1.

1843 Words
Karena cinta semua orang rela dianggap gila, termasuk mengorbankan nyawa. ••• Dengan santainya setelah ia berlari sembari berkeliling disekitar lingkungan rumahnya yang bisa terbilang luas, Ara langsung saja mendudukan tubuhnya disalah satu single sofa dengan sesekali mengusap keringat yang membasahi wajahnya. Tiba-tiba saja terdengar seseorang membuka pintu rumahnya, awalnya ia terkejut namun di detik kemudian ia menghela nafas lega ternyata itu adalah suaminya, Alex. "Alex kamu dari mana?" Pertanyaan itu membuat Alex menghentikan langkahnya dan beralih menatapnya tajam. Dan sialnya tatapan itu amat sangat tidak Ara sukai, bisa di bilang Ara takut dengan tatapan itu. "Alex kamu kenapa?" Tanyanya lagi di saat Alex mulai berjalan kearahnya. Alex mengusap wajahnya kasar, "Dari mana kamu?" Tanyanya menatap Ara datar. Ara berusaha membuat sebuah senyuman yang sempurna agar pria yang di depannya ini mengubah ekspresi antagonisnya, namun ia gagal melakukan itu. "Anu Lex, itu aku tadi--" jawab Ara menganggantung. Alex mendudukkan tubuhnya tepat di hadapan Ara yang masih di penuhi oleh keringat hasil lari paginya tadi. "Anu apa? Anu kamu?" "Ih apa sih kamu, tadi aku abis keliling sebentar." Lanjut Ara membenarkan jawabannya yang menggantung tadi, "Terus kamu abis dari mana?" Kini Ara bertanya. Alex tersenyum miring, "Aku nyari kamu, kita semua nyariin kamu!jangan ngilang lagi aku gak suka." Jawab Alex dan berlalu menaiki tangga untuk menuju kamar. Ara mengernyit heran. "Apa selama itu aku pergi, sampe sampe Alex dan penjaga rumah nyariin aku." Ara menggelengkan kepalanya dan memutuskan untuk menemui Alex Setelah menaiki anak tangga, dengan segera Ara membuka pintu kamarnya dan mulai mencari keberadaan suaminya itu. "Alex di mana yah?" Bingungnya dengan terus mengedarkan pandangan. Hingga akhirnya ia mendengar suara air shower yang menyala bisa di pastikan jika Alex tengah mandi di dalam sana. Ara memutuskan untuk mengaitkan handuk mandinya di leher agar saat Alex selesai mandi ia bisa langsung mandi setelahnya, tapi sebelum itu ia akan meminta maaf terlebih dahulu. Hingga akhirnya Alex keluar dari dalam kamar mandi dengan stelan santainya, kaos putih dan celana jeans selututnya dan menurut Ara itu benar-benar sempurna di pakai Alex. Tanpa menunggu waktu lama, Ara langsung saja menghampiri Alex yang terlihat tengah mengeringkan rambutnya yang masih basah. "Alex aku mau minta maaf ..." Ucapnya menatap punggung Alex yang sedang bercermin. "Alex ..." Rengek Ara meminta sahutan dari lawan bicaranya itu. Alex menyimpan handuk yang ia pakai untuk mengeringkan rambutnya dan memutar tubuhnya menatap Ara yang masih setia berdiri di belakangnya. "Kamu denger, ini pagi pertama kamu di London dan kamu udah ngilang gitu aja, bikin aku panik, bikin aku khawatir? Hebat banget kamu." Ucap Alex menatap Ara yang juga masih menatapnya. "Aku minta maaf tapi tadi aku nyalain GPS kok Lex ..." Sahut Ara. Alex masih menunggu kalimat apa lagi yang akan Ara keluarkan sebagai pembelaan. "Jadi?" "Jadi aku gak bakalan nyasar, kamu tenang aja aku juga bisa kok bahasa inggris dikit-dikit, kamu jangan berlebihan deh." Lanjut Ara dan empat kata terakhir yang membuat Alex tak habis pikir. "Kamu bilang berlebihan? KITA BARU AJA NYAMPE MALEM DAN PAGINYA KAMU UDAH HILANG DI NEGARA YANG BARU AJA KAMU DATENGIN, AKU PANIK RA!" Sentaknya membuat Ara kini menundukan kepala takut "Tapi aku kan gak ilang."sahut Ara bergumam. Alex tersenyum miring. "Bangun tidur dan bahkan tanpa ganti baju, aku langsung keluar rumah nyari kamu, aku bahkan gak peduli sama semua orang yang mandang aku aneh karena apa? KARENA YANG ADA DIPIKIRAN AKU CUMA KAMU, NEMUIN KAMU DAN MENURUT AKU SEMUA YANG AKU LAKUIN ITU GAK ADA YANG BERLEBIHAN, demi cinta semua orang akan rela dianggap gila bahkan ngorbanin nyawanya sendiri! Paham kamu." Tekannya dengan beberapa sentakan dalam kalimat panjangnya. Ara terlihat menganggukan kepalanya tanpa tenaga, ternyata pengaruhnya sangat besar dalam kehidupan Alex. "Aku tunggu dibawah." Lanjut Alex berlalu dari kamar mereka. Ara menatap punggung Alex yang menghilang dibalik pintu, kemudian ia mulai melangkahkan kakinya ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri yang terasa lengket karena keringat. Di bawah sana terlihat Alex yang sudah duduk menunggu Ara untuk sarapan bersama dan yang menyiapkan sarapan mereka yaitu seorang asisten rumah tangga karena Ara masih dalam tahap belajar perihal masak memasak. Suara derap kaki yang sedang menuruni anak tangga mengalihkan pandangan Alex dari jam di tangannya. Dengan tersenyum Ara pun duduk tepat di sebrang Alex jadi mereka bisa leluasa memandang wajah satu sama lain. "Ini siapa yang masakin Lex?" Tanya Ara memecah kesunyian di meja makan. Alex meminum segelas s**u miliknya, "Bi Dijah yang masakin, kamu abisin dulu sarapannya abis itu kita keluar beli keperluan kamu. " Ucap Alex dan Ara mengangguk paham. "Aku mau ngambil dulu kunci mobil, jangan lupa kamu minum susunya." Sambung Alex mengusap lembut kepala Ara dan berlalu dari ruang makan. *** "Alex kemana sih, lama banget." Gumam Ara yang mulai kesal menunggu Alex di depan rumah. "Nunggu lama yah, maaf tadi aku pamit dulu sama Bi Dijah ..." Ucap Alex yang kini sudah berdiri di samping Ara. Ara menganggukkan kepalanya dan hendak masuk ke dalam mobil, namun Alex menahan tangannya dan membawa Ara ke dalam pelukannya. "Maaf karena tadi aku udah bentak kamu, aku sayang kamu, aku khawatir sama kamu ... ~CUP~" ucap Alex seraya mengecup pelipis Ara penuh perasaan mengisyaratkan bahwa ia takut kehilangan istrinya itu. Ara mencetak sebuah senyuman dan melonggarkan pelukannya agar bisa memandang wajah Alex dengan jelas. "Aku ngerti, jadi mending kita berangkat sekarang yuk! Ayooo Lex!" Paksa Ara dengan mendorong tubuh Alex agar segera masuk ke dalam mobil dan membawanya jalan-jalan. Di sepanjang perjalanan tak sedetik pun ia mengalihkan pandangannya dari luar jendela. "Jangan liat kesana terus, aku cemburu ..." Ujar Alex yang membuat Ara beralih menatapnya. "Kamu aneh, masa sama jalan aja cemburu. Aku suka kota ini." Sahut Ara dan kembali memandang jalanan. Alex tersenyum senang, "abis dari southbank--" "Apa itu?" Tanya Ara antusias. "Itu kayak pusat hiburan sayang, di sana juga ada restorant yang cukup terkenal." Jawab Alex. Ara mengangguk an kepalanya, "Deket London eye kan?" "Iya, tempatnya emang strategis yaang tapi maaf ... aku belum bisa ngajak kamu keliling karena abis nganterin kamu belanja, aku harus ngurusin semua formulir dan data aku buat kuliah." Sesal Alex yang tidak bisa mengajak Ara berkeliling. "Udah daftar atau belum?" Tanya Ara seraya memandang Alex yang masih fokus pada jalanan. Alex menganggukan kepalanya. "Udah dan aku udah di terima sayang ... Agak jauh sih dari rumah." Jawab Alex. "Ahh aku seneng kalo kamu udah di terima, emangnya kamu daftar di mana?" "Aku masuk di University Cambridge of London, aku ngambil pusat penelitian bisnis dan aku masuk di fakultas bisnis dan pengelolaan ..." Jawab Alex dan kini menggenggam lengan Ara dan menciumnya. "Kamu yakin gak mau lanjut kuliah?" Tanya Alex. Ara menggelengkan kepalanya pasti, "Nggak ah, aku gak mau kamu buat ulah hehe..." Jawab Ara terkekeh. "Maksudnya?" "Ya kan kamu suka buat ulah, nanti aku punya temen cowok atau ada tugas bareng cowok kamu ngamuk gak jelas." Jelas Ara membuat Alex terkekeh geli. "Gak jelas? Aku itu cemburu dan kamu itu milik aku jadi wajar kalo aku marah pas ada cowok lain yang deket sama kamu ..." Ujar Alex. Ara memutar bola mata sebal, "emh... Iya ... iya ..." Sahut Ara yang sudah tau sifat Alex sejak lama. "Alex, kamu kan gak bisa ngajak aku kelilingkan, gimana kalo aku minta Wildan aja buat--" "Nggak ada Wildan atau pun kamu yang keliling." Ucap Alex memotong kalimat yang Ara lontarkan. "Percuma dong gue tinggal di kota yang indah!" gumam Ara tanpa mau mendebat seorang Alex padahal biasanya ia sangat hobi. "Udah sampe yaang, yuk!" Ajak Alex dan mereka pun keluar dari mobil. Kini mereka sudah sampai di sebuah pusat perbelanjaan yang terlihat ramai di lenuhi pengunjung lokal mau pun interlokal. "Ke toko yang sana aja yaang." Ucap Alex seraya menuntun lengan Ara menuju sebuah toko pakaian. "Alex yang ini bagus ih lucu!" Pekik Ara memperlihatkan sebuah baju dengan potongan model yang casual pada Alex. Alex menganggukkan kepalanya, "ya udah ambil aja, takut kesorean!" "Ya udah aku nyari dulu yang lain yah di sebelah sana." Ucap Ara. "Yuk!" Alex merangkul pinggang Ara mesra. Di saat Ara tengah sibuk mencari pakaian yang pas dan cocok untuknya walaupun ia tidak tau seberapa uang yang akan Alex keluarkan, Alex mengeluarkan ponselnya yang sedari tadi terus bergetar tanda panggilan masuk, kemudian mengangkatnya. Alex masih setia merangkul pinggang Ara dengan tangan kirinya, sedangkan tangan kananya ia gunakan untuk mengangkat telphone. "Iya halo?" Ara melirik suaminya itu dan melepaskan rangkulannya, membuat Alex mengernyitkan dahi. "Aku ke sana bentar," ucap Ara tanpa suara hanya gerak mulutnya yang mengisyaratkan. Alex menggelengkan kepalanya tanda tidak mengijinkan, namun bukan Ara jika ia terlalu lama menjadi seorang yang penurut. "Bentar aja kok." Sambung Ara namun Alex tidak mendengarnya karena ia tengah fokus mendengarkan seseorang yang tengah menelphonenya. Melihat Alex tidak menyahutinya Ara pun mengangkat bahu tak peduli dan berlalu ke sisi lain untuk melihat-lihat. BRUKH. "Eh, sorry this is my fault ..." Sesal Ara karena telah membuat belanjaan seseorang di depannya terjatuh. "It's okay, no problem." Balas pria itu. "Baju nyokap gue, oh god!" Gumanya yang masih bisa terdengar oleh Ara. "Mas ini, bisa bahasa indonesia?" Tanya Ara memastikan. Pria tersebut mengangguk.an kepalanya, "Kok manggil mas sih, keliatan tua yah? Haha i was born in indonesia! I'm indonesian." "Ouh ternyata kita sama ..." "Lo--eh kamu--anda, haha ... manggilnya apa nih?" Tanya pria tersebut bingung. "Senyamannya aja kali," jawab Ara. "Sayang aja kalo gitu," andanya dengan mengerlingkan mata. "Haha gak usah sayang juga, lo-gue aja biar lebih akrab ..." ucap Ara. "Okay jadi nama lo siapa?" Tanya pria tersebut dengan mengulurkan tangan kanannya.. "Gue Ara, lo sendiri?" "Gue Clay." Jawabnya dan mereka pun tertawa hingga seseorang melepaskan jabat tangan mereka. "Alex ..." Ucal Ara bersamaan dengan Clay, seseorang yang baru saja di kenalnya. "Clay?" Ucap Alex tak percaya. "Alex Lo ada di sini ternyata, ngapain bro?" Sahut Clay menyalami teman masa SMPnya. "Lagi nganter istri belanja," jawab Alex seraya merangkul pinggang Ara mesra. "Jadi Ara ini istri Lo? Wiih hebat banget! Hebat bisa tahan sama sikap egoisnya seorang keturunan Derald!" Puji Clay pada Ara yang membuat Ara tersenyum bangga menatap Alex. "Okay, nice to meet you. Tapi gue harus pergi sekarang, lo taukan dari dulu seorang Derald itu selalu sibuk." pamit Alex dengan bangga namun Clay tau itu hanya sebuah candaan saja. "Iya iyaa tuan sibuk, gue juga harus cabut soalnya nyokap gue lagi nunggu di luar." Sahut Clay. Dan mereka pun berjalan dengan berlawanan arah Alex dan Ara mereka berlalu menuju kasir sedangkan Clay dia berlalu meninggalkan toko tersebut. "Aku kira kamu cuma bisa becanda sama Reno doang." Ucap Ara seraya menunggu Alex membayar belanjaanya. "Thank you." ucap Alex pada kasirnya dan berlalu dengan merangkul pinggang Ara dengan posesif. Alex merangkulnya sangat erat bahkan sangat rapat dengan dirinya, karena ia tidak ingin jika tubuh Ara bersentuhan dengan orang lain apalagi seorang pria. "Dia temen aku pas aku SMP dan kita bisa di bilang deket karena selama satu tahun aku disini cuma main sama dia, walaupun gak sedeket kayak aku sama Reno." Ujar Alex. "Dante?" Tanya Ara. "Come on honey move on ..." Ucap Alex seraga membukakan pintu mobil untuk Ara. Ara tahu, Alex tidak ingin membahas hal itu. Alex pun duduk di depan kemudi dan mulai menjalankan mobilnya untuk pulang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD