Pengantar
Kata Pengantar
Puji syukur penulis panjatkan ke Hadlirat Allah SWT Jalajalluhu warahmatuhu atas terselesaikannya bunga rampai kumpulan Mutiara-mutiara Rasulullah SAW yang dimuat majalah alKisah dan sebagian kisah Hikmah Harian Umum Republika. Dan tidak lupa seiring salam dan shalawat penulis haturkan kepada Nabi Agung Muhammad SAW yang telah membawa kita dari dunia yang penuh kegelapan menunju kehidupan yang terang benderang.
Naskah-naskah buku ini sebelumnya tercerai berai, namun setelah mendapat respon positif dari teman-teman sesama penulis, penulis terpacu untuk mengumpulkan kembali bahan-bahan tulisan tentang kehidupan sehari-hari Rasulullah SAW.
Dengan diterbitkannya buku ini, penulis mengajak pembaca agar benar-benar menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi Akhirul Jaman, Nabi terakhir yang mempunyai misi besar untuk menyempurnakan akhlaq manusia.
Dengan membaca buku yang berjudul Kumpulan Hikmah, harapannya semoga pembaca dapat mengambil suri tauladan (uswatun khasanah) dari kehidupan beliau di masa lampau, untuk dihidupkan kembali pada masa-masa sekarang dan mendatang.
Akhirul kalam, akhirnya, semoga buku ini dapat bermanfaat untuk kita semua kaum muslimin pada saat ini dan umat yang akan datang hingga datang ketetapan Allah. Dan semoga Allah SWT berkenan membuka pintu Hidayah sehingga semakin banyak orang bisa mengambil manfaat bagi umat Islam dan kaum muslimin. Amin Ya Robal Alamin.
Aji Setiawan
Kelahiran Sang Nabi
Banyak kejadian yang luarbiasa sebagai tanda kenabian yang terjadi saat Nabi Muhammad SAW dilahirkan.
Malam sunyi senyap, bintang-bintang terang bertaburan di langit angkasa. Tiba-tiba empat belas tembok tinggi Istana Kisra (Maharaja Parsi) runtuh, api sesembahan orang-orang Majusi mendadak padam, dan gereja-gereja di sekitar telaga “Sawah” roboh, setelah dilanda gempa dahsyat. Saat itulah lahir bayi mungil nan tampan dari rahim Siti Aminah. Lepas dari kelahiran, Siti Aminah lalu memberi kabar gembira tetang kelahiran anaknya pada sang kakek yakni Abdul Muthalib. Bayi laki-laki itu adalah buah perkawinan antara Siti Aminah dan Abdullah bin Abdul Muthalib.
Kelahiran anak laki-laki bagi bangsa Arab merupakan kebanggaan tersendiri. Abdul Muthalib pada hari itu bergembira ria. Hari itu, Senin pagi, 9 Rabiul Awal (22 April 571 M) yang bertepatan dengan tahun pertama peristiwa pasukan gajah Raja Abrahah meyerang kota Mekkah.
Lalu dengan diliputi senyum sumringah dan diliputi kegembiraan yang luarbiasa Abdul Muthalib membawa cucunya ke Ka’bah. Abdul Muthalib berdoa kepada Allah dan bersyukur kepadanya dan ia menamakannya Muhammad. Karena Nama ini tidak populer dan belum dikenal oleh bangsa Arab.
Orang yang pertama kali menyusuinya adalah sang ibu, Siti Aminah dan Tsuaibah. Tsuaibah adalah b***k, Abu Lahab yang saatu tengah menyusui anaknya yang bernama Masruh.
Memang sudah menjadi kebiasaan orang arab yang hidup di kota adalah mencari para ibu yang menyusui agar bisa menyusui anak-anak.Tujuan mereka adalah menjauhkan anak-anak dari penyakit-penyakit peradaban dan sekaligus memperkuat fisik anak-anak serta agar mereka sejak kecil bisa mempelajari bahasa Arab. Muhammad SAW tidak hanya disusui oleh Tsuaibah, namun oleh Abul Muthalib, sang paman, ia disusui juga oleh seorang wanita dari bani Sa’d bin Bakr yaitu Halimah binti Abi Dzuaib, istri dari Al Haris bin Abdil Uzza.
Banyak kejadian aneh saat menyusui putra Siti Aminah itu. Saat Halimah bersama suami dan anaknya yang masih menyusu pergi dari kampung dalam rombongan bani Sa’d mencari anak-anak susuan di musim panas dan kering kerontang.
Halimah berkata,”Aku keluar dengan mengendarai keledai putihku. Kami membawa onta kami yang sudah tua. Demi Alloh, onta tersebut tidak mengalirkan air s**u setetespun. Semalaman kami tidak bisa tidur karena bayi kami menangis terus menerus karena kelaparan. Air susuku tidak dapat mengenyangkannya dan onta kami pun tidak dapat memberikan air susunya. Kami hanya mengharapkan pertolongan,”pikir Halimah seorang diri.
Halimah lalu keluar dengan mengendarai keledai putih hingga sang keledai kelelahan dan merasa kepayahan. Setelah sampai di Mekkah, Halimah lalu menacari anak-anak sususan. Setiap dari rombongan bani Sa’d itui lalu mencari anak-anak susuan setiap dari wanita-wanita itu tidak ada yang mau menyusui Rasulullah SAW, dikarena ia anak yatim. Sebab mereka mnyusui anak-anak atau bayi yang baru lahir karena mengharapkann kebaikan dari bapak anak-anak yang disusukannya.
Sebagian dari wanita kaum Sa’d itu mengatakan,”Yatim! Apa yang akan diperbuat ibu dan kakeknya?”
Sehingga semua angggota rombongan pun tidak ada yang menginginkannya. Setelah semua hampir siap berangkat pulang, Halimah tiba-tiba berkata pada sang suami yakni Al Haris bin Abdil Uzza, ”Demi Allah, saya tidak suka pulang di tengah sahabat-sahabatku dengan tidak membawa anak susuan.Saya akana membawa anak yatim tersebut dan akan saya ambil.“
Al Haris bin Abdil Uzza llau menjawab, “Boleh saja hal itu kamu lakukan. Semoga Allah memberikan barakah pada dirinya untuk kita.”
Selanjutnya Halimah mengatakan,” Aku pun mendatanginya dan mengambilnya. Tidak ada satupun yang mendorongku untuk membawa kecuali karena tidak ada bayi lagi selain dia (Muhammad SAW) yang saya dapati.”
Lepas semua sudah mendapat bayi susuan, rombongan pulang ke kampung halamanya dengan cepat. Aneh, begitu sampai di rumah, kambing-kambing Al Haris bin Abdil Uzza yang tadinya tidak mengeluarkan s**u, setelah ada bayi Muhammad SAW kambing-kambing utu dapat mengeluarkan s**u. Tanah dan tempat tinggal mereka yang semula tandus dan kering kerontang berubah menjadi padang rumput yang menghijau dan tanaman-tanaman pun berbuah banyak.
Kejadian itu berlangsung sampai 2 tahun lamanya. Setelah berumur dua tahun, Muhammad SAW dibawa ke ibunya di Mekkah sementara Halimah dan Al Haris bin Abdil Uzza. Sebenarnya masih ingin memelihara dan mengasuh Muhammad SAW. Setelah berbincang dengan Siti Aminah, akhirnya Ibunda Muhammad SAW melepaskan kembali sang anak tampan itu untuk kembali diasuh oleh Halimah. Apalagi di Mekkah saat itu banyak terjangkiti penyakit berbahaya.
Demikianlah, Rasulullah SAW sampai berumur 5 tahun diasuh oleh Halimah hidup dan tinggal bersama di tengah-tengah bani Sa’d. Pada umur lima tahun itu pula Muhammad SAW dibelah dadanyna oleh Jibril saat ia bermain-main anak-anak lainnya.
Beliau dibawa Jibril pergi lalu dibaringkan, dibelah dadanya dan dikeluarkan hatinya. Dari hati beliau diambil segumpal darah hitam. Jibril berkata,” Ini lah bagian setan yang ada di dalam tubuhmu.”
Hati beliau lalu dicuci dengan zam-zam dalam sebuah baskom emas, lalu diletakan kembali ke tempat semula, lalau d**a beliau ditutup kembali. Sementara itu, anak-anak yang bermain bersama beliau lari menemui ibu susunya memberitahukan bahwa Muhammad SAW dibunuh orang. Semua anggota keluarga mendatanginya dan mereka mendapati Muhammad SAW dalam keadaan pucat.
Setelah peristiwa tersebut, Halimah khawatir terhadap Muhammad SAW. Ia lalu mengembalikannya ke pada sang Ibu kandung saat Muhammad SAW berumur enam tahun. (Sumber referensi : Sejarah Hidup Muhammamad; Sirah Nabawiyah Syaikh Shafiyur Rahman Al Mubarakfury), Robbani Press).
Menyambut Sang Insanul Kamil
Ihsannul kamil atau akhlaq paripurna atau budi pekerti mulia sebagaimana dicontohkan dan digambarkan dalam perilaku Rasulullah SAW. Sungguh pada diri Rasulullah SAW terdapat perilaku yang mulia dan terpuji.
Islam diakui sebagai agama yang istimewa karena hal ini oleh Allah sendiri telah dinyatakan sebagai agama paripurna dan membentuk insan-insan yang mulia. Inilah dinnul Islam yang lurus , agung , sempurna, abadi dan universal. Tentu saja agama yang sempurna ini hanya mampu dibawa oleh seorang utusan yang mulia dan sempurna pula. Utusan yang mengemban agama Tuhan yang terakhir ini adalah nabi terakhir, Sayidunna Muhammad SAW.
Kekaguman kepada Rasulullah SAW tidak hanya diakui oleh orang Islam sendiri, namun dunia Barat juga mengakuinya, sebagaimana mereka tulis dalam buku-buku mereka. Adalah sarjana Barat Michael H Hart salah satu ilmuwan barat yang mengakui dan mengagumi Rasulullah SAW, ia tulis dalam bukunya “The 100 a Ranking of The Most Influential Person in History,” yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul,”Seratus Tokoh Yang Paling Berpengaruh Dalam Sejarah,” dia menempatkan nama Nabi Muhammad SAW pada rangking pertama. Dia menjatuhkan pilihan kepada Nabi Muhammad SAW pada urutan pertama sebagai tokoh paling berpengaruh tentu mengejutkan para pembacanya dan menjadi tanda Tanya sebagian yang lain.
“Tapi saya berpegang pada keyakinan saya , dia (Nabi Muhammad SAW-red) satu-satunya manusia dalam sejarah yang meraih sukses luar biasa , baik ditilik dari sisi agama ataupun lingkup duniawi,” demikian alasan Michael H Hart sang penulis buku.
Sedemikian tinggi kedudukan agung Rasulullah SAW sehingga orang non muslim seperti Michael H Hart pun sebagai sejarahwan besar kontemporer mengakui dan kita atas umat Nabi Muhammad SAW diperintahkan untuk mengikuti dan menjadikannya suri tauladan , karena inilah makna dari beriman kepada Nabi Muhammad SAW termasuk mengamalkan al Qur’an dan al Hadist menjadi bagian pokok dari tanggung jawab untuk mencontoh dan mengikuti ajaran beliau.
Adalah Sunnah-sunnah beliau yang dahulu kita tinggalkan, mulailah kita hidupkan kembali termasuk upaya untuk mengikuti beliau. Kewajiban kita adalah mendahulukan sunnah-sunnah beliau di atas nalar pemikiran. Jangan sampai mempertentangkan dengan Allah SWT sebab tidak mungkin beliau menyimpang dari pada ajaran syariat Allah SWT. Selain itu beliau adalah Nabi terakhir sebagai utusan Allah kepada ummat manusia sepanjang masa.
Jika pada zaman ini ada yang mempertentangkan Sunnah insan kamil ini dengan Allah SWT atau dengan al Qur’an maka sudah barang tentu orang tersebut telah terseret dalam kesesatan aqidah. Sebab tidak mungkin dan mustahil seorang utusan seperti beliau berpertentangkan dengan Allah dan tidak mungkin pula syariat yang dibawanya menyimpang dari tuntunan Illahy.
Setiap kata yang terucap dari lisannya, perbuatan dan perangainya berada dalam bingkai syari’at dan tentunya itu semua datang dari Allah SWT yang telah mengutus beliau sebagai Nabi. Hal ini senada dengan penjelasan Allah dalam Al Qur’an, ”Dan tidakla Dia (Nabi Muhammad SAW) berbicara dengan hawa nafsu (keinginan dirinya semata), ucapannya itu tiada lain adalah wahyu yang diturunkan (kepadanya).” (QS An-Najm; 3-14).
Maka semua akhlaq Rasulullah adalah yang terbaik, perkataannya adalah paling utama. Dengan mengikuti jejak Sang Insan Kamil ini dapat dipastikan kita akan mendapat kebahagiaan dunia akherat.
Ayat Al Qu’ran paling sarat memuji Nabi Muhammad SAW adalah ayat berbunyi wa innaka la’ala khuluqin ‘azhim, yang artinya sesungguhnya engkau (hai Muhammad ) memiliki akhlak yang sangat agung. Kata khuluq berarti akhlak secara linguistik mempunyai akar kata yang sama dengan khalq yang berarti ciptaan. Bedanya kalau kalau khalq lebih bermakna ciptaan Allah yang bersifat lahiriah dan fisikal, maka khuluq adalah ciptaan Allah yang bersifat batiniah.
Seorang sahabat pernah mengenang Nabi Muhammad SAW yang mulia dengan kalimat kana rasulullah ahsanan nasi khalqan wa khuluqan, bahwa Rasulullah SAW adalah manusia yang terbaik secara khalq dan khuluq. Dengan demikian, Nabi Muhammad SAW adalah manusia sempurna dalam segala aspek, baik lahiriah maupun batiniah.
Kesempurnaan lahiriah beliau sering kita dengar dari riwayat para sahabat yang melaporkan tentang sifat-sifat beliau. Hindun bin Abi Halah misalnya mendeskripsikan sifat-sifat lahiriah beliau bahwa Nabi Muhammad SAW adalah seorang manusia yang sangat anggun, yang wajahnya bercahaya bagaikan bulan purnama di saat sempurnanya. Badannya tinggi sedang.
Postur tubuh Nabi tegap. Rambutnya ikal dan panjang tidak melebihi daun telinganya. Warna kulitnya terang. Dahinya luas. Alisnya memanjang halus, bersambung dan indah. Sepotong urat halus membelah kedua alisnya yang akan timbul saat marahnya. Hidungnya mancung sedikit membengkok, yang bagian atasnya berkilau cahaya. Janggutnya lebat, pipinya halus. Matanya hitam. Mulutnya sedang. Giginya putih tersusun rapi. Dadanya bidang dan berbulu ringan. Lehernya putih, bersih dan kemerah-merahan. Perutnya rata dengan dadanya.
Bila berjalan, jalannya cepat laksana orang yang turun dari atas. Bila menoleh, seluruh tubuhnya menoleh. Pandangannya lebih banyak ke arah bumi ketimbang langit, sering merenung. Beliau mengiringi sahabat-sahabatnya di saat berjalan, dan beliau jugalah yang memulai salam.
Deskripsi para sahabat Nabi tentang sifat-sifat manuisa agung seperti ini sangat banyak. Namun ada yang fokus dari al-Qur’an tentang gambaran sifat Nabi Muhammad SAW. Lalu apa yang menjadi fokus pandangan al-Qur’an terhadap Nabi? Jawabnya adalah khuluq-nya alias akhlaqnya. Apa arti akhlak?
Kata Imam al-Ghazali, akhlak adalah wajah batiniah manusia. Ia bisa indah dan juga bisa buruk. Akhlak yang indah disebut al khuluq al hasan; sementara akhlak yang buruk disebut al khuluq as-sayyi. Akhlak yang baik adalah akhlak yang mampu meletakan secara proporsional fakultas-fakultas yang ada di dalam jiwa manusia. Ia mampu meletakkan dan menggunakan secara adil fakultas-fakultas yang ada dalam dirinya: ‘aqliyah (rasio), ghadabiyah (emosi), syahwaniyyah (syahwat) dan wahmiyah (imajinasi).
Manusia yang berakhlak baik adalah yang tidak melampui batas dalam menggunakan empat fakultas di atas dan tidak mengabaikannya secara total. Ia akan sangat adil dan proposional di dalam menggunakan fakultas yang ada dalam dirinya.
Orang yang menyandang khuluq al-hasan adalah orang yang mampu meletakan secara proposional dalam membagi secara adil mana hak dunia dan hak akhiratnya. Orang yang menyandang sifat ini akan memantulkan suatu bentuk sangat indah lahiriah di dalam segala aspek kehidupan sehari-hari. Akhlak seperti inilah yang ditunjukan Rasulullah SAW kepada umatnya.
Akhlak Nabi Muhammad SAW adalah cerminan al Qur’an. Bahkan belaiu sendiri adalah Al Qur’an hidup yang hadir di tengah-tengah umat manusia. Membaca dan menghayati akhlak beliau berarti membaca dan menghayati isi kandungan Al Qur’an. Itulah kenapa Siti Aisyah berkata akhlaq Nabi adalah al-Qur’an. (***)