bc

Riyu, The Nine Tails And The Imperial Mistress

book_age18+
39
FOLLOW
1K
READ
reincarnation/transmigration
dare to love and hate
royalty/noble
drama
sweet
bxg
female lead
royal
coming of age
soul-swap
like
intro-logo
Blurb

Aku dengan memakai baju atasan sweeter dengan rok panjang di bawah lutut, berhiaskan sepatu boot simple berwarna coklat kesayanganku tengah berdiri diam di tempat. Membiarkan suara angin yang membawa pasir meramaikan gendang telingaku, menampar wajah berkulit putih pucatku dengan keras, dan mengibaskan helaian rambut dengan panjang sebahuku dengan kencang.

Entah sampai kapan aku harus berdiri diam di tempat ini. Aku hanya bisa menyipitkan kedua mata untuk menghalau hujaman angin pasir yang sering kali menyakiti kulit wajah dan tubuhku. Hingga dari jarak yang begitu jauh aku samar-samar melihat bayangan dari seseorang yang datang melangkah menembus badai pasir itu, menuju ke arahku.

Aku menunggu, menunggu, dan menunggu sosok itu datang menghampiriku. Hingga setelah jarak kami terpaut beberapa meter saja, akhirnya aku bisa melihat wajah itu. Wajah tampan dari seorang pria yang tidak kukenal. Wajah tampan dari seorang pria yang sudah sejak lama sering kali menghiasi mimpi-mimpiku. Aku menatap lurus ke arahnya. Menatap dengan lekat bola mata jernihnya yang juga tengah menatapku dengan pandangan tidak kalah lekat.

Aku tidak mengenalnya, sama sekali tidak mengenalnya. Namun entah kenapa aku selalu merasa merindukan dirinya. Tiap kali mata kami bertemu, aku seakan terhisap oleh kelereng hitam kembar milik pria itu. Masuk ke dalam hatinya dan terperangkap akan kegelapan yang berada dalam ruang dan waktu. Kegelapan yang tidak kuketahui sampai mana jalan akhirnya.

chap-preview
Free preview
Bab 1
Angin yang membawa debu dan pasir berterbangan di sekitar padang pasir yang luas hari itu. Tempat yang panas dan sepi membuat siapa pun yang melewati area itu akan menjadi dehidrasi dengan hebat. Tempat yang tidak pernah kutahu letak kordinatnya, dan aku hanya bisa berdiri dengan raut wajah bodoh di tengah padang pasir itu. Tersesat, sendirian, dan tidak tahu arah mana jalan pulang.  Aku dengan memakai baju atasan sweeter dengan rok panjang di bawah lutut, berhiaskan sepatu boot simple berwarna coklat kesayanganku tengah berdiri diam di tempat. Membiarkan suara angin yang membawa pasir meramaikan gendang telingaku, menampar wajah berkulit putih pucatku dengan keras, dan mengibaskan helaian rambut dengan panjang sebahuku dengan kencang.  Entah sampai kapan aku harus berdiri diam di tempat ini. Aku hanya bisa menyipitkan kedua mata untuk menghalau hujaman angin pasir yang sering kali menyakiti kulit wajah dan tubuhku. Hingga dari jarak yang begitu jauh aku samar-samar melihat bayangan dari seseorang yang datang melangkah menembus badai pasir itu, menuju ke arahku.  Aku menunggu, menunggu, dan menunggu sosok itu datang menghampiriku. Hingga setelah jarak kami terpaut beberapa meter saja, akhirnya aku bisa melihat wajah itu. Wajah tampan dari seorang pria yang tidak kukenal. Wajah tampan dari seorang pria yang sudah sejak lama sering kali menghiasi mimpi-mimpiku. Aku menatap lurus ke arahnya. Menatap dengan lekat bola mata jernihnya yang juga tengah menatapku dengan pandangan tidak kalah lekat.  Aku tidak mengenalnya, sama sekali tidak mengenalnya. Namun entah kenapa aku selalu merasa merindukan dirinya. Tiap kali mata kami bertemu, aku seakan terhisap oleh kelereng hitam kembar milik pria itu. Masuk ke dalam hatinya dan terperangkap akan kegelapan yang berada dalam ruang dan waktu. Kegelapan yang tidak kuketahui sampai mana jalan akhirnya.  Aku terhisap secara paksa. Tubuhku membeku di tempat, dadaku begitu sesak, dan air mataku mengalir begitu saja. Aku merindukannya. Namun aku juga membenci dirinya. Dadaku begitu sesak, dan aku tidak tahu harus bagaimana. Mata hitam jelaga itu begitu jahat bagiku. Aku entah bagaimana bisa tahu. Aku benci ketika melihat mata hitam itu juga menumpahkan air mata sepertiku. Aku benci melihat raut wajah kesedihan yang pria itu tunjukkan padaku tiap kali kita bertemu.  Aku tidak tahu kenapa, tapi aku sungguh sangat membenci hal itu. Seolah dia ingin menunjukkan rasa penyesalan padaku. Penyesalan apa? Aku tidak tahu, dan aku tidak mau tahu. Memikirkannya saja membuatku semakin sesak. Aku tidak ingin tahu apa kesalahannya padaku, sehingga dia harus menunjukkan raut wajah itu. Yang jelas aku tidak ingin memikirkannya. Aku ingin berpaling darinya. Aku ingin menghapus semua ingatanku tentangnya, walau sesungguhnya aku tetap tidak mengingat atau bahkan mengenalnya.  Aku hanya perlu membalikkan badan dan pergi dari tempat itu. Mencari jalan keluar dari mimpi yang selalu menghantuiku ini. Tapi nyatanya yang aku lakukan hanyalah tetap diam di tempat. Mengunci pandangan mata dengan mata hitam yang memancarkan segunung kerinduan milik pria itu, dan membiarkan dirinya datang semakin mendekatiku.  Satu langkah, dua langkah, tiga langkah, aku menundukkan pandangan ke tanah dan memerhatikan langkah kakinya yang tenggelam tiap kali memijakkan kaki pada pasir. Aku menghitung tiap langkah yang diambilnya dalam hati. Menghitung dan menebak berapa langkah lagi yang dibutuhkan untuk pria itu sampai di hadapanku. Hingga satu langkah terakhir akhirnya menuntunnya tepat di hadapanku.  Aku tidak berani mendongakkan kepala untuk melihat wajahnya. Aku tidak berani melihat air mata yang semakin deras jatuh membasahi kedua pipi mulusnya. Aku tidak berani membiarkan hatiku semakin terluka karena melihat kehancuran dalam tatapan matanya. Karena itu juga akan semakin menghancurkan hatiku. Rasanya sesak dan menyayat hati.  Aku tidak tahu apa yang terjadi pada diriku. Aku tidak mengenalnya, tapi kenapa kehadirannya berhasil membuat diriku menjadi rapuh. Aku tidak suka perasaan ini. Aku tidak ingin bersedih. Aku tidak ingin menangis. Namun kenyataannya dengan satu tarikan lembut yang dilakukannya, berhasil membuatku jatuh tenggelam dalam pelukan dingin itu. Membuatku menangis terisak tanpa sebab. Membuatku semakin hancur dan menjadi kecil.  Aku tidak bisa melakukan apa-apa selain hanya terdiam menangis dan merasakan tubuh kokoh pria itu yang bergetar hebat karena tangis. Tempat itu adalah gurun pasir di mana harusnya suasana terasa begitu panas. Namun yang aku rasakan dalam pelukan pria itu hanya dingin, dingin, dan dingin yang membeku.  Siapa kau? Kenapa kau membuatku seperti ini? Kenapa aku begini karenamu? Apa yang telah kau lakukan padaku? Apa yang telah kulakukan padamu? Aku selalu bertanya-tanya tentang kehadiranmu. Namun suaraku bahkan tidak bisa terdengar olehmu dan olehku. Kenapa? Kenapa? Apa yang telah kau lakukan padaku? “Zia ...” “ZIA!” Kedua mataku langsung terbuka lebar ketika mendengar suara teriakan itu. Aku tersentak dalam tidurku begitu saja, seakan aku telah ditarik paksa oleh kenyataan. Untuk sejenak aku merasa begitu linglung dan tertegun di tempat. Napasku tersengal-sengal dengan berat. Keringat kurasakan sudah membanjiri wajahku. Setelah berhasil mengatur alam pikirku, barulah kedua mataku bergulir ke sekitar. Kulihat beberapa teman sekelasku sudah menatapku dengan wajah terkejut sekaligus heran. “Zia?!” seruan itu kembali terdengar dan menyadarkanku. Aku lalu merasakan seseorang memegang pundakku. Segera aku bergulir ke arahnya, dan langsung bertatapan dengan Mina, teman sekelasku. Gadis itu nampak memerhatikanku dengan lekat dengan raut wajah cemas. “Mina?” “Akhirnya kau bangun juga. Kau tertidur selama pelajaran sejarah. Kelas sudah selesai beberapa menit yang lalu, dan kau masih tertidur,” tegur gadis itu. Aku melongo dengan pandangan konyol, tidak menyangka kalau aku sudah tertidur selama itu.  Mina kembali duduk di bangku sebelahku. Gadis itu kini menatapku dengan serius. Sedangkan kulihat teman-teman yang lain mulai mengacuhkan kami berdua dan fokus akan kegiatan mereka kembali. Kedua tangan Mina menarik pundakku kembali, meminta atensi lebih untuknya. Aku menurut dengan wajah bingung menatap gadis itu. “Katakan padaku, ada apa denganmu Zia?” selidik Mina. “Huh? Memang ada apa denganku?” “Jangan berpura-pura bodoh! Ayolah, kita berteman bukan sebulan, dua bulan Zia. Sudah lebih dari dua tahun kita saling mengenal, dan aku tahu kau menyembunyikan sesuatu dariku, iya kan?! Kau tidak sekali, dua kali tidur dan bermimpi di tengah pelajaran seperti ini Zia. Apa kau memiliki masalah huh? Apa keluargamu baik-baik saja?” “Apa yang kau katakan? Aku baik-baik saja Mina, dan keluargaku juga baik-baik saja,” jawabku dengan wajah bingung menatap gadis itu. Ya, aku rasa keluargaku masih baik-baik saja seperti biasa. Nampaknya Mina masih tidak mempercayai kata-kataku itu. Mina terlihat semakin mengintimidasiku dengan tatapannya yang menyelidik. “Apa?!” sungutku. Aku mau tidak mau merasa gugup sendiri dengan tatapan Mina itu. Entah kenapa rasanya aku seperti dituduh tengah melakukan suatu kesalahan baik tanpa sadar maupun tidak. “Lalu ada apa dengan air matamu itu Zia?” “Eh?” Aku terkejut dengan ucapannya. Mina membantu menyadarkanku dengan mengarahkan jemari panjangnya pada bawah mataku. Mengusapnya dengan pelan dan menunjukkan rembesan air mata itu tepat di depan mataku. “Lihat, kau menangis dalam tidurmu.” Seketika aku terpaku di tempat melihat air mata itu. Dengan masih merasa tidak yakin, aku ikut mengusap sendiri air mata di wajahku. Benar saja. Cukup banyak air mata yang mengalir di sana membuatku semakin bingung sekaligus heran sendiri melihatnya. “Ada apa Zia? Kau memimpikan sesuatu yang buruk?” Sekali lagi aku merasakan tangan Mina bertengger di pundakku. Suaranya terdengar lebih lembut saat ini. Aku tahu Mina hanya mengkhawatirkan diriku. Aku menatap wajahnya.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Romantic Ghost

read
162.5K
bc

Time Travel Wedding

read
5.4K
bc

The Alpha's Mate 21+

read
146.5K
bc

AKU TAHU INI CINTA!

read
9.1K
bc

Possesive Ghost (INDONESIA)

read
121.4K
bc

Putri Zhou, Permaisuri Ajaib.

read
4.0K
bc

Legenda Kaisar Naga

read
90.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook