"Apa yang terjadi dengannya?" Tanya Alex khawatir setelah memanggil dokter pribadinya untuk memeriksa Mia.
Roy memasang wajah seriusnya "apa dia terlihat seperti sesak nafas sebelumnya? dia memiliki penyakit lemah jantung. Dan aku bisa meliat bekas operasi di dadanya. Apa kau mengetahuinya?"
“aku tidak tahu, kami sedang berciuman dan tiba-tiba dia pingsan.” Jelas Alex yang bingung dengan perkataannya sendiri.
Roy mengernyit bingung akan perkataan Alex yang terbilang vulgar itu.
“kau harus lebih sering memperhatikannya, dia tidak apa-apa. Aku sudah menyiapkan resep untuknya. Aku pamit dulu”
Memperhatikan Mia? Bukankah seharusnya Alex senang akan hal ini? Alex menggeleng bukan, bukan dengan cara seperti ini.
Alex memperhatikan wajah Mia yang sedang terpejam ia baru sadar bahwa Mia terlihat pucat. Pasti selama ia mengabaikannya ia tidak makan apapun bahkan saat pagi dimana mereka berniat untuk sarapan pun mereka tidak jadi memesan karena mood Alex yang berubah.
Alex duduk di pinggiran ranjang Mia lalu membelai pipi Mia pelan, alex tersenyum kecut, Mia hanya gadis lemah yang tak berdaya. Dan Alex masih tak habis pikir akan ciuman Mia yang mendadak itu, dia sudah sangat berani sekarang.
***
"Emhh." Desah Mia saat membuka matanya, penglihatannya begitu silau menghalau sinar cahaya lampu.
Alex langsung reflek dengan pergerakan Mia.
"Apa yang kau rasakan?" Tanya Alex
Mia menggeleng pelan. Tubuhnya terasa lemas sekali.
"Kau merepotkan sekali. Apa kau tidak makan sejak kemarin?" Gertak Alex.
Mia mengernyit, bahkan disaat seperti ini Alex masih marah padanya. Mia memang belum makan sejak kemarin, tapi ia tidak tahu akan berdampak seperti ini.
"Ini pukul berapa?" Tanya Mia lemah.
"Sudah pagi Mia,Ini semua juga salahmu, para pelayanku itu urusanku dan kau dengan mudahnya mengijinkan mereka pergi. Aku yang membayarnya dan mereka tinggal terima perintahku tidak peduli mereka nyaman atau tidak!" Bentak Alex.
Mia menutup telinganya. Kepalanya semakin terasa pusing.
"Cukup Alex! Yayaya aku tahu ini semua salahku! Sekali saja kau tidak perlu membentakku! Aku lapar sekarang atau kau memang ingin aku mati kelaparan? Baiklah!" Mia balas membentak Alex.
Alex tercengang dengan wajahnya yang pucat sekarang Mia masih bisa menantangnya.
Alex lalu tersenyum kecut, membuatnya mati kelaparan? Bukankah itu terlalu mudah?
"Kau mau makan apa?" Tanya Alex tidak membentak lagi Mia.
Mia menunduk, lalu memegang perutnya. Untuk saat ini apapun makanannya ia pasti makan.
Alex lalu mengeluarkan ponselnya lalu terlihat menghubungi sesorang.
"Bawakan aku makanan dalam sepuluh menit!" Perintah Alex.
Mia mengernyit siapa yang diperintah Alex? Orang suruhan Alex pasti sangat panik karena sepuluh menit terlalu cepat.
"Alex..." Mia ingin mengelak.
"Jangan banyak protes Mia." Potong Alex dengan wajah datarnya.
Mia segera mengatup bibirnya. Ia menggembungkan pipinya kesal. ia lalu menatap Alex yang kini bermuka datar tanpa ekspresi, pandangannya beralih ke bibir Alex, Mia menelan ludahnya sendiri ia teringat hal bodoh yang ia lakukan tadi. Mencium Alex penuh gairah. Pipi Mia merona, bagaimana bisa ia melakukan hal seintim itu? Terutama Mia yang memulainya?
Alex menatap Mia heran.
"Kenapa?"
Mia sadar dari lamunannya lalu menggeleng cepat.
"Tidak." Elak Mia
Alex tersenyum kecut.
"Apa aku membuatmu terpesona?" Tanya Alex bangga.
Mia mencubit punggung lengan Alex keras.
"Kau percaya diri sekali!" Kata Mia kesal.
Alex pura-pura meringis.
"Aku benarkan?" Alex belum mau menyerah.
Sebelum Mia menjawab, tiba tiba penjaga rumah Alex muncul dengan nafas yang terengah-engah membawa kantong plastik berisi makanan.
"Tuan ini pesanan anda." Katanya tersengal-sengal.
Alex melipat tangannya di dadanya.
"Aku bilang sepuluh menit dan ini sudah lewat dari enam belas menit!" Teriak Alex.
Pria itu berwajah pucat sekarang. "Maaf tuan," jawab pria itu tak membela diri.
Raut wajah Alex berubah murka. Mia mengerutkan keningnya, ini masalah sepele. Dan Alex sangat arogan, ia bangkit dari kasurnya lalu menghampiri Alex.
"Alex sudah cukup!" Teriak Mia, jika Mia berkata lembut ia yakin Alex tidak akan mendengarnya.
Alex menoleh Mia berteriak padanya? Lancang sekali!
"Apa urusanmu Mia?" Desis Alex.
Mia menarik nafasnya tubuhnya masih cukup lemas untuk berteriak seperti itu.
"Jangan buang buang energimu untuk hal seperti ini Alex. Dia tidak salah." Kata Mia kembali tenang.
Alex mendesah pelan.
"Pergilah" perintah Alex pada pria itu.
Alex berbalik kembali menghampiri Mia, lalu menyodorkan kantong plastik pada Mia.
"Makanlah ini dulu seadanya, sebelum kau kembali merepotkanku lagi." Kata Alex dingin memberi kantong plastik tadi.
Mia menggapainya namun tangannya bergetar. Tubuhnya terasa limbung, ia segera duduk di tepian ranjang sebelum ia pingsan lagi.
"Mia?" Alex kembali mendekat memandang Mia yang pucat.
"Aku tidak apa-apa" sergah Mia.
"Kau merepotkan sekali!" Alex membuka makanan yang ternyata bubur instan itu
"Kau mau apa?" Tanya Mia terheran-heran.
"Diamlah Mia, kau cukup tenang saja." Perintah Alex yang ternyata berniat menyuapinya.
Mia tampak canggung, tapi ia tak bisa apa apa lagi selain diam. Sampai tak terasa Mia menghabiskan bubur instannya.
"Ck.. kau sangat kelaparan huh?" Desis Alex.
Mia merona malu. Jelas saja ia sangat kelaparan.
"Alex.." panggil Mia
"Kenapa?"
"Kau mau jadikan aku sebagai sandramu?"tanya Mia sarkatis.
"Hmm?" Alex berdehem "kalau kau berpikiran seperti itu mungkin ya" jawab alex datar.
"Ayo kita keluar mencari udara segar." Celutuk Mia
Alex menaikan sebelah alisnya "kenapa? Memangnya disini udaranya tercemar?" Tanya Alex yang menurut Mia itu sebuah lelucon, membuat Mia tertawa lepas.
"Apa yang lucu?" Tanya Alex aneh.
"Tidak, tuan Alex yang pemarah. Biar aku jelaskan aku sangat tahu posisiku sebagai sandramu karena kau membenciku, tapi kau tidak mau kan aku mati karena bosan disini? Jika kau ingin membuatku menderita, kau pasti ingin melakukannya sendiri bukan? Kau mau yang melakukannya kan? Tapi mungkin ini hanya sebulir permintaanku yang sederhana aku ingin menghirup udara luar. Baiklah udara indonesia lebih tepatnya karena kau tahu pasti alasannya." Kata Mia lugas namun membuatnya terlihat bodoh. Jadi Mia sudah pasrah? Mia mengutuk dirinya sendiri, bagaimana bisa ia bicara sejelas itu. Bodoh kau mia! Batinnya sambil meremas ujung dressnya.
Alex termangu tidak menyangka Mia akan bicara seperti itu. Apa Alex tidak salah dengar?
Lalu dengan cepat ia tersenyum miring.
"Benarkah? Kau berpikir seperti itu? Hmm.. dalam kondisi seperti ini? Baiklah jika nanti kau jatuh pingsan lagi saat di luar sana, akan kubiarkan saja kau disana karena sudah kubilang kau sangat merepotkan." Ujar Alex tanpa ekspresi.
Terdengar lucu bagi Mia tapi ia tertawa untuk alasan apa melihat wajah Alex yang datar dan pasti ia tidak sedang bercanda.
"Baiklah kau bersiap siap sekarang Mia, selama dua puluh menit kau harus sudah stand di bawah sebelum aku berubah pikiran." Kata Alex sambil beranjak keluar dari kamar Mia.
Mia tidak mengerti " eh maksudmu apa Alex?" Tanya Mia setengah berteriak.
"Bukannya kau ingin menghirup udara segar?" Alex kembali menaikan sebelah alisnya.
Mia membelalakan matanya. Tak percaya akan respon Alex secepat ini.
Dan tanpa pikir panjang lagi Mia segera bersiap siap, mengenakan dress hitam yang sama dan sedikit berdandan menutupi wajah pucatnya.
Sebenarnya Mia harap Alex berkata sekarang kau istirahat dulu Mia, lihat kondisimu mungkin lain kali saja kita keluar bersama. Ya? Mia tertawa pelan bodoh dan bodoh jelas Alex berbeda dan tak akan pernah bisa disamakan dengan pria manapun.
Mia sudah selesai dan langsung menemui Alex yang tengah duduk mengangkat kaki kirinya di ruang tamu.
Dia melihat jam tangannya lalu berdehem pelan.
"Ini masih lima belas menit," kata Alex datar.
"Lalu? Bukannya bagus?" Tanya Mia heran.
"Aku minta dua puluh menit kan kenapa kau datang lima belas menit sebelumnya?" Jelas Alex.
Mia mendesah pelan. Membingungkan sekali.
"Baiklah jadi apa maumu? Kau mau aku kembali ke kamar dan turun kembali kesini sampai waktunya pas dua puluh menit?" Mia mengendalikan dirinya sendiri.
"Tidak. Lebih baik kita pergi sekarang saja." Jawab Alex.
Mia termangu. Baiklah cukup, pada dasarnya Alex memang pria pemarah yang menyebalkan dan juga suka bertindak sesuka hati bukan?
Mia tak banyak bicara dan langsung mengikuti Alex memasuki mobilnya.
"Jadi Clark kau mau kemana?" Tanya Alex membuat Mia mengerutkan keningnya karena Alex memanggilnya 'clark'
"Aku tidak tahu tempat yang bagus disini Aku sudah cukup puas kau mengajakku keluar dari rumahmu itu" Jawab Mia malas.
"Benarkah?" Alex mengernyit.
"Ya." Mia masih tetap acuh.
Alex tak lagi bicara dan kembali fokus membawa mobilnya.Hmm, alex tampak berpikir.
***
"Kenapa kita kesini?" Tanya Mia saat ia dibawa ke sebuah lapangan besar nan luas dengan banyaknya pesawat atraksi, hellikopter, jet dan pesawat pribadi. Mia membuka sedikit bibirnya karena kagum ini seperti lapangan khusus pelatihan militer. Dan Alex membawanya kesini?
Mereka berjalan sampai dekat sebuah hellikopter. Dua orang pria bergaya formal dan berdiri tegak memberi salam pada Alex.
"Apa semuanya oke?" Tanya Alex berwibawa.
"Ya Tuan, semuanya sudah kami siapkan." Jawab salah satu pria formal itu.
Alex mengangguk. "Kenalkan ini Nona Clark." Kata Alex menoleh Mia, seketika wajah Mia berubah muram. Apakah Alex akan memperkenalkannya sebagai wanita investasi saja seperti yang ia lakukan lusa?
"Oh senang bertemu dengan anda Nona Clark." Kata pria formal itu sopan.
"Senang bertemu kalian juga, panggil aku Mia." Kata Mia sambil menjabat tangan kedua pria formal itu lalu menoleh Alex dengan tatapan menuntutnya untuk menjelaskan apa yang terjadi sekarang.
Alex tersenyum miring tak peduli dengan tatapan Mia, ia malah pergi lalu membuka pintu hellikopternya.
"Kemarilah Mia." Perintah Alex.
Mia mengernyit lalu segera menghampiri Alex.
"Mau kemana kita?" Tanya Mia bingung.
"Terbang." Jawab Alex datar.
"Oh! Aku serius Alex. Siapa yang akan mengendarai hellikopter ini?" Tanya Mia saat melihat dua orang pria formal itu hanya diam santai mengawasi mereka. Dan yang membingungkan lagi jika mereka pilot kenapa mereka memakai stelan jas resmi?
"Menurutmu?"
"Mungkin dua orang pria itu? Atau salah satunya?" Tebak Mia.
"Kau salah." Jawab Alex datar.
Oh! Mia memutar matanya. "Kau?!!" Teriak Mia tak percaya.
"Masuk Mia!" Perintah Alex penuh tekanan.
"Apa kau yakin Alex?" Tanya Mia ragu.
Alex mendesah pelan lalu segera menarik pinggang Mia dan mendorongnya pelan mendekati tangga hellikopter itu sehingga Mia segera masuk.
Dan benar saja, Alex yang akan mengemudikan hellikopter ini. Mia termangu menatap Alex yang sedang sibuk memencet tombol tombol kemudi hellikopter itu. Alex menoleh Mia lalu segera memasangkan seat bell nya lalu memasangkan seat bell nya sendiri.
"Aku sarankan untuk katupkan bibirmu itu." Perintah Alex terdengar seperti geraman. Tapi Mia sama sekali tak menggubrisnya.
"Apa kau seorang pilot?" Tanya Mia dengan wajah polosnya.
Alex mendesis. "Aku seorang bisnis man dan kau tau itu!"
"Tapi kau bisa mengendarai hellikopter ini?" Mia masih belum puas untuk tidak bertanya.
"Pasang earphone mu Mia." Jawab Alex tak menghiraukan pertanyaan Mia.
"Alex aku serius. Apa ini aman?" Mia masih tampak ragu.
Alex mendengus kesal. "Tidak, kita akan mati bersama."
Mia membulatkan matanya. Benarkah?
"Mia, aku mohon diam dan tenanglah. Itu pertanyaan yang sangat bodoh. Tentu saja ini aman, kau aman dan aku aman. Ini hellikopterku dan Sudah lima tahun aku mahir mengendarai hellikopter ini jadi aku tidak bodoh untuk melakukan percobaan bunuh diri bersamamu." Jelas Alex memasang wajah serius.
"Ta-tapi ... " Mia ingin berbicara sesuatu lagi sampai Alex menarik dagu Mia dan mencium bibirnya keras hingga Mia merasa nyeri, Alex melepaskan ciumannya lalu menatap Mia nanar.
"Itu hukuman karena kau banyak bicara." Sebelum Mia mencerna kata kata Alex, baling baling hellikopter telah berputar sehingga membuat bising pendengarannya.
"Oh! Kau benar benar menerbangkannya!" Teriak Mia tak percaya.
Alex tersenyum miring. "Kau suka? Lihatlah kebawah."
Mia melihat ke bawah pemandangan jakarta di pagi hari yang ramai. Indah.
"Waw." Gumam Mia pelan.
"Ini belum seberapa. Liat lah." Kata Alex tenang, membuat Mia lupa bahwa pria di sebelahnya ini pria jahat yang membencinya.
Hamparan lautan utara pulau jawa terlihat. Pemandangan yang sangat indah.
Mia masih berdecak kagum, lalu sekita hatinya diliputi rasa ragu kemana Alex akan membawanya? "Kita... mau kemana?"
"Oh jangan terus tanyakan itu Mia." Kata Alex tanpa menoleh Mia dan sibuk memegang kendali hellikopter.
Mia termangu sebentar.
"Alex..."
"Ya?"
"Apa kau akan menjatuhkanku ke bawah sana karena kebencianmu padaku?" Tanya Mia pelan.
Alex kini menoleh, seketika rahangnya mengeras tangannya terkepal kuat.
"Tidak." Jawab Alex dingin.
Mia menggigit bibir bawahnya, ia menyesal telah merusak suasana.
Bahkan kini Alex memilih diam sehingga menciptakan atmosfer canggung untuk Mia.
***
Hellikopter Alex mendarat di sebuah lapangan luas yang berada dekat hamparan pantai yang sangat indah. Seketika hati Mia diliputi rasa ragu. Sebuah pulau? Apa Alex akan membuangnya ke pulau ini meninggalkannya sendirian disini?
"Kita sudah sampai"
Tatapan Mia beralih pada Alex yang sedang membuka seat bell nya.
Mia meniru membuka seat bell nya. Alex turun terlebih dahulu lalu membuka pintu hellikopter dengan isyarat untuk Mia turun.
Mia menggigit bibirnya. Ia tak tahu harus berucap apa. Alex masih bersikap dingin dan mengacuhkannya.
"A-alex... kita dimana?" Tanya Mia canggung.
Alex tak menjawab. Ia langsung menemui seorang pria formal berambut coklat yang sepertinya memang menanti kedatangannya
"Kau mau tetap tinggal disini Mia?" Tanya Alex mengagetkan Mia yang masih bergulat dengan pikirannya.
Mia mengerjap lalu menggeleng pelan. Ia mengikuti langkah Alex yang tenang namun bagi Mia itu terlalu cepat.
"Alex?"
"Oh God!" Desah Mia karena Alex masih mengabaikannya.
"Kenapa?" Tanya Alex tenang.
"Kita dimana Alex? Aku pikir... oh kau akan menerjunkanku dari hellikoptermu dan ternyata ini lebih parah kau membawaku ke sebuah pulau, apa kau akan meninggalkanku sendiri disini? Dan..." Mia tak melanjutkan kata - katanya saat bibir Alex telah menyumpal bibir Mia dengan satu lumatan sehingga mata Mia membulat kaget. Mia segera mendorong tubuh Alex kuat lalu melihat sekitar panik takut ada yang melihatnya.
"Bagaimana jika ada yang melihat Alex!" Pekik Mia namun tetap tak bisa menyembunyikan rona merah di pipinya.
"Oh, jadi kau ingin tempat yang lebih privasi ya?" Goda Alex.
Mia membelokan matanya. "Yang benar saja Alex!"
"Mia aku mohon kenapa kau banyak bicara sekali!" Kata Alex geram.
Mia ingin membalasnya sampai sebuah mobil DODGE berhenti, dan seorang pria formal berambut coklat tadi turun lalu membukakan pintu mobil belakang dan mempersilahkan mereka untuk segera naik. Alex menarik lengan Mia menitahnya untuk naik mobil tersebut terlebih dahulu. Mia yang sedikit kikuk hanya bisa menurut.
Mia tak lagi bicara dan memilih diam dalam perjalanan. Pulau ini masih terlihat sangat asri dan belum banyak terjamah oleh tangan manusia. Mereka berhenti di sebuah cottage yang langsung berhadapan dengan pantai.
Sebuah cottage dengan Design ruangan yang di d******i warna putih kembali mengingatkan kamar yang ia tempati di rumah Alex. Hanya ada perabotan sederhana yang tertata rapi walaupun Mia tahu harganya tidak sesederhana kelihatannya. Sofa putih panjang yang dilengkapi tv di depannya lalu keramik marmer berwarna putih. Sebuah meja pantry dan dapur kecil menjadi pelengkap ruangan ini, dan pintu bercat hitam yang Mia yakini itu kamar. Dan balkon utama yang terhalang oleh kaca seutuhnya langsung menghadap pada pemandangan pantai indah. Cottage ini tidak terlihat luas dan mewah namun cukup menggambarkan ruangan untuk seorang Alex.
"Jadi kau punya cottage disini?" Mia mulai bicara setelah puas menikmati sekeliling.
"Ya, ini pulau pribadiku lebih tepatnya."
Mia sedikit terkesan. Jadi Alex mempunyai pulau pribadi yang indah dan ia mengajaknya kesini? Mereka terlihat seperti sedang berbulan madu.
"Ini aset keluarga. Dan Daren pria yang tadi menyambut kita adalah orang yang sangat ku percaya mengelola tempat ini, dia juga satu satunya orang yang kupercaya. Oh aku tadi lupa mengenalkanmu dengannya."
Mia mengangguk, bibirnya membentuk huruf O "aset keluarga?"
"Ya"
Mia menggigit bibirnya menahan untuk tidak banyak bertanya lagi.
"Kenapa kau mengajakku kesini?" Celutuknya.
Sebelah alis Alex terangkat.
"Apa kau tidak suka?"
"Tidak bukan begitu maksudku, i mean ini sudah lebih dari kata suka. Terimakasih." Ungkap Mia tulus. mungkin ini awal yang bagus untuk hubungan mereka. Mia mengerjap memangnya hubungan apa?
Alex mengangguk dan memberi senyum singkat"baiklah kau harus bersiap sekarang. Kau tidak ingin melihat-lihat?"
sikap Alex yang seperti ini membuat Mia canggung dan mudah gugup. Mia menghela nafasnya ragu, ia meyakinkan dirinya sendiri untuk tidak langsung terlena oleh perubahan sikap Alex. ini pasti tidak akan bertahan lama dan Alex akan kembali pada sifatnya yang arogan.
"kenapa?" tanya Alex yang melihat air muka Mia berubah ragu.
"emm, kau tau Alex karena kau tidak memberitahuku kita akan pergi kemana jadi aku tidak berkemas dan tidak membawa pakaianku maksudku pakaian yang kau beri padaku di rumah." jelas Mia tidak sepunuhnya berdusta, namun jelas saja ini alasannya untuk menutupi keraguannya.
"itu bukan masalah besar Mia, aku sudah membereskannya." kata Alex tenang.
oh dan sekarang Mia berharap sikap Alex yang seperti ini akan bertahan lama, tanpa disadari kini pipinya merona merah.
"oh ya dan omong - omong Mia," kata alex membuat Mia yang sedang menunduk karena merona harus mendongak menatap mata abu Alex yang berkata dengan kalimat yang seperti sengaja digantung.
"hmm?"
Tiba-tiba Alex mendekatkan wajahnya beberapa inci dari wajah Mia setengah membungkuk, membuat Mia harus menelan ludahnya sendiri lalu Alex memiringkan wajahnya dan menyelipkan rambut Mia ke belakang telinganya dengan cara yang sangat perlahan membuat Mia semakin salah tingkah.
"disini hanya ada satu kamar, dan ..." Alex kembali menggantung katanya dengan membasahi bibirnya dengan lidahnya sendiri.
"hanya ada dua cara untuk mengatasinya" kata Alex dengan nada yang serak.
Mia tak bisa lagi menyembunyikan wajahnya yang kini bersemu merah dan juga degup jantungnya yang berdetak maraton.
"a-apa?" tanya Mia gugup bahkan suaranya terdengar bergetar.
Alex memberi senyum miringnya "yang pertama, salah satu diantara kita harus mengalah atau..." Alex kembali berhenti lalu mendekatkan wajahnya ke sebelah telinga kiri Mia membuat Mia bergidik tak karuan karena merasakan hembusan nafas Alex menggelitiki telinganya.
"atau kita harus berbagi" kata Alex setengah berbisik membuat Mia kembali menelan ludahnya karena jantungnya semakin berdetak pertanda akan meledak jika Alex terus seperti ini.
"hahaha" tawa Alex menggema renyah membuat Mia mengernyit bingung
"kau seperti kepiting rebus" lanjut Alex masih dengan tawanya
reflek tangan Mia meraba wajahnya yang terasa hangat. ah yang benar saja! tentu saja Alex tengah menggodanya.
Mia menggembungkan pipinya kesal lalu memukul d**a Alex pelan
"kau pintar sekali menggoda tuan Alex!" kata Mia dengan nada yang tinggi dan sedikit menyindir.
dan hanya ada tawa Alex yang menggema.