setelah pertemuan di depan gerbang rumahnya, ibu dengan lima anak itu mempersilahkan masuk pria yang ternyata teman dekat suaminya dulu di tempat kerja.
"silahkan diminum pak Argan" ujar Mina menyajikan minuman di ruang tamu, pria itu sedang duduk di sofa melihat rumah sederhana di pandangannya sekarang.
semua anaknya berada di kamar berganti pakaian, Maryam adalah anak pertama yang keluar dari kamar menuju ruang tamu, ia terheran melihat ibunya sedang berbicara dengan pria asing.
"Bun" panggil Maryam datar.
Mina langsung menoleh dan menyuruh anak gadisnya itu ikut duduk disampingnya.
"ini teman kerja ayah dulu kak, namanya om argan" Mina memperkenalkan mereka berdua dengan perhatian agar anaknya ini mau bersikap lembut sekali aja pada tamu yang sangat jarang berkunjung ke rumah mereka.
Maryam mengangguk kan kepala saja pertanda mengerti, dan tatapan gadis itu menilai menuju pada argan.
pria itu merasa terintimidasi karena baru kali ini bertemu dengan anak sulung teman kerjanya sekaligus sahabat baiknya dulu.
"aku pernah melihat om ini di foto album sekolah milik ayah beberapa hari yang lalu" ujar Maryam dengan tatapan yang masih tertuju pada argan, sang ibu terkejut karena setaunya argan hanya teman kerja tapi ternyata teman sekolah suaminya dulu juga.
"oh iya, kami dulu satu sekolah saat SMA" ujar argan dengan sopan.
"lalu ngapain om kemari?" tanya Maryam frontal.
"kak, gaboleh begitu" gumam sang ibu berbisik pada anaknya sambil menatap argan merasa tak enak.
"maaf jika kedatangan saya menganggu, saya juga ingin kembali karena sudah larut" ujar argan masih sopan beranjak dari duduknya.
"aduh maaf ya pak Argan" ujar Mina tak enak ikut beranjak dari duduknya juga.
"tidak masalah kok memang saya yang salah karena datang tanpa memberitahu dulu sebelumnya" ujar argan sambil melangkah keluar diikuti Mina disamping nya.
sedangkan si sulung menatap tajam pria itu dari ruang tamu dan masih duduk di sofa.
"gak papa kok kalau mau datang lagi untuk silaturahmi karena bapak kan teman sekolah suami saya juga" ujar Mina dengan sopan.
"baiklah, kalau bisa tidak perlu manggil pak, panggil saja argan" ujar pria itu dengan tersenyum tulus.
"oh baiklah argan " ujar Mina mengerti.
"Mina bisakah aku meminta nomor ponselmu?" tanya pria itu ragu.
"hm kalau boleh tahu untuk apa ya?" tanya Mina penasaran.
"sebenarnya masa sekolah kami sangat rumit dan kematian suamimu seperti ya ada kaitannya dengan masa sekolah kami dulu" ujar pria itu setengah berbisik takut anak-anak wanita itu mendengar percakapan penting ini.
Mina tentu saja terkejut dengan ucapan argan barusan, jadi tanpa berpikir panjang ia pun memberitahu nomor ponselnya.
"beritahu aku tentang apapun yang terkait tentang kematiannya ya argan" ujar Mina penuh harap.
"itu pasti, tapi tetap waspada Mina, kelima anakmu mungkin dalam bahaya di masa yang akan datang" ujar argan lalu pamit undur diri.
Mina memikirkan ucapan argan jadi takut tentang keselamatan anak-anaknya, "bagaimana aku melindungi mereka" gumamnya lirih sambil melangkah ke ruang tv setelah mengunci pintu rumahnya.
di ruang tv kelima anaknya berkumpul, mengobrol dan bermain, bahkan yang tadinya tertidur kini terbangun.
"Bun, kata kak Maryam tadi ada tamu ya?" tanya Milan antusias karena rumah mereka sangat jarang dikunjungi.
"iya, teman almarhum ayah dulu" ujar sang ibu lembut menatap Milan penuh kasih sayang.
"mengapa tiba-tiba dia datang dan baru sekarang?" tanya Maryam, bukankah paman tadi teman sekolah dan kerja ayahnya mengapa tak datang saat ayahnya meninggal, begitulah kira-kira yang dipikirkan Maryam.
"mungkin om Argan punya urusan yang lebih penting saat itu" ujar sang ibu tetap membuat anaknya berpikiran positif.
Maryam pun hanya diam tapi tentu saja otaknya tetap berputar untuk berpikir tentang album sekolah milik ayahnya yang ditemuinya beberapa hari yang lalu.
di album itu ayahnya memiliki banyak teman, semuanya laki-laki dari tampang dan gaya mereka seperti sebuah geng, sempat terpikir ayahnya dulu anggota geng motor tapi masih ragu karena sang ayah selalu memperingatinya untuk tak bergabung dengan geng geng di sekolah yang membahayakan diri sendiri di masa depan kelak.
"Bun, Adit sudah mengantuk, lala juga" ujar gadis kecil dengan menguap lebar sambil mengucek matanya yang ingin terpejam itu.
"yaudah tidur yuk" ujar sang ibu menatap Lala dengan lembut.
Mina membawa Adit dan Lala, diikuti yang lainnya dari belakang, setelah mengantar Lala, Hary dan Milan yang memutuskan tidur bersama ia pun ke kamarnya untuk tidur dengan Maryam dan Adit.
"Bun, om itu bicara apa saja?" tanya Maryam setelah mereka merebahkan diri di kasur.
"hanya menceritakan tentang almarhum ayah mungkin om argan tak menyangka ayah diambil secepat itu" jawab Mina mencoba mencari jawaban yang bagus untuk anaknya.
"Maryam juga gak nyangka dan masih penasaran tentang pembunuhan itu" ujar gadis itu dengan tatapan dinginnya ke langit-langit kamar.
"sudah kak jangan terlalu dipikirkan itu semua sudah takdir tuhan" ujar Mina, ia tak mau anaknya terlibat hal yang membahayakan.
"tapi Maryam akan tetap mencaritahu nya" ujar Maryam lalu tidur membelakangi sang ibu, Adit daritadi sudah tertidur, Mina pun hanya menghela nafas pelan lalu ikut tidur disamping Adit.
sedangkan dikamar lain...
"tadi film nya seru loh la" ujar Hary membuat Lala kesal karena tak diajak nonton.
"Lala juga punya buku menggambar yang baru" ujar Lala menutupi kekesalannya dengan pamer buku gambar yang telah dibelinya tadi.
tentu Hary tak kesal bahkan ia antusias dengan ucapan adiknya.
"wah kalau begitu menggambar lah yang rajin sampai Lala bisa menggambar banyak keindahan dunia ini" ujar Hary, Lala mengangguk polos dengan senyuman manisnya.
Milan sudah tertidur disebelah kiri Lala, sedangkan Hary rebahan disebelah kanan Lala.
"yaudah Lala mau bobo" ujar gadis kecil itu sambil membelakangi Hary untuk memeluk Milan dari samping.
"loh Abang kan mau peluk juga kok hadap sana sih la" tanya Hary tak senang.
"Abang kan udah nonton gak ngajak Lala wlee" ujar gadis kecil itu sambil memeletkan lidahnya mengejek sang Abang.
Hary terkekeh pelan lalu memeluk adiknya itu dari belakang sambil mengelus rambut Lala dengan lembut, gadis kecil itu tidak menolak karena sangat nyaman bahkan sampai ia tertidur elusan itu tak berhenti.
mengetahui Lala sudah tertidur, Hary membalikkan tubuh adiknya terlentang jadi ia bisa memeluk Lala sambil memandang wajah adiknya itu, karena jika tidak maka ia takkan bisa tidur.