RAMALAN NISCALA

1301 Words
 Pada akhirnya malam pun tiba. Derwin menatap Arfeen sambil terus berdecak karena meskipun Arfeen sudah berhasil melempar batu ke arah Varoon, dia tidak bisa melakukan apa lagi setelahnya. Pelajaran yang memakan waktu seharian tidak membuahkan hasil yang maksimal.  “Sabar saja, ini baru hari pertama,” ujar Isolde, dia menepuk-nepuk bahu Kakaknya. “Setelah makan malam, kita harus lanjut kepada pelajaran kedua Tierra tentang Niscala.”  “Bisakah kalian tidak memanggilku dengan nama belakangku?” tanya Arfeen. “Bagaimana kalau memanggilku dengan nama panggilanku yang biasanya saja? Aku tidak pernah dipanggil Tierra seumur hidupku karena menurut orang tuaku itu adalah nama yang aneh.”  “Lalu kenapa orang tuamu memberimu nama Tierra jika itu adalah nama yang aneh?” tanya Varoon. “Mustahil mereka sudah membencimu sebelum kau lahir sehingga memberimu nama yang meenurut mereka aneh, bukan?”  “Mereka mengatakan bahwa mereka tidak menyukai nama belakangku karena mereka juga tidak tahu kenapa dan kapan mereka memberikan nama itu kepadaku,” jelas Arfeen. “Tiba-tiba saja nama itu sudah tertulis di akta kelahiranku dan mereka terlalu malas untuk pergi dan merubahnya.”  “Apa kau ikut campur urusan mereka, Kakak?” tanya Isolde. “Apa kau yang melakukan itu?”  Derwin menggeleng. “Aku hanya datang karena dia memiliki nama Tierra, bukan berarti aku yang bisa memberikan nama itu padanya. Aku sudah mengatakan bahwa tidak ada yang tahu siapa itu orangnya karena menurut King Tyrion III, Niscala yang sudah memilihnya secara langsung.”  “Jika begitu, kenapa belum ada pengumuman apapun dari Niscala? Tidak ada suara bergema seperti memberi kabar kedatangan Kasdeya dan monster jahat lainnya. Bukankah seharusnya jika Tierra kembali- maksudku, jika Arfeen sudah kembali, Niscala akan bertindak?”  “Aku juga tidak mengerti alasannya,” Derwin menghela napas. “Mungkin Arfeen harus menunjukkan kesetiannya kepada Niscala atau menunjukkan seberapa berbakatnya dia untuk mengusir Kasdeya dan merebut Marven atas nama Niscala.”  “Kembalinya pewaris tahta dari penyihir tertinggi kita,” Denallie mengangguk-angguk. “Jika itu alasannya, maka kemungkinan besar Niscala memang sudah merencanakannya sejak dahulu kala. Lagipula negeri ini sangat menyayangi Tierra yang dulu dan bersedih ketika dia lebih memilih menikah dengan perempuan dari Saujana. Bagaimana juga laki-laki yang melegenda itu adalah pahlawan yang melindungi negeri ini dulunya. Baiklah, kami akan memanggilmu dengan Arfeen seperti yang kau inginkan.”  “Terima kasih,” Arfeen tersenyum kecil. “Jadi, apa yang harus aku ketahui pertama kali tentang Niscala?”  “Aku yang pertama kali akan bercerita!” Isolde mengacungkan jarinya, dia tersenyum lebar. “Jadi, Arfeen, beribu-ribu tahun yang lalu, penyihir terkuat dalam sejarah kami jatuh cinta dengan wanita yang berasal dari Saujana ketika dia memantau negeri itu. Bagi kami, sudah menjadi kewajiban untuk memantau negeri-negeri lain untuk memastikan bahwa negeri itu tidak memiliki ancaman yang bisa membahayakan populasi kami. Karenanya, Tierra mennggalkan Niscala setelah memberi mantra pelindung yang berhasil melindungi kami bahkan setelah ribuan tahun setelahnya.”  “Perginya Tierra merupakan awal melemahnya Niscala. Tierra harus rela melepaskan sihirnya, pergi sebagai manusia biasa untuk hidup bahagia dengan perempuan yang dicintainya. Saat itulah ada yang dinamakan ramalan Niscala, ramalan ini diabadikan oleh dua kerajaan dengan menyebut kalau Niscala berduka karena kehilangan penyihir terkuatnya.”  “Bukankah itu terlalu drama?” celetuk Arfeen, dia memotong ucapan Denallie. “Maksudku.. ya sudah, teruskan saja. Maaf karena memotong penjelasanmu.”  “Intinya seperti itu- ck, kau malah menyeletuk, suasana hatiku menjadi tidak bagus dan aku jadi malas melanjutkannya,” keluh Denallie tetapi Isolde terus membujuknya untuk melanjutkan. “Pokoknya ada ramalan yang menyatakan bahwa suatu hari Tierra akan kembali dengan wujud baru dan menjadi lebih kuat dari Tierra yang sebelumnya. Ramalan juga menyatakan bahwa Niscala akan ditimpa banyak kemalangan sampai Tierra datang. Hah, bagaimana pun Tierra memang yang terkuat dalam sejarah, bahkan ada yang menyatakan kalau baju perangnya terbuat dari logam terkuat di bumi dan tatapan matanya bisa melumpuhkan lawan seperti mengutuk lawannya menjadi batu.”  “Tidak ada yang bisa kami lakukan selain mempercayai ramalan lama,” lanjut Varoon. “Setelah melawan banyak sekali monster dan kehilangan banyak sekali penyihir hebat, hanya ramalan itu yang bisa menjadi harap. Ayahku, King Marven II mengatakan bahwa Niscala akan menjadi negeri yang sangat kuat, lebih kuat dari yang pernah ada. Akan lahir banyak penyihir hebat di negeri ini dengan bersatunya penyihir wanita terkuat yakni Isolde dan Tierra yang akan datang.”  “Huh?” Arfeen memiringkan kepalanya. “Bersatunya?”  “Menurut ramalan, Isolde dan dirimu akan menikah,” ungkap Derwin. “Penyihir wanita, pengendali es dan juga memiliki sihir penyembuh. Banyak yang mengatakan bahwa penyihir wanita terkuat itu adalah Isolde karena dia memiliki ciri-ciri yang sama persis dengan yang sudah diramalkan. Hanya saja ramalan itu juga menyebutkan bahwasannya jika Tierra sudah kembali, negeri ini akan menggema, negeri ini akan mengeluarkan suara dan membuat semua makhluk yang memiliki kekuatan sihir kehilangan energinya selama kurang lebih satu jam tetapi itu belum terjadi.”  “Waktu satu jam itu membuat sihir dari seorang Tierra menguat dan sihir makhluk lainnya melemah. Karenanya.. kita bisa langsung menghabisi seluruh Kasdeya di waktu itu.”  “Karena itu tidak terjadi, apakah itu berarti aku bukanlah orang yang kalian cari?” tanya Arfeen, menyebutkan kemungkinan. “Bisa saja ramalan itu salah karena sudah terjadi sekitar ributan tahun yang lalu.”  “Tidak, Arfeen Tierra,” Derwin menggeleng. “Ada banyak hal yang belum kau ketahui tetapi seperti yang kami katakan, ramalan dari Niscala adalah satu-satunya kebenaran yang bisa kami percayai karena jika ada yang berbohong demi keuntungan mereka sendiri, mereka akan langsung menerima hukuman dari Niscala.”  Perkataan Derwin membuat Arfeen kesulitan tidur. Dia terus memikirkan perkataan dari Kakak Isolde itu tentang ramalan dari Niscala terkait dengan eksistensinya. Entah mengapa Arfeen berpikir kalau ramalan itu tidak sepenuhnya benar, mungkin ada bagian yang dilebih-lebihkan.. contohnya tentang kekuatan sihir yang akan menghilang selama kurang lebih satu jam ketika Niscala menerima kedatangannya sebagai Tierra.  Bukankah negeri ini adalah negeri penuh sihir? Jika terjadi keheningan sihir selama kurang lebih satu jam, bukankah itu artinya ada akan ada yang terjadi pada negeri ini? Seperti ketika Derwin kehilangan energi sihirnya saat melawan Kasdeya, dia akan melemah dan akan terus melemah jika Isolde tidak segera menyembuhkannya.  Omong kosong jika mereka menyatakan mereka akan mengalahkan Kasdeya selama selang waktu satu jam dengan berbekal kekuatan sihirnya. Itu sama saja dengan mengatakan bahwa semuanya akan mati dalam selang waktu itu karena mereka kehilangan sihir Niscala yang membantu mereka untuk hidup di negeri ini.  “Apakah ada yang bisa mengubah ramalan? Atau adakah sihir yang bisa memanipulasi ingatan orang-orang?” gumam Arfeen. “Jika sihir seperti itu ada, aku juga harus berhati-hati karenanya.”  Helaan napas Arfeen terdengar. Dia belum pernah menjadi orang yang diandalkan dan memikul tanggung jawab seberat ini sebelumnya, lalu tiba-tiba saja di usianya yang baru tujuh belas tahun dia sudah harus menjadi pimpinan perang melawan monster. Ini bukanlah anime yang biasa dia tonton ketika dia tidak bisa tidur karena harus menahan rasa sakit akibat dipukuli sepanjang malam, ini adalah dunia di mana banyak orang tinggal dan berharap padanya.  “Dunia sihir, makhluk jahat yang mengancam dan Tierra,” Arfeen menatap langit-langit kamar barunya yang juga terbuat dari batu-batu Tyrion. “Hidup seperti apa yang sebenarnya sedang aku jalani? Entah ini akan berakhir baik atau tidak, tetapi menanggung harapan orang-orang benar-benar sangat berat.”  Jika menjalani hidup untuk diri sendiri saja sudah membuat kita merasa terbebani, apakah kita juga diberi kemampuan untuk menanggung harapan hidup orang lain?  Seperti ramalan yang mereka percaya, seperti sebuah mantra yang selalu mereka rapalkan untuk membuat mereka kuat dan merasa tenang.. kemudian perasaan yang luar biasa diterima oleh orang-orang yang baru saja merasa diandalkan, apakah Arfeen pantas menerimanya?  “Pengecut seperti diriku ini.. apakah bisa menciptakan senyum di wajah orang-orang seperti apa yang aku lakukan siang tadi? Apakah aku bisa memenuhi ramalan itu- tidak, apakah aku memang orang yang disebutkan dalam ramalan itu?” ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD