Episode 10

1103 Words
Aldrich mengetuk meja berulang kali, tersenyum semirik sambil menjilati bibir seksinya. Sejak kapan ia menjadi b*******h? Sudah lama tidak merasakan perasaan seperti ini. Pria memutar-mutar kursi kebesarannya, menopang kaki kanannya sambil mengeluarkan ponsel. Namun, kegiatannya berhenti saat mengingat kejadian tadi pagi, dimana ia bertemu dengan Jazlyn, gadis yang menurutnya sangat menarik. Flashback on Aldrich berjalan melewati lobi di sambut oleh karyawan lainnya yang menunduk hormat. Sampai di depan lift, ia mencium bau memabukkan yang membuat dirinya bergejolak, meronta ingin melahap habis-habisan tiada tersisa. Pria itu menoleh ke arah belakang, mendengar pembicaraan dari seorang gadis dengan resepsionis. "Adakah yang bisa saya bantu, Nona?" tanya sang resepsionis. Gadis itu angkat bicara membuat Aldrich terperangah karena suaranya yang lembut. "Saya ingin melamar kerja di perusahaan ini, Nona Diva." "Kebetulan sedang ada wawancara di lantai dua puluh. Anda bisa ke sana." Gadis itu menjawab, "Terimakasih." Karena pembicaraan berhenti, Aldrich masuk ke dalam lift. Ia yakin kalau gadis itu akan ikut masuk ke dalam lift juga. Pria itu tersenyum semirik saat melihat sang gadis berlari ke arahnya. "Tunggu!" teriaknya sambil terengah-engah. Gadis itu masuk begitu saja, berpegangan pada dinding. Aldrich hanya mengawasi dengan pandangan dingin. "Terimakasih," ujarnya. Aldrich sedikit mendekat ke arah gadis itu sambil mengendus baunya yang sangat wangi sampai membuat sang gadis tersentak kaget. Aldrich sangat tertarik untuk menggoda gadis tersebut. "Siapa namamu?" tanyanya sambil terus menatap sang gadis dengan intens. "Ja-Jazlyn," jawab gadis itu gugup. Karena melihat ekspresi Jazlyn, pria itu melirik ke arah amplop dan turun ke bagian betis "Mau melamar kerja?" tanyanya dengan dingin. Jazlyn langsung mengangguk cepat lalu menunduk tidak berani menatap wajahnya. Aldrich menyeringai melihat tingkahnya. Ia semakin mengeluarkan hawa pemikatnya. Namun, gadis yang bernama Jazlyn tidak bereaksi sama sekali. 'Menarik' batinnya sambil mengendus aroma Jazlyn. Aldrich itu berjalan ke arahnya, menepis jarak diantara mereka. Tangan kekar pria itu di menempel di dinding lift, mengungkung gadis tersebut. Jazlyn sampai kaget dibuatnya dan terlihat shock "Stockingmu, sobek." Bunyi lift terbuka, ia pun beranjak pergi tanpa menoleh sedikitpun. Senyum mengembang di sudut bibirnya yang seksi membuat siapapun yang melihatnya terpesona. Aldrich berjalan menuju ruangan yang disiapkan oleh bawahannya. Ia meminta tiga orang untuk mewawancarai para pelamar itu. Aldrich berhenti di depan pintu berwarna coklat, lalu membuka handle pintu perlahan. Tiga manusia sedang menunduk, tidak ada yang berani menatapnya. "Aku butuh sekretaris," celetuk Aldrich sambil berjalan merapikan jasnya lalu duduk dengan menopang sebelah kaki kiri. Permintaan tiba-tiba dari Aldrich membuat ketiga orang itu tersentak kaget. Bukankah perusahaan ini hanya membutuhkan dua karyawan di bagian divisi keuangan dan periklanan? "Ikuti perintahku. Aku akan mengawasi jalannya wawancara." Baru kali ini, bos mereka bertindak langsung mengenai wawancara yang tidak begitu penting. "Keluar!" titah Aldrich dingin membuat tiga orang itu kocar-kacir keluar begitu saja. Aldrich mengusap wajahnya dengan kasar. Sungguh konyol, hanya karena seorang manusia lemah ia bertindak di luar kendali. "Aku hanya tertarik untuk mempermainkannya," ujar pria itu sambil menyeringai. Saat hendak beranjak dari sofa, ada seseorang yang membuka pintu perlahan. Aldrich tersenyum ketika melihat gadis yang ditemuinya tadi di lift. Ia ingin tahu, apa yang dilakukan Jazlyn. Gadis menutup pintu dengan rapat lalu menghela nafas panjang. Dia menaruh tas dan berkasnya di lantai lalu mulai menaikkan roknya sampai terangkat hampir memperlihatkan seluruh paha putihnya. Setelah itu, dia melepas stokingnya begitu saja. Aldrich mengawasi kegiatan Jazlyn dari awal sampai akhir tanpa adanya kecurigaan dari gadis itu. Pria tersebut menatapnya lekat dengan menyeringai, seolah mendapatkan mangsa baru. Bau harum yang dikeluarkan dari tubuh Jazlyn menggoda imannya untuk mendekat ke arah gadis itu. Tidak bisa menampik dan bertahan, Aldrich berjalan perlahan untuk menepis jarak di antara keduanya. Sedangkan Jazlyn masih sibuk berbenah diri. "Sepertinya, Anda salah ruangan," celetuk Aldrich itu membuat Jazlyn tersentak, menoleh ke belakang. Matanya melotot dan kaget bukan main melihat dirinya yang kian mendekat. Bahkan terlihat seperti patung. Hal itu membuat Aldrich ingin terus menggoda Jazlyn. Terlihat bahwa gadis itu sedang panik, namun berusaha untuk tenang. Dia kemudian menarik nafasnya panjang lebar lalu tersenyum manis sekali. "Anggap Anda tidak melihat apapun," ucap Jazlyn sambil membuang malu. Aldrich melangkah ke depan semakin dekat hingga berjarak dua centimeter. Tubuh tegapnya sedikit di condongkan sampai gadis itu mundur ke belakang menabrak pintu. Ia pun berbisik di telinga bagian kiri milik Jazlyn. "Tubuhmu sempurna Meskipun hanya paha putih dan kaki jenjangmu yang kelihatan." Mulut gadis itu terkatup rapat dan hanya membuang muka merahnya yang menjalar hingga ke cuping telinga. 'Menarik dan imut' batin pria itu di dalam hati. Tidak bisa menampik lagi, saat melihat kemeja putih yang menghiasi sebagian tubuh Jazlyn membuatnya menelan ludah berkali-kali. Gadis itu terlihat sangat seksi. Bahkan, wajahnya yang mungil seperti boneka itu terlihat pas jika di rengkuh olehnya. Aldrich kemudian memegang handle pintu lalu membukanya perlahan agar gadis itu sedikit mendekat kepadanya. Rencananya sukses terbukti bahwa Jazlyn menutup kedua matanya. Aldrich melirik, menyeringai sambil memegang pinggang Jazlyn hingga berteriak, "c***l!" Gadis itu melepas tangan pria itu dengan kasar lalu pergi meninggalkannya sendirian. Pria itu tersenyum puas dan keluar ruangan dengan senyum memgembang. Ia berhenti di tengah koridor saat melihat seorang karyawan sedang berbicara dengan Jazlyn. Apakah Anda juga mau melamar?" tanya karyawan yang memberi instruksi tadi. "Benar," jawab Jazlyn ramah. "Anda cantik. Semoga di terima di divisi bagian keuangan." Terlihat sang karyawan tersipu malu melihat gadis itu. Aldrich tidak tahu, di hatinya seperti ada amarah yang timbul begitu saja membuatnya menatap tajam ke arah karyawannya sampai membuatnya gelisah. "Se-sebaiknya, Anda masuk dulu. Se-sebentar lagi akan dimulai." Karyawan itu terlihat gugup membuat Jazlyn menyatukan alisnya tanda heran. "Masuklah…," perintah Karyawan itu sambil berbisik. Setelah Jazlyn masuk, Aldrich berjalan menghampiri karyawan itu. Dia menunduk hormat sambil gemetar. "Jangan kau dekat dengannya." Ucapan itu seperti ancaman bagi sang karyawan. Dia hanya mengangguk cepat, membuat Aldrich tersenyum puas lalu pergi meninggalkan karyawan tersebut. Flashback off Tanpa sadar, Aldrich mengepalkan tangannya kuat ketika mengingat bagian akhir dari kejadian tadi. Terus terang, ia tidak suka kalau Jazlyn ditatap seperti itu oleh pria lain. Aura hitam pekat terus keluar mengelilingi tubuhnya. Seseorang yang sedari tadi, berdiam diri mengamati Aldrich tidak berani menyapa lantaran takut berbuat sesuatu yang membuatnya marah. Dari tadi, dia hanya mengamati junjungannya yang mengubah mimik wajahnya berulang kali. Baru pertama kali, orang itu melihat Aldrich yang mengeluarkan berbagai ekspresi wajahnya. 'Apakah mungkin, Tuan sedang jatuh cinta?' pikirnya berulang kali sambil terus menatapnya tanpa henti. Ekspresi wajah Aldrich yang semula terlihat marah mendadak tersenyum kembali. Orang yang tidak jauh darinya hanya menggelengkan kepala berulang kali. Jelas saja keheranan, tapi dia hanya diam saja. "Aku punya rencana," celetuk Aldrich sambil tersenyum semirik. "Rencana apa, Tuan?" tanya orang itu membuat Aldrich sedikit kaget. Dia terpaksa bertanya karena penasaran. "Kau!" Mata Aldrich menajam menatap orang itu yang hanya tersenyum bodoh. BERSAMBUNG
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD