannya, tapi… aku merasa ada sesuatu yang harus kita pahami tentang semua ini. Tentang kita.” Keira mengangguk pelan, tatapan matanya serius. “Aku merasakan hal yang sama, Aria. Setiap malam, mimpi-mimpi itu semakin jelas. Aku melihat kita dalam kehidupan yang berbeda, dan aku merasakan semua emosi dan rasa sakit seolah itu benar-benar terjadi.” Aria menghela napas, mencoba merangkai kata-kata yang sulit untuk diucapkan. “Dukun itu bilang kita memiliki peran penting untuk menjaga keseimbangan dunia. Tapi… apa maksudnya? Bagaimana kita bisa terlibat dalam sesuatu sebesar itu?” Keira menatapnya dalam-dalam, mencari jawaban di balik tatapan Aria. "Aku tidak tahu, tapi aku merasa bahwa semua ini bukanlah kebetulan. Mungkin memang ada sesuatu yang harus kita lakukan, tapi kita hanya belum mengetahui apa itu." Tiba-tiba, seorang pria tua dengan wajah yang tak asing bagi mereka muncul di belakang pohon sakura. Dukun yang sama, dengan senyum samar di bibirnya, berjalan mendekati mereka. "Kalian mulai merasakan kebenaran yang ada dalam diri kalian," katanya, mengangguk puas. "Itu bagus. Kesadaran kalian tentang kehidupan sebelumnya adalah awal yang penting." Keira menggenggam tangan Aria erat-erat, merasa ada sesuatu yang besar dan menakutkan di balik perkataan dukun itu. “Tolong jelaskan, Pak. Apa yang sebenarnya terjadi pada kami? Mengapa kami merasa seakan sudah saling mengenal sejak lama?” Dukun itu duduk di bangku kayu di depan mereka, melipat tangannya di atas tongkatnya. “Aria, Keira… dalam setiap kehidupan kalian, kalian selalu memiliki peran yang sama—menjadi penjaga keseimbangan antara dua kekuatan besar di dunia ini. Kalian adalah reinkarnasi dari dua jiwa yang telah terikat sejak zaman kuno. Setiap kali dunia berada di ambang kehancuran, kalian dipertemukan untuk melindungi keseimbangan itu.” Aria menelan ludah, hatinya berdegup kencang mendengar penjelasan yang begitu mendalam. “Jadi, kami harus melakukan sesuatu? Tapi apa? Kami hanya orang biasa.” Dukun itu tersenyum tipis. “Tidak ada yang benar-benar biasa, Aria. Kalian memiliki kekuatan yang belum terbangun. Dalam kehidupan ini, kalian mungkin belum menyadari potensi kalian, tapi dalam jiwa kalian tersimpan kemampuan yang besar. Dan gelang merah yang kalian pakai akan membangkitkan kekuatan itu ketika waktunya tiba.” Keira menunduk, mencoba memahami segala sesuatu yang baru saja didengarnya. “Jadi, tujuan hidup kami adalah untuk menjaga keseimbangan dunia? Tapi bagaimana kami bisa tahu kapan harus bertindak? Apa yang harus kami lakukan sekarang?” Dukun itu mengangguk, tatapannya dalam dan penuh kebijaksanaan. "Kalian tidak harus memahami semuanya sekarang. Ikuti kata hati kalian, dan benang merah itu akan memandu kalian. Ketika ancaman itu muncul, kalian akan tahu." Sebelum mereka sempat bertanya lebih lanjut, dukun itu bangkit dan berjalan perlahan meninggalkan mereka, membiarkan mereka tenggelam dalam pemikiran yang mendalam. Dalam hatinya, Aria merasa ada dorongan untuk melindungi Keira, seolah-olah tugas itu telah tertanam dalam jiwanya sejak dulu. Di sisi lain, Keira merasa ada kekuatan besar dalam dirinya yang mulai bangkit, memberikan keyakinan bahwa mereka akan mampu menghadapi apa pun yang datang. Aria dan Keira saling berpandangan. Mereka tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan, tetapi sekarang mereka merasa siap. Mereka tidak hanya sekadar pasangan yang dipertemukan oleh takdir; mereka adalah penjaga keseimbangan dunia yang telah terikat oleh benang merah takdir sejak masa lalu. Dengan perasaan yang bercampur aduk antara ketakutan dan harapan, mereka berjanji dalam hati untuk tetap bersama dan menjalani misi ini dengan keberanian.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD