BAB 42

1037 Words
Beberapa hari usai insiden Flareos, Aelin diajarkan bagaimana menguasai sihirnya oleh Saga. Tiada dari mereka membicarakan insiden Flareos lagi. Bahkan, pertemuan mereka sekarang hanya diisi oleh latihan, latihan, dan latihan. Tidak ada lagi bersantai dan bermain-main seperti dahulu. Aelin tidak mempertanyakannya, secara sederhana menyimpulkan bahwa permasalahan ini sangat serius sehingga tidak ada waktu untuk bermain-main lagi. Saga telah mengatakan bahwa berbahaya bagi Aelin jika kekuatannya terendus oleh publik, terutama insiden Flareos. Mereka sepakat untuk berlatih, tetapi Aelin tidak menyangka akan seketat dan sekeras inilah pelatihan yang Saga canangkan. “Kemarin kau telah cukup menguasai cara merasakan aliran mana dalam tubuhmu. Aku juga telah mengatakan bahwa penting untuk menguasai hal itu karena itulah fondasi dasar bagi para penyihir. Kau dapat merasakan ada yang salah, meningkatkan kekuatan, mengontrol kekuatan, bahkan menyembuhkan diri hanya dengan penguasaan aliran mana. Jadi, aku ingin kau menguasai tahap ini terlebih dahulu secepat mungkin,” tutur Saga sebelum kemudian duduk di samping Aelin. Aelin mengangguk lalu memejamkan mata. Dia duduk bersila di hamparan rerumputan—mereka berlatih di dalam hutan kecil Istana Clementine—dengan masing-masing tangan menyentuh lututnya. Dia memusatkan konsentrasi pada jantungnya yang menjadi sumber dasar aliran mana terhubung pada dirinya. Perlahan-lahan, tubuhnya memancarkan cahaya berwarna putih dan merah, pertanda bahwa konsentrasinya telah membuahkan hasil. Saga mengamati Aelin lamat-lamat, memperhatikan cahaya putih dan merah memancar dari gadis itu. Benaknya berpikir, ini semakin serius. Mana Aelin terpancar putih dan merah, mengartikan bahwa gadis itu menguasai dua jenis elemen sihir sekaligus; cahaya dan api. Saga jadi menduga-duga apakah itulah sebabnya Flareos pada tempo lalu tercipta sangat besar. Namun, lagi-lagi, dugaan apapun harus ditepis karena Flareos tidak akan menghasilkan api besar apapun alasan dan kondisinya. Bagaimanapun, mengetahui Aelin menguasai dua jenis elemen sekaligus adalah hal yang sangat mengejutkan. Orang-orang yang diberkahi oleh lebih dari satu elemen terbilang sangatlah langka. Sebab, cukup mustahil bagi seorang manusia untuk menanggung kekuatan sebesar itu. Lantas, orang-orang yang diberkahi dan mampu menguasainya terjamin memiliki jalan hidup yang cerah sebagai penyihir. Saga belum tahu ke mana dan bagaimana arah Aelin melangkah selanjutnya. Yang jelas, dia tahu gadis itu selalu meniti hari dengan kesabaran tipis, menunggu sesuatu. Aelin seolah-olah selalu siap pergi dari Istana Kekaisaran, bahkan mungkin Neuchwachstein. Jika itu benar, Saga sudah tahu apa yang harus dia lakukan. “Aelin, sudah cukup.” Aelin membuka mata, cahaya mana segera berhenti memancar dari dirinya. Dia menarik napas sekilas lalu mengembuskannya perlahan. Kemudian, menatap Saga dengan sorot serius yang menyatakan dirinya siap melakukan latihan selanjutnya. Dan di saat-saat seperti ini, Saga justru merasa betapa menggemaskannya gadis itu. Keseriusannya tidak main-main. “Hal pertama yang harus kau ketahui, kau menguasai dua jenis elemen,” ungkap Saga begitu saja, membuat Aelin mendelik tidak percaya. “Dan aku tidak bohong.” “Tapi, kudengar seseorang yang menguasai lebih dari satu elemen sangat langka karena kapasitas kekuatan lebih dari satu elemen sangat besar.” Saga mengangguk. “Benar, jadi untuk apa pula aku membohongimu menggunakan hal-hal semacam itu?” Bibir Aelin menipis. “Benar, tidak mungkin....” Saga mengulurkan tangan, meminta Aelin untuk berdiri. Persentuhan tangan mereka begitu ringan dan biasa. Bertahun-tahun bersama menimbulkan tidak ada sensasi spesial di setiap sentuhan fisik mereka. Akan tetapi, entah mengapa, detik ini baik Saga maupun Aelin merasa sedikit berdebar sehingga tanpa disadari mereka sama-sama menarik tangan usai Aelin berdiri. Hening menyelimuti mereka. Pandangan saling berpaling, tidak ada yang bersuara, begitu sibuk oleh pemikiran yang tiba-tiba penuh. Apa-apaan? Cuma bersentuhan tangan, itu sudah hal yang biasa! Tapi, kenapa aku merasa seperti ini? batin Aelin kebingungan, sedikit panik pula. Terlebih, ini cuma Saga! Saga, si Bodoh itu! Lamat-lamat, Aelin memutuskan berpikir jernih. Mungkin dia hanya sedikit gugup karena berlatih sihir. Dia belum pernah melihat Saga bersikap serius dalam waktu cukup lama sehingga dia sedikit terpana. Sedikit! Saga berdehem keras, mengakhiri keheningan. “Lanjut dari fakta sebelumnya, kau menguasai api dan cahaya.” Aelin menoleh, kembali mendelik. “S—Sungguh?! Dari segala jenis elemen, cahaya?!” “Yah, begitulah. Aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri, tapi terasa sulit untuk mempercayainya.” Aelin menunduk, mulai cemas. “Penyihir cahaya sangat langka sekarang. Kekuatan itu terhubung langsung dengan matahari dan bulan hingga dianggap sebagai elemen terkuat. Untuk orang sepertiku yang juga menguasai api, benar-benar....” “Kau tidak boleh mengeluhkannya. Elemen yang diberkahi kepadamu adalah suratan takdir yang tidak bisa dicegah. Kau harus menerimanya.” Aelin mendongak, lurus menatap Saga. “Bagaimana denganmu? Elemen apa yang kau kuasai?” Detik itu, Saga tidak langsung menjawab. Sebuah kesadaran menghantam kepalanya oleh kenyataan yang selama ini disembunyikan. Dahulu, dia berpikir ini akan berjalan mudah karena mengelabuhi semua orang telah menjadi keahliannya. Akan tetapi, dia juga sadar bahwa tidak bisa selamanya mengelabuhi mereka, terutama Aelin. Bagaimanapun, Saga memiliki situasi khusus yang mengharuskannya tetap bersembunyi. Ini bukan saat yang tepat untuk membeberkannya kepada Aelin. “Angin, api, dan air.” Mata Aelin berbinar. “3? Saga, kau sungguh manusia?!” Saga mendengus. “Kau pikir aku makhluk apa?” Alih-alih menjawab, Aelin memutari Saga dengan mata berbinarnya. Saga jadi semakin jengkel, entah mengapa. Ia tidak terbiasa dipuji habis-habisan seperti ini. Dahulu ketika ia pertama kali menjadi Penyihir Kekaisaran pun adalah saat-saat paling memuakkan karena terus-menerus menjadi pusat perhatian. Dan kini terulang lagi, dilakukan oleh Aelin. “Entahlah, bisa jadi kau makhluk luar angkasa. Lagi pula, sebenarnya kau adalah pria dewasa yang menyusut jadi anak kecil, bukan?” seloroh Aelin membuat keningnya terkena sentilan ganas Saga. “Siapa pun dapat melakukannya asalkan menguasai mantranya dengan benar,” tandas Saga sinis. Aelin meringis sembari mengusap bekas sentilan di keningnya. “Jadi, aku juga dapat melakukannya?” “Tentu saja.” Sekelebat angan melintasi benak Saga. Membayangkan apa yang bisa terjadi jika Aelin menggunakan mantra perubahan wujud seperti dirinya. Kembali menjadi anak kecil? Saga mengikuti pertumbuhan Aelin, jadi melihatnya kembali mengecil bukan hal yang luar biasa lagi. Menjadi sosok dewasanya? Gawat, Saga merasa berdebar lagi! “Saga, ada apa?” Saga segera menoleh, lagi-lagi berdehem. “Tidak ada, ayo kembali melanjutkan latihan. Kali ini, kau harus mempelajari cara mengontrol mana yang keluar dari dirimu saat digunakan.” Latihan kembali dilanjutkan tetapi benak Saga masih dihantui oleh angan-angan sosok dewasa Aelin. Aneh sekali. Dia tidak pernah menaruh perhatian sejauh ini untuk manusia, jadi mengapa dia tiba-tiba memikirkan hal-hal semacam ini? TO BE CONTINUED
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD