Tiara (1)

1208 Words
Mobil berlogo bintang tiga dengan harga yang sangat fantastis itu berjalan menembus keheningan jalanan ibu kota. Adrian yang terlihat begitu rapi dan tampan dengan jas putih kebesarannya, sangat berbalik dengan penampilan Sherin yang apa adanya dengan setelan baju tidur celana pendek setengah paha dan rambut yang di gulung ke atas membuatnya terlihat jauh dari kesan elegan. Tapi semua itu tidak serta merta menutupi aura kecantikan alami yang di milikinya. "Kita mau kemana Ad? Dan kau kenapa masih berpakaian seperti ini?" tanya Sherin sembari mengetuk ngetuk jemarinya di kaca jendela mobil. "Sampai," sahut Adrian singkat. Mobil yang di kendarai Adrian terhenti di depan sebuah restoran cepat saji yang buka dua puluh empat jam di kawasan selatan ibu kota. "Ha? Restoran cepat saji?" tanya Sherin sembari memalingkan wajahnya ke samping jendela kaca mobil. Sikap dingin Adrian membuat Sherin seperti sedang berbicara pada tembok yang tidak bisa menjawab seluruh pertanyaan yang keluar dari mulutnya. Adrian bergegas turun dari dalam mobil, sebelum menutup pintu mobil ia melirik Sherin, "Cepatlah turun." Sherin memasang wajah masam dengan bibir yang sedikit mengerucut. Tanpa menunggu lama, Sherin pun turun dan mengekori Adrian dari belakang. Beruntung tak banyak orang di sana, jika tidak Sherin akan sangat merasa malu karena penampilannya. Tak butuh waktu lama untuk keduanya menunggu makanan yang telah di pesan oleh Adrian. Dua piring hamburger spesial berukuran besar, sepiring penuh kentang goreng serta dua botol air mineral telah terhidang di atas meja keduanya. "Haaa? Apa kau tidak salah pesan, Ad?" tanya Sherin dengan mata terbelalak melihat ke arah piring yang tersaji di hadapannya. "Kau pikir aku ini apa?" Adrian menipiskan bibirnya sedikit, lalu mengambil garpu dan pisau untuk memulai menyantap hamburger berukuran besar itu. "Kau harus banyak makan, lihat lah tubuhmu itu hampir menyerupai triplek," goda Adrian dengan wajah datarnya. Tangan Sherin yang telah memegang garpu dan pisau tiba tiba melayang di udara seperti ingin menusukkannya ke mulut dan wajah Adrian. "Iiish... Kau ini ...." ucapnya kesal. Kedunya menyantap dengan lahap, baik Sherin maupun Adrian kelihatannya sama sama sedang lapar dan sangat menikmati makanan itu hingga tak mengeluarkan suara sedikit pun. 'Kenapa semua ini sangat enak? Aku sampai tidak rela untuk menyisakannya. Tapi perutku sudah sangat kenyang dan tidak bisa menampungnya lagi. Maafkan aku menyia nyiakan kalian.' Batin Sherin sembari menatap sendu setengah hamburger yang tersisa serta sedikit kentang goreng. "Haaah... Perutku kenyang sekali," ucap Sherin menyandarkan tubuhnya di kursi sembari mengelus elus perutnya. "Kau yakin tidak ingin menghabiskannya?" tanya Adrian santai. Gadis itu menggelengkan kepalanya cepat, "Tidak tidak... Perutku sudah tidak muat lagi untuk menampung ini semua. Haaah...." Sherin menghela nafas kasar dengan mata yang terpejam dan kepala yang menengadah ke atas. Adrian terkekeh melihat tingkah Sherin yang seperti kodok kekenyangan. Gadis bertubuh ramping itu ternyata memiliki daya tampung makanan sesuai dengan ukuran tubuhnya yang terlihat mungil di mata Adrian. Beberapa menit kemudian, keduanya meninggalkan restoran cepat saji itu dan masuk kembali kedalam mobil. Mobil Adrian kembali melaju membelah sepinya jalanan ibu kota. Tetesan air yang turun dari langit mulai membasahi jalanan, menambah suasana dingin yang menyergap ke tubuh gadis cantik itu. Jam telah menunjukkan pukul 03.45 waktu setempat, kedua tangan Sherin mulai memeluk tubuhnya sendiri, mengelus elus bagian tangannya untuk menghangatkan. Sesekali gadis itu menguap karena perutnya yang sudah terasa kenyang hingga membuatnya mulai mengantuk. "Ad, kau belum menjawab pertanyaanku. Kenapa kau masih berpakaian seperti ini?" tanya Sherin. Saat Adrian ingin menjawab, tiba tiba nada dering ponselnya berbunyi. Adrian segera menjawab panggilan itu, dan kembali mengabaikan Sherin. Entah siapa yang menghubungi Adrian saat itu, tapi jika di lihat dari nada bicaranya sepertinya Adrian sedang mendapat panggilan darurat dari rumah sakit tempatnya bekerja. Adrian mengakhiri panggilannya, dan kembali meletakkan ponselnya. "Sepertinya kita tidak bisa pulang sekarang. Aku ada operasi mendadak, kau i-" Adrian menghentikan ucapannya saat metanya berhasil mendapati Sherin yang telah tertidur dengan kedua tangan yang saling melingkari tubuhnya. "Tsh, tidur. Dasar bocah, setelah kenyang kau langsung tidur." Adrian menepikan mobilnya dan berhenti sejenak. Di bukanya jas putih yang terpasang rapi di tubuhnya, lalu di tutupinya tubuh Sherin terlihat kedinginan itu. Adrian kembali melajukan mobilnya hingga tiba di sebuah rumah sakit ternama tempatnya bekerja. Di tatapnya wajah Sherin yang damai dalam tidurnya, di saat tidur pun gadis itu masih saja terlihat sangat cantik. Adrian tak tega untuk membangunkan Sherin, tanpa ragu Adrian kembali mengangkat tubuh Sherin hingga masuk ke dalam rumah sakit. Beberapa perawat serta security yang bertugas mengira Sherin adalah salah satu pasien yang tak sadarkan diri hingga membuat mereka membawakan ranjang dorong khas rumah sakit untuk Adrian. Laki laki bertubuh atletis itu memberi isyarat dengan mulutnya agar mereka tetap diam dan tidak berisik. "Sssttt... Tidak perlu, dia hanya tertidur dan dia bukan pasien. Aku akan membawanya ke ruangan ku," ucapnya pelan. Beberapa perawat perempuan yang mendengarkan itu segera menganggukkan kepalanya mengert dan membiarkan dokter ahli bedah profesional itu melewati mereka dengan kedua tangan yang masih setia menggendong Sherin. "Kau lihat; sepertinya gadis itu yang ada di dalam media beberpa hari lalu." Salah satu perawat perempuan berbisik pada temannya. "Oh iya, benar benar. Pantas saja aku seperti pernah melihatnya. Itu artinya ...." ucapnya terputus. "Calon istri dokter Adrian." Keduanya berteriak bersamaan hingga beberapa perawat yang memintas dari ruang igd terhenti. Dan, terjadilah gosip subuh di antara pereawat perawat perempuan yang sangat terpesona pada Adrian itu. Ada yang bersemangat untuk melihat wajah asli Sherin setelah gadis itu bangun, ada yang terlihat patah hati karena dokter pujaannya akan menikah, ada juga yang telah membayangkan bentuk wajah anak keduanya setelah menikah. Ya, begitulah kira kira ekspresi yang mereka tunjukkan setelah melihat seorang dokter idola mereka untuk pertama kali secara terang terangan membawa seorang perempuan ke rumah sakit apa lagi dengan cara yang tak biasa. ***** Langkah kaki seorang perempuan bertubuh profesional layaknya seorang model papan atas membawanya kedalam sebuah ruang kerja pribadi seorang dokter ahli bedah dengan berbagai prestasi yang di capai dalam usia mudanya. Tiara, ya dialah orangnya. Selain Tiara, belum ada satu orang perempuan asing yang bisa menembus masuk ruangan kerja pribadi Adrian kecuali para dokter dan perawat rumah sakit itu. Mata Tiara mengedar keseluruh ruangan ketika membuka pintu ruang kerja Adrian. Perempuan itu mencari keberadaan Adrian yang belum terlihat sama sekali. "Sudah pukul 10.38, harusnya dia ada di ruang kerjanya. Oh, mungkin dia tidur," ucap Tiara sembari melirik pergelangan tangannya yang telah di lingkari oleh sebuah nam tangan berwarna silver dengan harga yang pasti tidak murah. Tiara mendekati sebuah pintu khusus yang akan menembus kedalam kamar pribadi Adrian di ruang kerja itu. Saat pintu itu terbuka, senyum yang sejak awal mengembang di wajah Tiara berganti menjadi kekesalan. "Adrian," Teriak Tiara saat melihat Sherin dan Adrian tidur di ranjang yang sama. Ranjang yang tidak terlalu besar namun cukup untuk di tempati dua orang. Meski pun keduanya tidur saling membelakangi punggung masing masing, tap tetap saja membuat silau mata Tiara. Sherin tersentak bangun mendengar teriakan itu, "Apa sih berisik sekali," ucapnya sambil membuka matanya. "Kau ... Aku, di mana aku?" tanya Sherin bingung. Tak menunggu waktu lebih lama lagi, Tiara segera menarik rambut Sherin dengan sekuta tenaganya. "Dasar jalang, beraninya kau tidur bersama Adrianku. Kau benar benar tidak tahu diri." Amarah Tiara membuat Sherin meringis kesakitan. " Hei hei... Tiara, apa yang kau lakukan? Hentikan Tiara." Adrian segera bangkit dari tidurnya dan melepaskan tangan Tiara dari rambut Sherin. "Tolong lepaskan, sakit," rengek Sherin yang tak berdaya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD