Tired

1340 Words
Gaby menyunggikan senyum senangnya. Sudah lama ia tidak bersenang-senang seperti ini, dengan dress merah ketat tanpa lengan yang berukuran minim diatas pahanya Gaby memamerkan tubuh sexynya di club malam kelas VVIP. Tadinya ia memaksa Gio untuk ikut dengannya tapi adiknya itu enggan karena masih memikirkan Mia katanya. Gaby tak habis pikir apa istimewanya gadis yang bernama Mia itu? Bahkan menurutnya Mia tidak ada apa-apanya dibandingkan dengannya.   Gaby menyipitkan matanya melihat sosok yang familiar untuknya. Alex Abraham, tanpa disadari senyum Gaby terukir kembali .sebenarnya Alex adalah teman SMAnya dulu tapi ia tidak memberitahukan Gio. Dan sekarang Gaby bersyukur Gio tidak ikut dengannya hari ini.   Dengan gaya glamournya Gaby menghampiri Alex mantap sosok yang dikenal dingin dan bertatapan tajam itu telah mencuri hati Gaby sejak lama, namun sikap Alex yang terbilang acuh sama sekali tidak merespon perasaan Gaby.   Gaby menarik nafas panjang ia selalu merasa gugup untuk berdekatan dengan Alex.   "Alex?" Panggil Gaby menyentuh punggung Alex yang sedang duduk di dekat bartender.   Alex menoleh lalu mengerutkan keningnya.   "Hmm?"   "Hei! Apa kau ingat aku? Dulu kita satu SMA, aku Gaby kau ingat?" Tanya Gaby elegant   Alex tersenyum kecut. Ia tidak pernah mengenal teman sma nya satu pun.   "Tidak. Aku lupa" jawab Alex santai.   Seketika hati Gaby menciut. padahal dia cukup tenar saat SMA dulu mengingat ia adalah primadona di sekolah yang termasuk daftar incaran para siswa laki-laki di sana tapi Alex benar-benar mengacuhkannya.   "Begitu ya... padahal kita satu kelas untuk dua semester. Kau apa kabar Alex?" Gaby masih belum menyerah.   Alex memicingkan matanya, ia ingat wanita ini. Bukan saat SMAnya tapi ia pernah melihatnya baru-baru ini.   "Apa kita pernah bertemu sebelumnya? Maksudku baru-baru ini?" Tanya Alex tak menjawab pertanyaan Gaby sebelumnya   Gaby mengerutkan keningnya.   "Ya, aku menghadiri perayaan ulangtahun perusahaanmu. Tadinya aku ingin menyapamu tapi tidak ada kesempatan." Jawab Gaby tidak mengungkit pertemuannya dengan Alex yang sedang memukuli Gio. Ia sudah cukup bersyukur untuk pertama kalinya alex mau bicara banyak dengannya   Alex mengangguk.   "Oh aku melihatmu membela pria yang kupukuli dekat toilet itu." Kata Alex santai.   Akhirnya Alex membahasnya   "Yaa... dia Gio, aku masih tidak mengerti kenapa kau memukulinya. Apa kesalahannya?" Gaby mulai penasaran.   Alex meneguk winenya.   "Apa dia kekasihmu?" Tanya Alex   Gaby berpikir sebentar lalu mengangguk pelan berdusta ingin tahu reaksi Alex.   "Oh." Jawab Alex.   Gaby menghela nafas panjang. Hanya oh? Gaby menggeram pelan.   "Alasannya apa?" Gaby bertanya lagi.   "Karena dia telah menyentuh miliku." Jawab Alex tanpa melihat wajah Gaby.   Gaby mengerutkan keningnya tak mengerti.   "Maksudmu milikmu itu apa?"   Alex mengangkat kedua bahunya.   "Bukan urusanmu."   Gaby mengepal lengannya kuat. Jika Alex bukan mahkluk tampan Gaby sudah mengumpatkan kata kata kasar sedari tadi.   "Kenapa? Gio itu adikku dan jelas menjadi urusanku. Kau memukulinya tanpa alasan yang jelas. Gio bisa saja melaporkannya." Tantang Gaby. Sikap elegantnya menguap begitu saja   Alex tersenyum kecut.   "Kau bilang dia kekasihmu Laporkan saja.aku tidak takut." Kata Alex tenang.   Gaby menghela nafas panjang. Dia keceplosan. Tenang gab! Tenang! Batin Gaby.   Gaby hanya berdehem pelan mengembalikan raut wajahnya kembali tenang.   "Aku pikir Gio masih kekasih wanita itu. Wanita yang bersamamu. Tapi ternyata she is yours." Ujar Gaby kembali tenang tidak mengungkit tentang kebohongannya.   Alex membanting gelas winenya kasar. Rahangnya seketika mengeras.   "Jadi benar Gio kekasihnya?" Sembur Alex.   Gaby mengerutkan keningnya lalu tersenyum penuh arti seketika sekarang ia tahu bagaimana cara memiliki Alex.   "Yap aku pikir begitu. Kau tahu dia masih ada study di Tokyo dan hanya karena Gio tidak mendapat kabar dari wanita itu ia membela belakan kembali ke sini hanya untuk wanita itu. Aku rasa mereka memang punya hubungan khusus. Aku mengenal wanita itu sudah sangat lama bersama Gio. Jadi yahh" Pancing Gaby. Memang benar itu kenyataannya bukan?   Alex beranjak dari duduknya lalu merapikan jasnya, baru satu langkah Alex melangkahkan kakinya dengan cepat Gaby mencekal lengan Alex   "Kau mau kemana?" Tanya Gaby.   "Hmm? Membereskan sesuatu" Alex menaikan alisnya melihat lengannya yang dicekal Gaby perlahan ia melepaskan tangan Gaby dari lengannya.   "Apa kita bisa bertemu lagi?" Tanya Gaby penuh harap.   "Mungkin." Jawab Alex berlalu pergi.   Gaby tersenyum simpul menatap punggung Alex yang semakin menjauh.   *** Mia memijat dadanya yang terasa sakit dan sesak. Sialan pasti ini efek jantungnya yang lemah, obatnya ia tinggal di rumah lamanya, dan disini pasti ia tidak akan menemukan obat untuk pernapasannya. Lagi pula ia akan meminta pada siapa? Niatnya untuk mencari tahu tentang kebenaran yang mungkin saja Alex sembunyikan menjadi gagal karena sakit yang ia rasa sekarang. Bahkan untuk naik-turun tangga pun rasanya ia tak mampu lagi. -   Alex membanting setirnya kasar, kemarahannya tiba tiba tak terkendalikan mengetahui bahwa Mia memang punya hubungan khusus dengan pria bernama Gio itu.   Alex membuka jasnya lalu melemparkan ke jok belakang mobilnya. Ia melinting kemejanya cepat lalu membuka dua kancing kemejanya, suhu tubuhnya memanas dan terasa sesak entah kenapa.   Alex menutup pintu mobilnya keras lalu segera menuju kamar Mia.   tiga hari terakhir ini ia tidak melihatnya.   Tiba tiba tangan Alex ragu untuk membuka knop pintu kamar Mia, tunggu dulu, kenapa Alex harus marah? Dan untuk alasan apa dia tidak suka jika Mia memang memiliki hubungan khusus dengan pria itu?   Alex baru mau membalikan tubuhnya sampai pintu kamar Mia terbuka, Mia sempat kaget melihat Alex diambang pintunya.   "Ada apa?" Tanya Mia bingung.   "aku tidak sengaja melewat, hanya itu. kau mau kemana?” dusta Alex mencoba tenang seperti biasa. "Aku haus." Jawab Mia acuh. Rasa sakit di dadanya semakin menjadi. Hey bukankah Aku yang sedang marah? Dan seharusnya aku yang bersikap acuh seperti itu! Batin Alex. "Kau bilang pria itu hanya temanmu." Kata Alex langsung. Dia tidak bisa menahannya lagi   Mia mengerutkan keningnya.   "Pria? Siapa?"   "Ohh... jadi teman priamu banyak? Pantas saja!" Bentak Alex.   Mia menghela nafas panjang, Alex bukan orang yang mudah dimengerti. Dia selalu melakukan sesuatu secara tiba tiba dan selalu dengan kata yang membingungkannya.   "Langsung saja Alex. Jangan membuatku bingung." Kata Mia dengan wajah lelah untuk menanggapi sikap Alex.   "Pria yang kau temui di hotel itu kekasihmu kan?" Tanya Alex tak ingin menyebut nama Gio.   Mia membelokan matanya, Gio? Kenapa Alex memmbahasnya lagi? lalu Memangnya kenapa Alex tiba-tiba beranggapan seperti itu? Sejujurnya Mia pun tidak tahu hubungannya dengan Gio itu apa. Tapi kenapa Alex harus marah?   Mia mendesah pelan. "Aku tidak tahu. Benar-benar tidak tahu." Jawab Mia pelan, "Untuk apa kau peduli tentang hal itu Alex? Aku rasa jika aku memang memiliki suatu hubungan khusus dengannya apa urusanmu?" Lanjut Mia   Alex terdiam, jelas itu bukan urusannya. Tapi memikirkan hal itu membuat darahnya mendidih. Alex tak tahu kenapa. Yang Alex tahu Mia harus menderita sama seperti apa yang dirasakannya. Dan tak boleh satupun pria bersikap agresif padanya. Hanya Alex yang boleh melakukan Mia sesuka hatinya.   "Aku tidak suka! Kau mengerti tidak jika aku bilang tidak suka!?" Teriak Alex, kali ini Mia tidak kaget ia malah tersenyum lemah. Lalu menyentuh punggung lengan Alex.   "Kau cemburu ya?" Tanya Mia secara tiba-tiba, Mia bahkan tak berniat untuk menanyakan hal itu.   Alex mengernyit, untuk alasan apa dia cemburu padanya?   "Bodoh! Untuk apa aku cemburu!" Elak Alex mencoba menepis lengan Mia yang berada di punggung lengannya namun reaksi Mia adalah kini ia mencengkran lengan alex lalu sedikit berjinjit dan entah setan darimana Mia mencium bibir Alex dan melumatnya meluapkan emosi yang sedari tadi ia pendam.   Alex yang kaget akan ciuman Mia yang secara tiba tiba dan bisa dibilang berani ini segera sadar lalu membalas ciuman Mia. Ciuman mereka menjadikan gejolak emosi yang digantikan dengan gejolak gairah yang ingin segera terpuaskan.   Tangan Mia memeluk pinggang Alex namun lengan Alex masih tetap pada posisinya tidak membalas memeluk tubuh Mia yang mulai limbung dan bergetar terasa seperti gempa bumi.   Mia pikir itu karena lidah Alex yang pintar mengeksplor mulutnya rakus. Tapi Mia salah sampai ia merasakan kesadarannya luntur dan semuanya yang berubah menjadi gelap tidak lagi merasakan ciuman panas Alex.   Alex tersenyum kecut saat merasakan ciuman Mia mulai melemah, Alex pikir Mia pasti sudah kalah dalam ciumannya yang kini berkabut gairah. Tapi tubuh Mia semakin meregang, pelukan dipinggangnya terlepas sampai sebelum tubuh Mia jatuh Alex dengan cepat menggapainya lalu mendekapnya dan kini Alex sadar Mia sudah tak sadarkan diri.   Alex menepuk nepuk pipi Mia pelan.   "Mia! Mia!" Gertak Alex shock karena Mia tidak sadarkan diri secara tiba tiba.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD