Keterkejutan Sherin

1036 Words
"Di mana aku? Astaga ..." Sherin mengedarkan pandangannya keseluruh ruangan besar dengan wajah menantang, lalu ia melihat ke dalam selimut untuk memastikan tidak tersentuh oleh siapa pun. "Syukur lah ... Huuuff ..." Ia menarik menghela nafas lega saat mendapati rumah masih pakai baju yang lengkap sebelum masuk rumah mewah ini. Sherin mendudukkan pandangannya seraya memegang kepala dan pinggangnya. "Awww ... kenapa sakit sekali, apa semalam aku ikut lomba lari?" Sherin meringis bermonolog sendiri. Ia mencoba mengingat kembali kejadian semalam, melihat mulai berkaca kaca tak menyangka jika ia akan memiliki nasib yang buruk seperti ini. "Tega sekali kau paman, menjualku pada pria tua bangka itu. Aku tidak punya keluarga lagi selain kau paman. Pa, ma, kak, mengapa kalian meninggalkanku dengan begitu cepat dalam waktu kapan saja." Wajah mulusnya di basahi oleh air mata yang mengalir deras, mata yang masih terlihat sembab dari tangisannya semalam, kini makin bertambah sembab. Kruk ... Kruk ... Kruk ...  Terdengar suara perut Sherin yang berbunyi. "Aduh, perutku lapar sekali." Sherin meringis tahan lapar sembari melingkari dipindahkan di perut langsingnya. Ceklak ... Pintu kamar yang di tempati Sherin terbuka, di susul oleh pekerja rumah tangga yang membawa nampan berisikan makanan dan minuman di pakai. "Selamat pagi, nona. Ini sarapanmu." Perempuan bertubuh gempal sambil sedikit membungkuk dan meletakkan nampan berisi bubur ayam, buah anggur dan segelas s**u di atas nakas.  "Terima kasih," sahut Sherin ragu dengan wajah bertanya tanya. "Saya permisi Nona," jawab wanita muda itu keluar dari kamar Sherin. "Eh, tunggu." Sherin menghentikan langkah perempuan muda itu. "Apa ada yang kamu inginkan lagi, Nona?" tanyanya sambil menundukkan pandangan. "Ah, tidak. Aku hanya ingin bertanya, sedang dimana aku saat ini?" Sherin Mencari tau. "Anda sedang berada di kediaman Tuan Heri," sahut si pelayan. Sherin tercengan, ia tak akan menyangka jika si bangka tua itu akan membawa dirinya ke kediamannya. “Jangan panggil aku nona, panggil saja aku Sherin. Siapa nama mu?" tanya Sherin tersenyum ramah.  "Saya Rika, pelayan pribadi Anda, nona. " Sambil menundukkan kepalanya. "Pelayan pribadi? Tapi untuk apa? Aku tidak perlu pelayan pribadi." Sherin mengerutkan keningnya karena terkejut dengan apa yang di katakan Rika. "Maaf, tapi tuan besar meminta saya untuk menjadi pelayan pribadi nona, jadi apa pun yang Anda minta tolong katakan pada saya." Menundukkan kepala sebagai rasa hormatnya pada Sherin. "Jangan panggil aku nona, aku sama saja seperti mu. Dan kau tidak perlu menjadi pelayan ku, Rika." "Baik jika begitu, saya permisi." Rika mundur dan membalikkan badan untuk meninggalkan Sherin.  'Untuk apa si tua itu memberikan ku pelayan pribadi? Mengapa tidak aku saja yang menjadi pelayan di rumah ini untuk menebus uang lima ratus juta yang telah di berikan untuk paman. Dengan begitu aku tidak perlu menikah dengan si tua itu.' Sherin membatin dengan rencana yang akan di susunnya agar terlepas dari Heri yang ingin menikahinya.  Kruk .. Kruk .. Kruk .. Lagi-lagi, suara perut Sherin berbunyi. Menandakan bahwa ia sangat membutuhkan makanan untuk mengganjal perutnya. "Ah, aku sudah tidak kuat lagi menahannya. Aku harus makan kalau tidak aku akan sakit dan merepotkan orang banyak." Sherin kemudian melahap makanan yang telah di bawakan oleh Rika dengan lahap. 'Eemm ... Ini enak sekali, sudah lama sekali aku tidak makan enak seperti ini,'  batin Sherin dengan mata terpejam menikmati sarapan paginya. Sherin menghabiskan makanannya tanpa tersisa sedikitpun, ia menikmati makan paginya dengan nikmat dan perasaannya yang girang. Pintu kamar Sherin terbuka kembali, kali ini wanita berpenampilan elegan dengan aksesoris yang tampak sangat mahal di beberapa anggota, berjalan mudah Sherin. 'Ya tuhan siapa dia ... Wanita ini cantik sekali, bahkan kalau aku tebak usianya yang tak lagi muda.' Sherin membatin dengan mata yang terbelalak dan gelas yang masih berada di tangannya. "Kau sudah selesai sarapannya?" Berdiri di hadapan Sherin dengan tatapan tak terbaca. Sherin mengangguk pelan lalu memulihkan kesadarannya yang tercuri oleh kecantikan Lina. "Ss ... su ... dah ..." sahutnya gugup. Lina mengerutkan dahinya sambil memandangi wajah Sherin yang sangat aneh. "Ada apa? Kamu sakit? Apa kepalamu masih sakit?" tanyanya memperhatikan luka memar di pelipis Sherin. Sherin menggeleng tak bersuara. "Aku Lina, istri dari Heri." Lina melipat kedua berbicara di depan d**a menatap Sherin. Sherin terkejut dengan mata yang terbelalak beberapa saat, kemudian ia bangkit dari duduknya, berdiri menghadap Lina lalu membungkukkan sedikit demi sedikit dengan rasa hormat. "Mm..maafkan aku nyonya, ampuni aku. Aku tidak berniat Uu... untuk menghancurkan rumah tangga kalian," ucap Sherin terbata bata menundukkan pandangannya. Mendengar ucap permintaan maaf dari Sherin, membuat Lina merasa iba pada gadis cantik di pertemuannya itu. Lina mendekati Sherin, menarik tangannya dengan lembut dan memintanya duduk di tepi kasur. "Kemari ... Aku ingin mengatakan sesuatu padamu." Membawa tubuh Sherin hingga terduduk di atas kasur yang sama. "Siapa nama lengkap mu?" Lina bertanya dengan wajah serius.  "Ss..sherin Qotrunada, Nyonya." "Umur?" Lanjut Lina masih dengan ekspresi wajah yang sama. "Dua puluh tahun." Sherin tak berani menaikkan pandangannya. Kini ia akan mendapatkan masalah besar karena istri Heri akan menyiksanya. "Kau tidak perlu takut." Lina menarik tangan Sherin hingga terlepas dari ujung baju yang di remasnya. "Aku menyetujui pernikahan itu, dan aku memberi restu pada kalian berdua." Deg ... Jantung Sherin berdebat begitu cepat. 'Ya tuhan, Kenapa perempuan ini menyetujuinya? Terbuat dari apa hatinya sampai samapi merelakan dirinya akan di madu.' Sherin membatin dalam keterkejutannya. "Tt..tapi nyonya, aku tidak ingin menikah bersamanya, maafkan aku." Sherin menghela nafas panjang. "Aku bersedia menjadi pelayan dirumah ini selama hidup ku untuk mengganti uang lima ratus juta yang telah tuan Heri berikan pada paman ku, nyonya." Dengan harapan yang besar Sherin mengutarakan idenya. "Haha ... kau tidak perlu seperti itu. Kekayaan suami ku tidak akan habis tujuh turunan." Lina tertawa terbahak bahak hingga bahunya berguncang. Sherin yang melihat reaksi dari Lina pun kembali mengerutkan dahinya, ia tak menyangka jika wanita yang masih terlihat cantik di usianya saat ini tidak sedikit pun menganggap ucapannya serius. "Tt ... tapi .." Sherin ingin kembali menyampaikan keberetannya, tapi terlebih dahulu di potong oleh Lina. "Ya sudah, sekarang mandi dan ganti pakaianmu. Sebentar lagi Rika, pelayan pribadimu akan menyiapkan pakaianmu." Lina mengelus punggung tangan Sherin yang masih terlihat gugup. "Dan aku meminta kamu tidak memanggilku dengan sebutan nyonya, cukup kau panggil aku mama Lina." Sambil berdiri sebelum pergi meninggalkan Sherin tanpa memberikan kesempatan untuk mengatakan kata lagi. 'Haaah ..' Sherin hanya mampu menghela nafas kasar dalam hati.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD