bc

Love Between Us

book_age0+
173
FOLLOW
1K
READ
friends to lovers
arrogant
manipulative
CEO
neighbor
bxg
like
intro-logo
Blurb

Carilla, gadis yang ceria dan setia.

Cello, pengusaha muda kaya raya yang sangat mencintai Carilla

Theo, taipan muda Manhattan namun tidak jujur pada dirinya sendiri.

Apa yang terjadi saat cinta mengubah hubungan ketiganya?

chap-preview
Free preview
First
“Rilla!” “Ada apa, Kak?” “Mau kemana lagi kamu? Mom dan Dad sebentar lagi pulang.” Seorang gadis manis berambut dark brown panjang menjentikkan jarinya. ”Tenang saja. Sebelum Dad dan Mom pulang, aku pasti sudah di rumah.”sahut gadis manis itu lalu langsung berlari keluar rumah meninggalkan kakaknya yang kesal melihat tingkah adiknya. Rilla berjalan riang menyusuri jalanan kompleks saat sebuah motor bertenaga besar berhenti mendadak tepat di depan Rilla. “Hai! Aku tadi ke rumahmu, tapi kata Rissa, kamu sudah pergi.”ucap si pengendara motor sambil membuka helm-nya dan memamerkan senyum sejuta watt-nya pada sang gadis. Selama sedetik Rilla terdiam dan detik berikutnya langsung memeluk laki-laki di hadapannya, ”Siapa yang tidak mau ketemu cepat-cepat kalau tahun ini saja kamu cuma pulang 3 kali.”gerutu Rilla sambil mencoba untuk merajuk. “Aku juga ingin bertemu denganmu lebih sering, Sayang. Tapi mau bagaimana lagi. Dad terlalu sibuk, jadi aku harus jadi penggantinya selama dia ke luar negeri. Tapi aku mau minta maaf dulu. Kali ini aku tidak bisa lama-lama disini. Aku datang kesini bersama klien.” “Oke oke. Aku mengerti. Itu risiko memiliki kekasih seorang pengusaha yang sangat sibuk.”gumam Rilla pelan. “Tapi malam ini aku harap kamu bisa makan malam bersama dengan kedua orangtuaku. Mereka juga baru pulang untuk liburan. Dan aku tidak yakin mereka bisa lama disini. Aku ingin hubunganmu dengan mereka sebaik hubungan kita.” Laki-laki itu mengecup dahi Rilla dengan lembut dan penuh kasih,”Baiklah. Aku akan melakukan apapun yang kamu inginkan, karena hari-hari yang bisa kuhabiskan bersamamu tidak bisa sebanyak dulu. Tapi sebelum ke rumahmu, kita pergi jalan-jalan dulu sebentar, oke? Aku sangat ingin menghabiskan waktu bersamamu hari ini, Sayang.” Rilla mengangguk setuju sebelum naik ke atas motor dan memeluk pinggang laki-laki itu. Rilla bahkan tidak merasa perlu berpamitan dengan kakaknya di rumah. “Cello… Kamu sudah janji mau makan malam bersama kedua orangtuaku, tapi kenapa kamu harus pergi sekarang?”tanya Rilla pelan saat laki-laki yang bernama Cello itu mengantarnya ke rumah dan mengatakan bahwa dia tidak dapat ikut makan malam bersama keluarga Rilla. Cello menengadahkan wajah Rilla dengan ibu jari dan telunjuknya di dagu Rilla, ”Aku akan melakukan apapun untuk mendapatkan kesempatan ini. Tapi bukan sekarang. Klien-ku pergi jalan-jalan dan dia tersesat, saat ini dia sedang berada di kantor polisi. Aku harus menjemputnya. Kalau semua berjalan lancar, aku akan segera kembali kesini. Aku janji.”jawab Cello lembut dengan wajah penuh penyesalan, membuat Rilla langsung menerima semua alasan yang diberikan Cello. “Kau tahu kalau tidak ada yang lebih kuinginkan dibanding menghabiskan waktu bersamamu, Sayang.” “Baiklah. Aku harap Mom dan Dad tidak kecewa. Aku tidak tahu, tapi aku hanya merasa kalau mereka kurang menyukaimu karena kau jarang ada disini untukku. Menurut mereka kau tidak serius berhubungan denganku.” “Sampaikan pada mereka bahwa aku minta maaf sedalam-dalamnya karena mungkin tidak akan hadir saat acara makan malam kalian. Aku akan mencari waktu untuk makan malam bersama keluargamu sebelum berangkat.”ucap Cello tulus, “Dan aku tidak perlu apa kata orang lain, bagiku cukup kau tahu kalau aku serius padamu.” “Aku tahu. Sudahlah… Lebih baik sekarang kamu pergi ke tempat klien-mu sebelum aku menahanmu lebih lama disini.”gumam Rilla sambil menatap wajah kekasihnya dengan seksama. “Aku sangat menginginkanmu… Jaga dirimu untukku.”ucap Cello sesaat sebelum mencium Rilla dan kemudian pergi dengan motornya. Rilla hanya bisa menatap kepergian Cello. Pria itu adalah kekasihnya sejak dua setengah tahun yang lalu. Mereka bertemu saat acara reunian SHS tempat Rilla bersekolah dan kebetulan Rilla diminta untuk menjadi salah satu panitia membantu alumni. Disanalah ia bertemu dengan Marcello Seirios dan hanya butuh waktu sebulan bagi pria itu untuk menaklukkan Rilla. Perbedaan usia mereka yang mencapai 6 tahun membuat hubungan mereka penuh warna. Rilla menggelengkan kepalanya saat kenangan itu menyeruak masuk dalam ingatannya dan membuka pintu pagar rumahnya saat sebuah suara berat yang sangat familiar memanggil namanya, ”Carilla!” Dengan cepat gadis itu langsung membalik tubuhnya. Hanya ada satu orang yang dikenalnya yang memanggil nama aslinya. Dan dugaan Rilla benar. Seorang laki-laki jangkung keluar dari sebuah Porsche 911 hitam metalik dan berjalan menghampirinya. Wajahnya yang tampan membuat Rilla bingung kenapa laki-laki ini tidak pernah terlihat menggandeng seorang wanita. “Hai, Theo. Kapan kamu kembali dari Alaska?”tanya Rilla ramah, dan dalam hatinya sangat senang melihat laki-laki itu. Laki-laki bernama Matheo itu memeluk Rilla seakan hanya ini kesempatannya untuk dapat bertemu gadis manis itu. Rilla pasrah dipeluk oleh Theo, karena baginya, Theo sudah seperti saudara laki-lakinya sendiri. Dan sejujurnya, Rilla juga merindukan laki-laki ini. ”Mana James dan Caroline?”tanya Theo sambil memeluk bahu dan kemudian masuk ke dalam rumah bergaya Eropa itu. ”Ada di dalam. Tumben kamu mampir kesini? Dalam rangka apa nih?” Theo membelai kepala Rilla dengan lembut,”Mau tahu aja anak kecil satu ini...”ucap Theo dengan senyum penuh misteri, merangkul bahu Rilla dan berjalan masuk bersama ke dalam rumah. ”Yang kamu bilang anak kecil ini sudah tingkat akhir sekarang.”gerutu Rilla namun tidak menjauh dari pelukan Theo. Rilla sama sekali tidak bisa melupakan pembicaraan yang terjadi pada saat makan malam pertamanya dengan kedua orangtuanya setelah setengah tahun. Rilla awalnya sudah curiga dengan kedatangan Theo, karena seorang Matheo tidak akan pernah meninggalkan Alaskan hanya untuk masalah kecil mengingat pria itu memiliki hampir segalanya disana. Mulai dari basis perusahaan multi sektoral miliknya hingga deretan kekasih yang tidak pernah Rilla tahu keberadaannya. Tapi Rilla berusaha berpikir jernih dengan berasumsi bahwa mungkin Theo memang datang dalam rangka liburan. Dan ternyata semua asumsi Rilla salah besar! Kedua orangtuanya beserta Rissa sepakat untuk melakukan penelitian keliling dunia dan menjual semua saham mereka pada Theo. Bahkan mereka juga berniat untuk menyuruh Rilla berhenti sekolah, menyewa seorang guru yang bisa travelling dan ikut bersama mereka melakukan penelitian. Rilla masih ingat dengan jelas apa yang dikatakan Theo untuk mencegah James dan Caroline melaksanakan niatnya membawa Rilla pergi. ”Aku akan menjaga Rilla disini. Kalian bisa mempercayakan Rilla padaku. Aku sudah memindahkan semua urusan kantor di Alaska ke Manhattan, dan mulai besok aku akan tinggal tepat di depan rumah kalian. Aku ingin kalian mengizinkan Rilla menyelesaikan sekolahnya dulu disini. Setelah itu, aku sendiri yang akan mencari kalian dan mengantarkannya. Bagaimana?” Dari dulu, Theo selalu lebih memahami Rilla dari siapapun. Rilla masih ingat dengan jelas bagaimana Theo benar-benar mendukung keputusannya untuk memilih sendiri sekolahnya, walaupun itu membuat Theo harus mengikuti kemanapun James dan Caroline pergi selama sebulan untuk menggantikan Rilla, meninggalkan semua pekerjaannya di Alaska. Terkadang Rilla berpikir jangan-jangan Theo lebih mengerti dirinya dibanding diri Rilla sendiri. Dan sekarang, Theo berhasil membujuk kedua orangtua Rilla agar tidak membawanya pergi. Walaupun Rilla harus bersedia tinggal berdua bersama Theo. Dan pilihan itu tidak terlalu berat bagi Rilla dibanding apa yang sudah Theo korbankan untuk menjaganya di Manhattan. Mengingat Theo sama sekali tidak memiliki hubungan darah dengan keluarganya, kepercayaan yang diberikan kedua orangtuanya pada Theo sungguh menakjubkan. Rilla sedang melamun di beranda kamarnya saat Theo masuk tanpa mengetuk pintu. “Hei, Carilla... Sampai kapan kamu mau melamun disitu, sweety? Ayo cepat! Kita harus mengantar mereka ke bandara secepatnya sebelum mereka berubah pikiran untuk meninggalkanmu. Aku tidak mau kepindahanku kesini sia-sia.” “Oke!”sahut Rilla cepat sambil meraih jaketnya di atas tempat tidur dan langsung tertegun begitu sampai di teras dan melihat pemandangan di hadapannya. “Pakai mobil, Theo?”tanya Rilla tidak percaya. Theo terlihat menyesal saat dia menyentuh bahu Rilla lembut. “Maaf. Tapi aku berjanji akan berhati-hati dan pelan. Kita tidak mungkin mengantar mereka dengan sepeda motor, sweety”bisik Theo. Mau tidak mau Rilla hanya bisa mengangguk. Ia tidak ingin membuat keluarganya cemas dengan apa yang ia rasakan. Rilla bersumpah kalau hari ini ia akan bersikap sebaik mungkin. Rilla masih dalam perjalanan pulang saat ponselnya berdering. Dengan malas, diambilnya ponsel dari dalam saku jaket dan melihat siapa yang menelponnya. Rilla spontan me-reject panggilan masuk itu saat melihat nama Cello tertera di layar. “Angkat saja. Telpon dari Cello, kan?”tanya Theo pelan sambil terus menyetir tanpa melirik ke arah Rilla. Angkat? Aku tahu kalau Theo mengenal Cello sebagai pacarku. Tapi, aku masih belum bisa terima kejadian kemarin. Cello lebih mementingkan klien-nya daripada aku! Daripada kedua orangtuaku! Terlebih lagi ternyata ini hari terakhir mereka di Manhattan!bathin Rilla. “Kenapa? Kalian ada masalah ya?”tanya Theo lagi yang kali ini sampai menoleh ke arah Rilla,”Jangan menghindar, Carilla. Tidak akan ada yang selesai kalau kamu selalu menghindar dari masalah. Hadapi saja semuanya dengan berani. Aku yakin tidak ada yang tidak bisa kau selesaikan.” Rilla memejamkan matanya sebentar dan kemudian menghembuskan nafas panjang sebelum kembali membuka matanya dan menekan tombol dial ke nomor telpon Cello. “Kenapa?”tanya Rilla pelan. “Kamu dimana?”tanya suara di seberang terdengar begitu cemas. Rilla memandang Theo, terbersit rasa menyesal dalam hati Rilla, namun dengan cepat ditepiskannya perasaan itu. ”Di jalan. Aku baru mengantar Mom dan Dad ke bandara.” “Apa? Mereka sudah pergi lagi? Ya ampun. Padahal aku sudah memesan tempat untuk kita makan malam di luar bersama kedua orangtuamu.” “Terima kasih. Tapi batalkan saja.” “Rilla? Sayang, kamu kenapa? Kamu marah karena masalah kemarin?”tanya Cello serius. “Aku tidak marah. Aku mengerti kalau kamu lebih mementingkan klienmu saat itu. Tenang saja.” “Rilla... Aku benar-benar minta maaf kalau itu menyakitimu. Aku ingin bertemu denganmu sekarang. Apa aku bisa menunggu di depan rumahmu?” “Aku sudah pindah, Cello. Rumah itu sudah dijual.” “Apa?! Kenapa kamu tidak memberitahukan apa-apa padaku?” “Semuanya berlangsung begitu cepat. Aku saja sampai sekarang masih belum percaya. Aku tidak mungkin menceritakannya padamu di telpon. Kalau kamu memang mau menungguku, tunggu di rumah yang di seberang rumahku. Aku sekarang tinggal disana bersama Theo...” “Theo? Oke, baiklah. Aku akan menunggu. Aku mencintaimu. Bye...” Rilla sama sekali tidak membalas ucapan sayang Cello seperti biasanya. Terlalu banyak yang terjadi kemarin sehingga membuat Rilla benar-benar malas menghadapi siapapun hari ini, tidak ada pengecualian walaupun orang itu Cello. Saat Rilla sampai, dia benar-benar lemas. Rilla masih belum terbiasa naik mobil. Kecelakaan yang terjadi padanya sewaktu kecil memberikan trauma mendalam pada Rilla. Rilla bersyukur tidak melihat motor Cello ada disana. Theo langsung melingkarkan lengannya di bahu Rilla untuk membantu gadis itu turun dari mobil. Dengan bersandar penuh pada Theo, Rilla di bawa masuk ke dalam rumah. “Rilla!!” Rilla tahu suara siapa yang memanggilnya. Dengan hati-hati dia berputar dan melihat Cello menutup pintu sedan Audi R8-nya. Kekasihnya itu seperti biasa terlihat tampan dan rapi walau Rilla tidak memungkiri kalau pria yang berdiri disebelahnya saat ini jauh lebih tampan. Tapi ya itulah, Rilla sudah lama mengenal Theo dan menganggapnya sebagai saudara. Dengan cepat Cello berjalan menghampiri Rilla dan menarik Rilla agar terlepas dari pelukan Theo.”Kamu baik-baik saja kalau aku tinggalkan?”tanya Theo lembut. “Yeah... Aku baik-baik saja. Lebih baik kamu kembali ke kantor. Aku sudah menyita waktumu terlalu banyak, Theo.” Theo tersenyum pada Rilla dan Cello sebelum masuk ke dalam rumah. “Kita pergi.”ujar Cello singkat sambil menarik tangan Rilla menuju ke arah tempat mobilnya terparkir. “Tidak!”ucap Rilla nyaris teriak sambil melepaskan genggaman tangan Cello di pergelangan tangannya,”Kita tidak akan pergi kemana-mana. Aku tidak bisa, Cello...” “Kenapa? Kenapa hanya sama aku? Kenapa kamu bisa naik mobil bersama Theo? Kenapa saat bersamaku tidak bisa?” “Cello... Sadarkah kamu kalau aku sekarang hampir tidak bisa dibedakan dengan mayat hidup? Aku takut, Cello... Aku takut! Aku naik mobil hanya karena mengantar keluargaku ke bandara. Mom dan Dad mengira kalau trauma ini sudah sembuh. Tahukah kamu kalau sepanjang perjalanan tadi Theo menyetir dengan amat sangat lambat? Ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan bersama siapa aku naik mobil. Aku mohon, mengertilah...” Cello mengerjap pelan seolah tersadar mendengar permohonan Rilla, lalu mengangguk kecil. “Baiklah. Maafkan aku. Aku hanya terlalu cemburu melihat kamu naik mobil bersama Theo, karena selama ini kamu tidak pernah mau kalau aku ajak naik mobil.”jelas Cello lembut sambil merengkuh kepala Rilla ke dadanya. “Tidak masalah. Aku mengerti.”sahut Rilla pelan. Rilla benar-benar merasa pusing karena memaksakan diri untuk naik mobil. Dia merasa tidak punya tenaga lagi untuk mendebat Cello apapun alasannya itu. “Oh ya, aku benar-benar minta maaf masalah kemarin. Aku ingin menebusnya hari ini. Seandainya saja aku tahu kalau kedua orangtuamu akan segera berangkat, aku mungkin tidak akan membuang-buang kesempatan itu. Tapi aku harap aku bisa menggantinya kalau mereka kembali kesini lagi.” Rilla menggeleng pelan,”Mungkin tidak akan ada kesempatan lagi, Cello... Mereka mungkin tidak akan pernah lagi kembali kesini. Mereka sudah memutuskan untuk meneliti keliling dunia, bahkan Rissa juga ikut. Seandainya Theo tidak membujuk mereka, aku sekarang tidak akan ada disini. Lagipula, aku akan segera menyusul mereka begitu aku lulus 6 bulan lagi.”ucap Rilla pelan, menyadari kalau kembali membicarakan masalah itu hanya membuatnya sakit. “Apa kamu bilang? Kamu disini hanya 6 bulan? Yang benar saja?! Setelah itu kamu mau kemana?”tanya Cello gusar. “Aku tidak tahu, yang pasti Theo akan mengantarku kembali ke kedua orangtuaku.” “Apa mereka juga akan tetap membawamu kalau kita menikah? Kalau kita menikah kau akan menjadi tanggung jawabku.”ujar Cello spontan, dan kemudian menyadari apa yang baru saja diucapkannya. “Maksudku tidak langsung menikah. Kita bisa bertunangan lebih dulu.”ujarnya cepat. Rilla terkejut. Sesaat dia yakin kalau dia yang salah dengar. Tapi dia juga yakin kalau Cello yang salah bicara.”Apa kamu bilang?” “Aku ingin kita segera bertunangan. Aku tidak ingin kamu pergi jauh dariku. Aku tidak sanggup kalau kamu jauh dariku.” “Oh, Cello!!”ucap Rilla sambil memeluknya erat-erat. Cello memeluk Rilla erat,”Bagaimana kalau kita menghabiskan hari ini dengan berjalan-jalan? Main ke taman hiburan, misalnya.”tanya Cello sambil menengadahkan wajahku sebelum mencium dahi Rilla. “Boleh. Tapi tidak naik mobil.” “Aku tahu. Beri aku lima belas menit, dan aku akan segera kembali kesini. Oke?”ujar Cello bersemangat. “Oke.”sahut gadis itu cepat. Cello kembali masuk ke dalam mobilnya dan segera pergi. Rilla sendiri langsung masuk ke dalam rumah untuk berganti pakaian. Hampir sejam berlalu sejak Cello mengatakan akan segera kembali. Rilla sudah menunggunya, tapi dia tidak juga datang. Saat Rilla berpikir untuk menyerah, ponselnya berdering. “Hallo?” “Rilla!!”serunya lega karena Rilla tidak mengabaikan panggilan telponnya. “Maafkan aku, sayang. Aku tidak bisa datang. Aku mohon kau mengerti. Ini benar-benar diluar rencana. Aku harus pergi untuk urusan kantor. Maafkan aku...”ujar suara diseberang yang sangat familiar buat Rilla. “Urusan kerja? Oke. Lain kali saja. Aku tidak masalah. Selamat bekerja. Tapi jangan terlalu lelah dan jangan sampai sakit.”jawab Rilla datar. "Sayang... Apa kau marah?” “Tidak. Aku mengerti masalahmu. Tenang saja.” “Rilla... Aku benar-benar minta maaf. Dan kau tahu kalau aku sangat mencintaimu.” “Ya aku tahu itu. Sudahlah. Aku tidak ingin mengganggu pekerjaanmu.” “Bye...” Berapa kali kau baru puas melanggar janjimu padaku, Cello?? Kapan kau baru akan menepati semua janjimu??bathin Rilla kesal.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Kujaga Takdirku (Bahasa Indonesia)

read
76.1K
bc

MOVE ON

read
95.2K
bc

MY DOCTOR MY WIFE (Indonesia)

read
5.0M
bc

Skylove (Indonesia)

read
109.5K
bc

Rujuk

read
912.8K
bc

Me and My Broken Heart

read
34.6K
bc

Suddenly in Love (Bahasa Indonesia)

read
76.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook