Bab 3: Pesan dari Masa Lalu (Lanjutan)
Beberapa hari setelah membaca buku Legenda Jiwa Abadi, Aria dan Keira merasa semakin sering mendapatkan “tanda-tanda” yang mengarah pada masa lalu mereka. Setiap kali mereka bertemu, ada momen-momen ketika mereka bisa melihat kilasan kenangan, seperti sebuah film yang berkedip sebentar lalu menghilang.
Suatu malam, saat duduk di taman yang biasa mereka kunjungi, Keira mengutarakan hal yang sudah lama ia rasakan. "Aria, semakin lama, aku merasa seakan-akan ada kekuatan yang menarik kita pada sesuatu yang tak terlihat. Apakah kamu juga merasakannya?"
Aria mengangguk. "Iya, aku merasa ada sebuah energi di antara kita, sesuatu yang mulai terasa lebih jelas setelah pertemuan dengan dukun itu."
Keira menghela napas, menatap langit malam yang bertabur bintang. "Aku tidak tahu apakah aku siap menghadapi apa pun yang mungkin terjadi. Rasanya seperti kita melangkah ke sesuatu yang lebih besar daripada yang bisa kita bayangkan."
Aria meraih tangan Keira, menggenggamnya dengan hangat. "Apa pun yang akan kita hadapi, kita akan melewatinya bersama. Kita punya kekuatan itu, Keira. Kita hanya perlu percaya."
Tiba-tiba, angin berembus kencang, dan suara dahan pohon bergesekan satu sama lain seolah memberikan tanda. Di tengah keheningan malam, mereka mendengar langkah kaki mendekat. Dari balik bayangan pepohonan, dukun tua yang mereka temui sebelumnya muncul, kali ini dengan wajah yang lebih serius.
"Aku tahu kalian sudah mulai melihat sebagian dari kebenaran," ucapnya pelan, tatapannya tajam. "Kalian mulai memahami siapa diri kalian, tetapi ada sesuatu yang harus kalian ketahui sebelum melangkah lebih jauh."
Keira dan Aria saling berpandangan, bingung namun tetap mendengarkan dengan penuh perhatian.
“Dalam kehidupan kalian sebelumnya,” lanjut dukun itu, “kalian berdua adalah pemegang kunci keseimbangan antara dua kekuatan yang ada di dunia ini. Kekuatan baik dan kekuatan gelap. Seiring waktu, keseimbangan itu mulai terganggu oleh sebuah kekuatan gelap yang telah menunggu saatnya untuk bangkit.”
Aria menelan ludah, berusaha memahami ucapan dukun itu. "Jadi, apa yang harus kami lakukan?"
Dukun itu menghela napas panjang, kemudian menatap mereka dengan wajah penuh ketegasan. "Kalian harus menemukan ‘Cincin Keseimbangan’—artefak kuno yang disegel di suatu tempat yang hanya bisa ditemukan oleh jiwa-jiwa yang telah terikat oleh takdir seperti kalian. Cincin itu memiliki kekuatan untuk menahan kebangkitan kegelapan."
Keira merasa dadanya berdegup kencang. "Bagaimana kita tahu di mana mencarinya? Dan bagaimana kita bisa yakin kita bisa menemukannya?"
Dukun itu mengeluarkan sebuah benda kecil dari kantongnya, sebuah kristal merah yang tampak bercahaya samar di bawah sinar bulan. "Kristal ini adalah petunjuk pertama. Ketika kalian semakin dekat dengan tempat di mana cincin itu disembunyikan, kristal ini akan bercahaya lebih terang. Namun, perjalanan itu tidak akan mudah, dan akan ada halangan yang mencoba menghentikan kalian."
Dukun itu menyerahkan kristal tersebut kepada Keira, yang langsung merasakan energi hangat yang mengalir dari benda itu. "Ingat, hanya dengan kepercayaan satu sama lain dan kekuatan cinta kalian, kalian bisa mencapai tujuan ini. Jangan biarkan keraguan menguasai hati kalian, karena itulah yang diinginkan oleh kekuatan gelap."
Sebelum mereka sempat bertanya lebih lanjut, dukun itu berbalik dan berjalan pergi, menghilang di balik bayangan malam. Mereka hanya bisa berdiri terdiam, memandangi kristal yang berkilauan di tangan Keira.
Malam itu, Aria dan Keira memutuskan untuk menerima tugas mereka. Meski ketakutan dan keraguan tetap ada, mereka tahu bahwa ini adalah bagian dari takdir yang harus mereka jalani. Dengan kepercayaan satu sama lain, mereka berjanji untuk tidak mundur dan melindungi dunia dari kegelapan yang mengancam.
Kristal di tangan Keira mulai bersinar lebih terang, seolah merespons tekad mereka. Perjalanan yang panjang dan penuh tantangan baru saja dimulai, dan benang merah takdir yang mengikat mereka kini terasa semakin kuat, membimbing mereka ke dalam misi yang akan menguji segalanya—keberanian, kepercayaan, dan cinta mereka yang tak terputuskan.