Sudah Tidak Perawan

1027 Words
“Diam!”bentak Alvin membuat Agus mengantupkan rapat mulutnya. Ya Tuhan, sungguh kini dia tidak tahu harus meminta tolong pada siapa. Pria yang lewat bersama dengan pelayan yang memakai seragam seperti dirinya bukan satu, dua, tapi mereka terlihat tidak ketakutan. Sebenarnya ke mana Alvin akan membawanya. Ruangan yang saling berhadapan tampak seperti hotel, tapi memangnya di klub ini ada hotelnya. Batin agis terus berkecamuk hingga Alvin berhenti di depan pintu kamar nomor tiga belas. Alvin menempelkan kartu akses yang dia bawa untuk membuka pintu kamar yang sudah dibayar. Dia menarik Agis masuk ke dalam kamar dan mendorongnya dengan kasar sebelum dia masuk dan mengunci pintu. “Dengar Agisti! Kali ini tidak ada ampun untukmu,” ancam Alvin dengan wajah memerah dan sorot mata yang membuat Agis bergidik ngeri. “Maaf, Tuan, ini kamar. Apa yang mau tuan lakukan. Aku ini pelayan biasa tidak menerima servis kamar.” Agis mulai mengiba dengan mata awas melirik isi kamar yang ternyata benar-benar hotel. Polos sekali, kenapa lama bekerja di sini dia baru tahu kalau di klub malam ada tempat seperti ini. Harusnya dulu dia tidak perlu tertarik dengan ajakan Dara. Namun, menyesal pun percuma, semua sudah kadung terjadi dan Agis hanya harus mencari cara bagaimana bebas dan lepas dari Alvin. “Bodoh! Kamu pikir aku perlu persetujuan kamu! Kamu yang salah memberikan minuman dan kamu juga yang harus bertanggung jawab,” ujar Alvin setelah meletakan ponsel di atas nakas. Alvin berbalik menghadap Agis yang masih tampak bingung, tapi saat Alvin mulai membuka satu persatu kancing kemeja yang dipakaiannya. Agis berlari ke arah pintu. Dia berusaha mendorong pintu agar terbuka. Namun, usahanya nihil. Semakin lama badan Alvin terasa sangat panas, pikirannya sudah sangat tidak bisa dikontrol. Apalagi sesuatu yang berada di tengah selangkangannya sudah mengeras sempurna dan dorongan untuk melepaskannya semakin menggebu. “Tuan ... Tuan kok buka baju. Tuan muda, mau apa?” Agis menghindar ketika Alvin menghampirinya. Tatapan mata Alvin begitu terlihat menyeramkan, Agis tidak tahu kesalahan apa yang dia perbuat hingga harus berada di dalam kamar ini. “Aku hanya salah memberikan minuman, Tuan. Tolong maafkan aku,” mohon Agis semakin takut dan menutup matanya dengan kedua telapak tangan saat hanya tersisa boxer pendek di tubuh Alvin. “Salahnya adalah minuman yang lo berikan itu membuat badan gue jadi panas seperti ini. Gue enggak mau tahu. Lo harus bantu gue tuntasin semuanya, ini salah lo dan lo juga yang harus tanggung jawab.” “Salah apa, memangnya minuman apa yang aku berikan?” Badan Agis mundur hingga menabrak tembok. “Obat perangsang,” ujar Alvin dengan seringai yang tampak menyeramkan di mata Agis. “Obat perangsang,” desis Agis dengan mengigit bibirnya. Tanpa dia tahu kalau apa yang dia lakukan itu semakin membuat Alvin b*******h. “Kamu seksi, kamu cantik. Bibirmu pasti manis, Sayang,” ceracau Alvin semakin melangkah maju sementara Agis sudah tidak bisa bergerak ke mana pun karena di belakangnya tembok. “Tuan, aku tidak tahu kalau itu obat perangsang. Sungguh aku minta maaf tuan, aku masih gadis, aku masih suci, tolong jangan lakukan ini padaku.” Agis masih berusaha mengiba dengan kedua tangan yang ditangkupkan di d**a. “Bagus dong, kalau kamu perawan itu berarti kamu bukan bekas orang. Aku beruntung bisa merasakan hangatnya lubang surgawi dari perawan desa sepertimu.” Bukan malah kasihan, Alvin yang sudah di bawah kendali obat malah semakin b*******h melihat Agis di depannya. “Sini sayang, mendekatlah. Jangan jual maha, aku akan bayar berapa pun yang kamu mau.” Plak. Satu tamparan keras melayang ke wajah Alvin saat dia berusaha menarik Agis. “Kurang ajar, kamu tidak bisa bermain manis sayang. kamu tahu kalau aku sudah tidak tahan ingin mencicipi tubuhmu.” Alvin berhasil mencengkram pergelangan tangan Agis. “Lepaskan! Lepaskan, Tuan. Aku mohon lepaskan aku,” teriak Agis meronta-ronta. Namun, Alvin yang kalap sama sekali tidak menggubrisnya. Alvin malah menyeret badan Agis mendekati ranjang dan mendorong badan Agis hingga jatuh telentang di kasur, badan Agis gemetar, dia terus berusaha beringsut mundur menjauhi Alvin dengan tangan yang terulur ke depan menepis serangan tangan Alvin. “Jangan Tuan, aku mohon lepaskan aku. Aku masih suci, tolong jangan lakukan itu, aku mohon Tuan,” rintih Agis yang terus berusaha menepis tangan Alvin. Namun, naas Alvin dengan cekatan menarik kemeja bagian depan Agis hingga robek. “Tuan, jangan. Aku mohon maafkan aku,” pinta Agis dengan tangis yang terdengar pilu. Dia berusaha menendang Alvin. Namun, Alvin malah berhasil menangkap kakinya. Dia mengunci kedua kaki Agis dengan mendudukinya. Alvin bak orang tuli yang tidak mendengarkan permohonan yang sedari tadi Agis ucapkan. Air mata Agis mengalir saat sudah tidak ada sehelai benang pun yang menutupi tubuhnya. Alvin memang berujar maaf, sebelum akhirnya dia mencumbu Agis dengan paksa. Telapak tangannya pun begitu kasar meremas kedua buah d**a Agis. “Dadamu besar aku menyukainya, maafkan aku, nafsuku sudah tidak tertahan,” ujar Alvin sebelum menenggelamkan wajahnya di kedua buah d**a Agis yang besar dan sintal. Sekuat apa pun Agis menepis dan memohon agar Alvin menghentikan aksinya. Alvin tetap memaksa mencumbu Agis dengan tanpa ampun. Nafsu sudah menguasai Alvin dan membuatnya bagai serigala yang tidak mempedulikan isakan dan rintihan Agis. Dia sudah tidak bisa menahan sesuatu yang meledak dalam dirinya, sesuatu yang membuat Alvin kini benar-benar merebut kesucian Agisti secara paksa dengan cara yang paling menyakitkan yang membuat air mata Agis tidak juga berhenti mengalir. “Aku mohon, Tuan. Jangan nodai aku, aku mohon,” rintih Agis tanpa henti meski tenaga dia sudah habis. Sedari tadi dia meronta dan melawan. Namun, tenaganya tidak cukup kuat untuk melawan Alvin yang begitu beringas. “Nikmat Agis, sempit sayang. Tolong kamu tahan karena akan sedikit menyakitkan.” Apa yang perlu ditahan saat rasa sakit sudah sedari tadi dia rasakan. Sakit diperlakukan bak jalang hanya karena salah yang tidak sengaja dia perbuat. Runtuh sudah pertahanan Agis, matanya terpejam tidak kuasa menyaksikan rona kenikmatan yang tampak di wajah Alvin. Rasa sakit semakin terasa saat tombak kejantanan Alvin merobek sesuatu yang selama ini sudah dia jaga. Darah segar seketika mengalir di sela selangkangannya diiringi tangisnya yang terdengar bersamaan desahan kenikmatan Alvin. Darah perawan yang kini membuat Agis merasa dirinya tidak lagi berharga. ‘Aku sudah tidak perawan,’ batin Agis meratapi nasib yang menimpanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD