Ditinggal Pergi

1540 Words
" What? Lo bakalan jomblo lagi?" Santi meletakkan majalahnya di atas meja lalu bergabung dengan Kanaya di tempat tidur. Kanaya menatap lekat jarum jam yang terpasang di tembok sementara Santi menatapnya lekat. "Dia hanya pergi dua tahun. Radit juga janji akan setia," ujar Kanaya sembari memainkan rambut panjangnya. "Lo yakin bisa LDR-an? Apalagi hubungan kalian belum genap setahun, gue khawatir lo bakalan jadi jomblowati." Santi ikut berbaring di samping Kanaya. "Gue bukan jomblowati. Lagi pula Radit pergi untuk bekerja. Dia juga berjanji akan ke Indonesia setahun dua kali. Kami masih bisa komunikasi. Baru ditinggal ke Singapura, belum ke Eropa," sahut Kanaya.  Tersirat kekhawatiran di wajahnya. Ia berusaha menenangkan hati dan pikirannya. Dua hari lagi Radit akan berangkat itu artinya Kanaya akan kesepian. "Nat, lo gak mau nikah sama Radit? Kalau kalian nikah lo bisa pergi sama Radit." Santi menoleh pada Kanaya yang sedang memejamkan matanya. "Kalau bisa nikah besok gue mau. Radit perginya dua hari lagi." "Mendadak, ya." Kanaya membuka matanya. Tiba-tiba ia teringat akan sesuatu. Ia segera turun dari tempat tidur lalu membuka tasnya. Sebuah undangan pernikahan dari salah satu teman SMA. Kanya membuka undangan itu lalu membacanya dengan seksama. Ia mendesah lemas sat melihat tanggal pernikahan temannya yang akan diadakan empat hari lagi. "Kenapa Nat?" "Teman gue nikah empat hari lagi. Lo mau nganterin gue?" Kanaya menatap Santi berharap sahabatnya bisa membantu. Ia tidak mau pergi sendiri apalagi Radit sudah pindah ke Singapura. "Gue ada pemotretan ke luar kota seminggu jadi gue tidak bisa."  Kanaya meletakkan kembali undangan itu lalu menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur. Kanaya termenung lalu coba untuk memejamkan mata. Tidak apa dia pergi sendiri, yang perlu ia lakukan adalah menyiapkan hati saat mereka bilang jomblo. Teman SMA Kanaya lebih resek dari teman kuliahnya. Mungkin karena mereka sudah dekat jadi bicaranya asal ceplos. Semoga saja teman-temannya bisa lebih dewasa dari sebelumnya. *** Radit memasukkan kopernya ke dalam bagasi mobil. Kanaya juga membantu membawakan barang yang ringan. Bagasi ditutup. Kanaya tidak tahu kalau kedua orang tua Radit juga ikut pindah. Mereka akan tinggal di Singapura selama dua tahun bersama Radit. Kanaya tahu Radit tidak mungkin meninggalkan kedua orang tuanya. Ia takut tidak ada yang mengurus. Orang tua Radit tidak terlalu tua tapi mereka sangat menyayangi Radit sehingga memutuskan ikut pergi. Terlebih Radit adalah anak semata wayang. Sementara rumah Radit akan ditempati bibinya yang tinggal sendiri. "Lo baik-baik di sana. Kalau sudah sampai kabari," ucap Kanaya saat Radit menggenggam tangannya. "Iya, lo juga jaga diri. Apa pun yang terjadi kita harus tetap komunikasi. Gue sayang sama lo." Radit memeluk Kanaya erat lalu mencium kening gadis itu. "Maaf, gak bisa nganterin kamu ke bandara." Radit mengusap pelan kepala Kanaya. Ia memeluknya lagi lalu menggenggam tangan Kanaya erat. Gue berangkat sekarang, ya. Radit melepas genggaman tangannya lalu masuk ke dalam mobil. Kanaya melambaikan tangannya melihat mobil menjauh pergi membawa orang yang ia cintai. Gue harap ini bukan perpisahan selamanya, batin Kanaya. *** Setelah kepergian Radit tadi pagi membuat hari Kanaya sedikit berbeda. Tidak seperti bisa ia mengajar anak-anak tanpa semangat. Sesekali ia memberi pujian dan tersenyum melihat hasil karya anak-anak. Rasanya Kanaya ingin cepat pulang dan menghubungi Radit. "Kanaya kamu kenapa?" tanya Dewi rekan kerjanya. "Tidak apa. Gue baik-baik saja. Lo sudah makan? Kita makan siang bersama, yuk!" "Sekarang aku piket membersihkan kelas, kamu pergi duluan saja, ya." Kanaya mengangguk pelan lalu membereskan meja kerjanya. Ia bergegas mencari tempat makan. Sore ini Santi juga akan berangkat ke luar kota membuat hari Kanaya benar-benar galau. Ponselnya berdering, ada pesan masuk dari Radit. Kanaya tersenyum lega saat mengetahui Radit sudah sampai dengan selamat. Bahkan pria itu mengirimkan foto apartemennya. Kanaya membalas pesan itu dengan stiker hati. Mengetahui kabar Radit baik-baik saja membuat hatinya kembali senang. Senyum Kanaya kembali mengembang menandakan suasana hatinya sudah membaik. *** "Selamat Ris akhirnya lo nikah juga. Gue kira lo bakalan jadi perjaka lapuk," ujar seorang pria berbadan tinggi pada pengantin pria. "Mana mungkin gue jomblo terus. Kalau si Kanaya gue percaya  jadi jomblo sejati." Semua mata tertuju pada Kanaya. Dia satu-satunya orang yang datang tanpa pasangan. Kenapa bawa-bawa nama gue? batin Kanaya "Nay, jangan kelamaan jadi jomblowati, entar kadaluarsa," ujar pengantin pria bernama Haris. Kanaya yang kesal kemudian menghabiskan minumannya. Ia mendekati teman-teman SMA yang sering mengejeknya dulu. "Gue bukan jomblowati. Pacar gue lagi di Singapura. Lagi kerja buat biaya nikah kita nanti. Gue bakalan undang kalian semua ketika gue nikah. Kalian harus datang," ucap Kanaya. Harusnya saat ini menjadi moment yang tepat memperkenalkan Radit pada teman-temannya. Sayang sekali Radit sudah pergi ke Singapura. "Gue tunggu undangan dari lo. Kalau bisa sebelum gue punya cucu," ujar Haris. Kanaya meremas dompetnya. Ia sudah tahu akan menjadi bahan olok-olokan, tapi ini terlalu menyakitkan. Baru menikah saja mereka sudah bangga. Tunggu nanti ketika mereka beli pampers sama s**u tiap bulan. Langsung tekor. Nikah itu mudah tapi menjalaninya yang susah. "Kalau lo benar-benar punya pacar dan nikah tahun ini gue yang akan biayai dekorasinya. Mau out door atau indoor gue yang tanggung biayanya," kata pria yang berada di samping Haris. Dia adalah salah satu pengusaha dekorasi pernikahan. Kanaya salut dengan teman-temannya yang sukses meniti karir. "Masalah catering gue yang tanggung. Maksimal 300 orang gue sanggup, tapi tidak berlaku untuk tahun depan." Pria yang berada di samping Kanaya ikut menimpali. "Oke, gue pegang janji kalian. Jangan ingkar janji." "Oke, lo punya waktu 8 bulan buat cari calon suami. Semoga berhasil jomblowati." Kanaya langsung pamit dari acara pernikahan Haris. Ia berjalan meninggalkan tempat acara. Kanaya malas mencari angkutan umum. Ia ingin berjalan sembari menikmati malam. Sesekali Kanaya terdiam mengamati lalu lintas yang terlampau lenggang. Hatinya sepi walau di sekitarnya sangat ramai. Nyantanya perasaan kosong itu hanya bisa diisi oleh cinta. Kanaya membuka galeri ponsel. Ia melihat koleksi fotonya dengan Radit. Rasa rindu sedikit terobati. Satu per satu foto digeser, sampai pada sebuah foto seorang pria sedang bergaya di depan kamera. "Max," gumam Kanaya menyebut nama pria itu. Ia tersenyum tipis mengetahui fakta bahwa ia masih menyimpan foto Max di ponselnya. Kanaya ingin menghapus foto itu tapi ia urung melakukannya. Kanaya terus menatap lekat satu-satunya foto Max yang tersisa di galery ponsel. Tiba-tiba panggilan video membuat Kanaya sadar. Dengan cepat ia menerima panggilan itu. Wajah tampan Radit terlihat di layar ponselnya. "Hai, I miss you so much, my lovely Wasir," ujar Radit membuat Kanaya tersenyum lebar. "I miss you too, Sanbong. Where are you now?" "Gue di luar, mau cari makan."  Radit menunjukkan jalan yang ia lalui menggunakan kamera belakang. Kanaya terdiam melihat seorang pria berjalan di depan Radit. Kanaya tidak bisa melihat wajahnya karena pria itu memakai masker tapi entah mengapa hatinya merasa kalau itu adalah Max. "Kanaya. Kamu baik-baik saja? Mengapa diam saja?"  Kanaya mengenyahkan pikiran tentang Max. Ia kembali bicara pada kekasihnya. Kamera kembali mengarah pada wajah Radit. "Tidak apa, hanya kecapekan." "Ya sudah istirahat saja. Besok gue hubungi lagi." Radit melambaikan tangannya sebelum memutuskan sambungan. Kanaya menyimpan ponselnya kembali. Ia berjalan pelan menyusuri trotoar. Malam yang indah dengan banyaknya orang berjualan di pinggir jalan. Langkahnya terhenti tepat di depan sebuah gedung pencakar langit. Bayangan masa lalu kembali menyeruak dalam ingatan. Kanaya tersenyum saat ingatan tentang Max kembali muncul. Sudah setahun lebih ia berpisah dengan Max tapi Kanaya belum bisa menghilangkan kenangan pria itu. Andai gue bukan Santi mungkin Max tidak akan pernah melirik gue. Terima kasih lo sempat hadir dalam hidup gue, batin Kanaya. Ia kembali melanjutkan langkahnya. Semua sudah berakhir setahun yang lalu. Mereka hanya menjadi orang asing ketika bertemu lagi. Cinta yang dulu Kanaya rasakan pada Max hanya sebuh ilusi. Beberapa kali Kanaya mencoba menghilangkan bayang-bayang Max dalam hidupnya. Namun itu sangat sulit. Bisa dikatakan Max adalah cinta pertamanya. Cinta yang tidak pernah terucap. Kanaya hanya bisa memendamnya bahkan saat Max akan pergi. Kanaya menjulurkan tangannya saat melihat sebuah taksi dari kejauhan. Mobil berhenti lalu dia masuk kemudian memberitahu alamat rumah. Selama perjalanan Kanaya menikmati pemandangan kota. Selama ini Kanya sangat jarang pergi ke luar kota. Dulu ia ingin sekali bepergian ke berbagai daerah, tapi ia takut untuk melakukannya. Ia terlalu takut dengan dunia luar yang akan ia temui nantinya. Taksi berhenti di depan rumahnya. Kanaya segera membayar ongkos sebelum keluar. Langkahnya semakin lebar saat melihat Stefan membuka pintu. "Malam Kak," sapa Kanaya. "Apa Radit pergi ke Singapura?" tanya Stefan tanpa basa-basi. Kanya menatapnya lekat, dalam benak ia bertanya kenapa kakaknya bisa tahu tentang keberangkatan Radit. Kanaya mengangguk. "Kenapa bisa tahu?" "Dari ** story-nya Santi." Stefan memberikan ponselnya pada Kanaya. Terlihat video yang diunggah Santi. Ini teman gue lagi galau. Baru pacaran 7 bukan sudah ditinggal pergi sama pacarnya. Sekarang mereka LDR-an. Gue selalu berdoa yang terbaik buat dia. Semoga sahabat gue ini gak jadi jomblowati lagi. Kalau dia jomblo gue juga yang repot. Mohon doa kalian supaya teman gue bisa langgeng.  Kanaya baru tahu kalau Santi membuat video untuknya. Parahnya semua foto dan video dalam unggahan itu adalah lawas. Ada foto saat Kanaya menangis dan sedih, wajar saja Stefan khawatir dengan Kanaya. Lo baik-baik saja? tanya Stefan membuat Kanaya tersenyum. "Gue baik-baik saja. Inikan baru sehari Radit pergi." Kanaya masuk melewati Stefan. "Bukan sekarang tapi nanti, Nay." Kanaya berbalik lalu tersenyum lebar. "Gue yakin bisa melaluinya. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan." Kanaya langsung berlari ke lantai atas tempat di maan kamarnya berada. Kanaya menguncinya lalu bersandar pada pintu. Ia sendiri takut hubungannya dengan Radit akan merenggang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD