SATU

1316 Words
San Fransisco, Amerika. Seorang pria bersetelan formal sedang duduk dengan menyesap sampanye miliknya. Aura dingin begitu mendominasi wajahnya, tatapannya menajam seperti sedang memikirkan sesuatu. Tokk tokkk Suara pintu terketuk dari luar terdengar dan tak lama kemudian anak buah sekaligus orang kepercayaan Adeks,  masuk dengan beberapa map ditangannya. Amer Ozxaf, pria tampan dengan setelan formal membungkuk hormat pada Adeks selaku bos nya itu. "Apa kau sudah menemukan orangnya?" tanya Adeks to the point karena ia tak suka dengan basa basi. "Sudah tuan Adeks. Mereka sekarang berada di Turki, tepatnya di Istanbul." papar Amer dengan menunjukkan beberapa map yang dibawanya tadi, kepada Adeks. "Itu identitas mereka tuan." Adeks mengangguk singkat. "Baiklah, sekarang juga kita berangkat ke Turki, aku akan menyelesaikan semuanya, dan aku jamin dia tidak akan selamat." Adeks keluar dengan raut wajah tidak bersahabat, jika sudah seperti itu tak akan ada orang yang berani mengajaknya berbicara, atau pun sekedar saling menyapa. Adeks Abraska Frandes. Pria tampan berusia 27 tahun, mapan dan juga memiliki kekuasaan tinggi untuk menaklukkan para musuhnya, yang berusaha menjatuhkannya secara perlahan. Adeks bukanlah orang yang tepat untuk diajak bermain-main. Jika sudah berurusan dengannya, maka orang itu akan selalu dalam masalah, bahkan akan selalu di intai bahaya. Kini Adeks sudah berada didalam pesawat pribadinya. Niatnya, ia akan terbang ke Turki demi menuntaskan masalahnya dengan salah satu rekan nya yang berusaha menjatuhkan dirinya. Setelah mendapat kabar dari anak buahnya yang berada di San francisco, mengenai keadaan disana, Adeks tak henti-hentinya mengumpat dengan berbagai k********r. Bagimana tidak, baru saja ia mendapat laporan, jika ada salah satu musuhnya menyebarkan video yang akan membuat nama baiknya hancur. Bukannya apa, video itu berisi objek dimana dirinya sedang menganiaya seorang pria tua bangka. Bahkan video itu mengikut sertakan aksinya membunuh sesorang. Sungguh, jika itu tersebar maka nama baik yang selama belasan tahun Adeks pertahankan akan hancur dalam waktu singkat. Ia tak akan terima itu. "Tuan, dia sudah diberi pelajaran sesuai yang Anda perintahkan." ucap Amer memberitahu. Adeks menoleh dan tersenyum miring. "Bagus, letakkan jasad nya di depan pintu mansion nya. Jangan sampai ada yang tahu, terutama para bodyguard nya itu!" "Itu mudah tuan." "Berani bermain-main dengan ku, maka liang lahat akan menjadi rumah mu selanjutnya." °•°•°•°•°•° Istanbul, Turki Tatapan matanya kosong, wajahnya terlihat murung. Perlahan namun pasti, dapat terlihat jelas jika gadis itu meneteskan air matanya. Entah apa yang sedang gadis itu rasakan, intinya dia dalam kubangan kesedihan. "Ya Tuhan, aku mohon selamatkan mommy. Aku tidak tahu apa jadinya aku jika tanpa mommy, aku hanya ingin mommy Tuhan. Hanya mommy yang aku punya, jangan ambil dia." Yang semulanya hanya menangis dalam diam, kini isakan kecil terdengar dari bibir mungilnya. Matanya terpejam, dan tangannya mengepal dengan kuat, seolah-olah menahan sesuatu yang akan keluar. "Sudahlah Vane, berdoa saja untuk kesembuhan mommy mu. Tuhan selalu bersama mu." ucapan itu disertai elusan lembut di punggungnya. Vaniesya Cazgin Amuera. Gadis cantik yang berusia 22 tahun. Gadis yang malang, kehilangan seorang ayah membuatnya terpuruk, dan mengetahui kabar sang ibu koma, menambah kadar kesedihannya. Ia seolah-olah sendiri didunia ini, meskipun ada paman dan bibinya--Akshein dan Amelyus Yourkhan, ia tetap merasa sendirian. Itu semua berawal dari kejadian 9 tahun lalu. Dimana terjadinya peristiwa yang membuat ayahnya meninggal dunia, serta ibunya mengalami koma. Dharina Azzedine Amuera. Ibu dari Vaniesya dan kakak dari Akshein, dia telah lama koma dan ini sudah tahun ke 9 Dharina ternaring tak berdaya diatas brankar rumah sakit. Keadaannya selalu tidak stabil, terkadang kritis dan mengkhawatirkan. "Amel, kemarilah." panggil Akshein kepada istri tercintanya--Amelyus. Amel datang menghampiri suaminya itu. "Amel, kenapa keadaan kakak sampai bisa kritis kembali?" tanya Akshein kepada Amelyus dan dijawab gelengan kepala saja. "Aku juga tak tahu Akshein, waktu aku tiba disana suster langsung memberitahu ku bahwa keadaan kakak tiba-tiba kritis." jawab Amel masih dengan air mata yang mengalir. "Do'akan saja kakak supaya cepat sadar sayang, ini sudah sangat lama kakak koma karena kecelakaan besar itu, dan aku tak bisa terus-menerus melihat keponakan tersayangku itu bersedih." hanya anggukan saja yang diberikan Amel untuk menanggapi perkataan sang suami. Dimana kejadian 9 tahun lalu menewaskan ayah Vaniesya dan membuat Dharina koma. Awalnya, pasangan suami istri itu berniat pergi menjemput sang anak dari rumah adiknya, akan tetapi hal yang tak diinginkan menimpa hingga membuat mobil yang mereka tumpangi menabrak pembatas jalan dan berakhir mobil itu terjun ke jurang. Kecelakaan itu disebabkan karena rem mobil blong dan keadaan mobil yang oleng karena saat itu sedang hujan deras. Dharina yang berhasil diselamatkan, akan tetapi Abhres Amuera suaminya itu terlambat diselamatkan, karena tanpa diprediksi oleh para polisi mobil itu meledak setelah mengeluarkan Dharina didalamnya. Alhasil setelah kecelakaan besar itu, Dharina koma sampai saat ini, dan setiap harinya keadaannya tidak menentu. "Vane, kau sudah makan atau belum?" tanya Amelyus alda keponakannya tesebut. "Nanti saja bibi, aku belum lapar. Lagipula tadi aku sudah makan di kantin rumah sakit." tolak Vaniesya halus agar tak menyinggung perasaan sang bibi. "Kalau begitu kau pulang ya? Bukankah besok kau ada kelas pagi sayang?" ucap Amelyus. "Tapi, mommy bibi." Amelyus tersenyum dan mengelus punggung tangan Vaniesya, "Ada bibi dan juga paman disini. Kau tenang saja, nanti jika ada apa-apa, bibi akan kabari." Vaniesya terdiam, ia sedikit ragu meninggalkan ibunya. Cukup lama berpikir, akhirnya Vaniesya memutuskan untuk pulang dengan diantar oleh supir pribadi keluarga Yourkhan. "Baiklah bibi, Vane pulang. Jika ada apa-apa kabari Vane." ucap Vaniesya seraya mencium pipi Amelyus dan juga Akshein. "Istirahat Vane, jangan pikirkan mommy mu. Ada paman dan bibi disini." ujar Akshein. Vaniesya tersenyum dan segera keluar kamar rawat sang ibu. °•°•°•°•°•° Ditengah perjalanan pulang ke mansion, Vaniesya tak bersuara sama sekali. Ia terlihat fokus menatap jalan raya dari balik kaca mobil. Ia melamunkan sesuatu, dan tentu itu berhubungan dengan keadaan mommy nya. Namun, tak lama lamunan Vaniesya terbuyar, kala mobil yang dikendarai supir pribadi keluarganya mengerem mendadak. "Ada apa pak?" tanya Vanesyia dengan kening berkerut. "Itu nona, mobil didepan berhenti mendadak, dan tak sengaja bagian mobil belakangnya tertabrak mobil ini." jelas supir itu dengan nada ketakutan. Tak lama kemudian ada suara ketukan kaca dari luar, yang membuat Vaniesya mengalihkan pandangannya. Diluar sana terdapat tiga orang pria berjas hitam. "Pak buka kacanya." Supir itu menuruti perintah Vanesyia, untuk membuka kaca mobil. "Mobil Anda menabrak bagian belakang mobil tuan kami." ucap salah orang tersebut. "Maaf sebelumnya, mobil tuan Anda yang berhenti mendadak,  jadi itu bukan salah saya." balas supir Vaniesya, karena ia merasa tak bersalah. "Saya tidak mau tahu, mobil yang Anda kendarai sudah menabrak bagian belakang mobil tuan kami. Anda harus bertanggung jawab." Vaniesya menghembuskan nafas panjang, jika dibiarkan masalah ini akan menjadi panjang urusannya. "Saya akan menggantinya, berapa yang Anda inginkan?" tanya Vaniesya akhirnya. Ia tetap berada didalam mobil, tanpa berniat keluar. Karena ia takut, sangat takut ketika melihat orang-orang ber jas hitam itu. "Ka--" Ucapan salah satu orang itu terhenti karena ketukan kaca, dibagian penumpang. Vaniesya menoleh, dan mendapati seorang pria mengetuk kaca mobilnya. Dengan sedikit keberanian, Vaniesya membuka kacanya dan saat itu juga matanya beradu pandang dengan mata pria,  yang baru saja mengetuk kaca mobilnya. "Mobil mu menabrak mobil bagian belakang ku." Suara itu terdengar menakutkan. "Iya, saya tahu dan saya akan ganti rugi. Berapa yang Anda inginkan?" tanya Vaniesya dengan bahasa yang formal. Tentu, Vaniesya mengatakan itu tanpa berniat menatap pria didepannya itu. Tak ada sahutan. "Aku tidak menerima uang mu nona, hanya satu yang ingin aku ucapkan. Suruh supir mu itu lebih berhati-hati." bisik pria itu tepat didekat telinga Vaniesya. Vaniesya merinding, tangannya sudah mengeluarkan keringat dingin, bahkan degupan jantungnya menggila. Setelah membisikkan itu, pria tersebut menjauh dan barulah Vaniesya menatap punggung pria tadi dengan perasaan campur aduk. Tak lama kemudian, mobil yang sempat tertabrak itu melaju dengan kecepatan tinggi, diikuti beberapa mobil dibelakangnya. "Pak, ambil jalan lain saja pak." pinta Vaniesya, dan mobil yang ditumpanginya kembali melaju membelah jalanan Istanbul yang mulai sepi. Sepertinya, kejadian tadi akan terus Vaniesya ingat. Dan tak akan ada yang mengira, jika pertemuan itu akan terjadi lagi, di waktu dan tempat yang berbeda. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD