Apa, Pesantren?

1248 Words
Bunyi Sepatu tiap langkah Seorang gadis yang menuruni anak tangga dengan  mengenakan pakaian Syar'i menjadi pusat perhatian orang-orang yang ada di ruang tamu. semua memperhatikan tiap langkah gadis itu dengan senyum manis kearahnya. "Assalamualaikum Ayah, bunda." ucap gadis tersebut  dengan mencium tangan kedua orang tuanya. "Wa'alaikumussalam." ucap keduanya secara bersamaan. Gadis tersebut mengambil duduk diantara kedua orang tuanya dengan senyum sumringah. Hal itu sungguh menambah keceriaan suasana pagi hari. "Asyiiikk kumpul nihh____." ucap sang gadis, namun ucapannya terpotong  suara yang bersumber dari arah belakang. "Ohh jadi ucap salamnya cuma sama Ayah dan bunda doang?" Ucap seseorang itu dengan memasang wajah datar. "Astaghfirullah, kirain gak ada kak Astral. Dari sejak kapan kak astral disini?" sambung sang gadis berpura-pura bingung. Sebenarnya dia tau kakaknya itu berada diantara mereka. Namun, Pikiran nakalanya berputar untuk menggoda kakaknya dengan seolah dia tidak mengetahui kehadiran sang kakak. Kebiasaan! "Dari seribu tahun yang lalu." ucap sang kakak memasang wajah dingin. " Tapi, tunggu! astral siapa tuh?"  Sambungnya. " Oh jadi kak astral alias makhluk astral ini datang dari seribu tahun lalu?"ucap sang gadis dengan cekikikan memandang kearah kakaknya dengan sedikit menggoda "Apa? makhluk astral? Ehh tarzan lo tau ya nama gue itu refat sakeer Bukan makhluk astral" ucapnya. Refat sakeer biasa di panggil sakeer. Ya, dia adalah kakak laki-lakinya syila sang gadis yang berpakaian syar'i tersebut.  begitulah perlakuan keduanya jika semua anggota keluarga berkumpul selalu ada saja kelakuan mereka yang menambah keceriaan serta keributan didalam rumah. "HAH, APA? enak saja main manggil tarzan iihh, nyebelin!" ucap asyila membelakangi sakeer memasang wajah cemberut seolah dia sedang marah pada sang kakak. "Terus tadi bilang astral maksudnya apa?" Ucap sakeer meledek syila. "Ya Allah sudah, sudah. kebiasaan  kalian kalau sudah kumpul seperti ini ibarat anjing sama kucing saja, kerjaannya hanya ribut." ucap sang bunda dengan menggelengkan kepala melihat tingkah kedua anak kesayangannya tersebut. "Maaf bun soalnya tuh si tarzan manggil makhluk astral." ucapnya sedikit menyikut tangan syila "Habisnya suka dateng tiba-tiba sih." ucap syila. "Serah!" ucap sakeer. Syila memanyunkan bibirnya kearah sakeer-sang kakak, seolah dia meledek sakeer yang duduk di depannya. Melihat kelakuan syila yang begitu sangat manja serta memiliki tingkat jail yang luar biasa, seolah tidak percaya bahwa gadis itu telah berusia 19 tahun. Tingkahnya memperlihatkan dia seolah sosok anak remaja SMP. Arsyila Romeesa Farzana, Wanita cantik yang memiliki keceriaan luar biasa. Cerdas serta sopan terhadap orang tua. Dia tumbuh dalam lingkungan keluarga yang sangat terkenal dengan kedermawanan mereka. Jadi, tidak salah jika kedermawanan mereka menurun terhadap syila. Terlihat dari cara serta sikap Syila kepada orang-orang yang ada disekitarnya. Cantik, baik begitulah orang-orang mengenal akan sosok Arsyila Romeesa Farzana. Seolah kehidupan syila nyaris sempurna, namun tak ubahnya seorang hamba syila adalah wanita yang tidak sempurna dan banyak kekurangan. "Syila!" Suara bariton khas laki-laki memanggilnya. Syila yang sedang ribut dengan sang kakak refleks menghentikan aktivitasnya. Syila  menghadap sang ayah dengan menampilkan senyum ramah, walau nyatanya dia merasa heran dengan nada panggilan sang ayah yang terasa sangat berbeda dari biasanya. "Iya Ayah!" Ucap syila mendekati ayahnya dengan senyum manja kepada sang ayah. "Sebel gue liat manja lo!" ucap sakeer dengan sedikit senyum malas dan melempar syila dengan bantal kursi. "Kak astral bilang aja iri! wlleee" ucap syila dengan menjulurkan lidahnya. "Sudah! jangan ribut dulu ayah mau bicara yang serius sekarang."nampak sang ayah menarik nafas panjang, sebelum akhirnya ia melanjutkan bicaranya. "Umur kamu berapa sekarang sayang?" Lanjutnya dengan mengelus kepala sang anak bungsunya itu. "19 tahun dong ayah, masa ayah lupa sama usia syila. hiks...hiks...hiks."  ucapnya pura-pura menangis dan memeluk sang ayah dengan manja. "Dasar si ratu acting!" ucap sakeer tersenyum, namun di balas pelototan oleh syila. "Ternyata putri ayah sudah besar ya sekarang.  Tapi masih kaya anak TK saja." Ucapnya sambil tersenyum kearah syila. Senyum yang memberikan ketenangan. "Gimana udah gak sakit lagi kan sekarang" Lanjutnya. "Iya dong ayah syila udah besar sekarang dan Alhamdulillah syila udah Sehat." ucap syila dengan tersenyum. "Alhamdulillah kalo begitu."  Sesaat sang ayah terdiam seolah berpikir atau mengumpulkan keberanian untuk berkata. Entahlah! "Sayang dengarkan ayah. Ayah, bunda sama kak sakeer sayang sekali sama kamu nak, apalagi sekarang putri bungsu ayah ini sudah dewasa. Sudah selayaknya kamu mempelajari ilmu-ilmu yang lebih luas. kami belum bisa membimbing kamu untuk menghadapi dunia yang pana ini dan untuk bekal di akhirat kelak" ucap sang ayah dengan memandang mata syila seolah sang ayah pun berkata 'Yakinlah'. "M__maksud ayah apa? Syila gak ngerti." Dia merasakan sesuatu yang kurang nyaman, lalu merubah posisi duduknya menjadi tegak. "Kami bermaksud akan mengirim kamu ke pesantren!" ucap ayahnya dengan tersenyum. "A__apa, Pesantren? Tapi syila gak mau yah." ucapnya menunduk. "ini buat kebaikan kamu. kami mengirim kamu ke pesantren bukan untuk membuang kamu atau tidak sayang. Justru karena ayah sangat sayang sekali sama kamu. Ayah ingin melihat putri kecil ayah ini menimba ilmu yang lebih baik daripada ayah dan bunda. Bukankah anak yang soleh dan solehah yang dapat menyelamatkan orang tuanya. Syila tau itu kan, Kami mengharapkan itu!" Jelas sang ayah dengan memeluk syila. Syila mengakui dalam hati bahwa semua tidak salah. Perkataan ayahnya itu sangatlah benar. Bukan maksud dibuang namun karena sayang. Tapi, apakah dengan cara ini? Syila berteriak dalam hati. Seolah ia enggan beranjak meninggalkan rumah ini dan jauh dari keluarga. Siapa yang salah? Siapa yang mesti disalahkan? Jangan salahkan takdir, jangan salahkan keadaan. Namun syila ingin solusi yang lain, bukan pesantren. Syila pun tidak tau bagaimana dan seperti apa itu lingkungan pesantren.  siapa tau ada anak jahat yang seperti di film-film yang sering dia tonton. Sejahat itukah pesantren? Seseram itukah Pesantren? Apa-apa serba ngantri? Apa-apa serba tepat waktu? Semua berkecamuk dalam otak syila membayangkan seperti apa dipesantren itu. Dengan beribu bujukan dari orang tua serta kakaknya, syila pun akhirnya menuruti keinginan mereka dan sesuai rencana satu pekan lagi syila akan berangkat. "Ayah!" Panggil syila yang kini tengah duduk di samping kakaknya. "Tapi syila masih boleh pulang kesini kan?" Ucapnya sedikit diluar dugaan. "Buahahhaa, dasar lo tarzan ya gak boleh lah pintu sudah tertutup rapat buat kamu!" ucap sakeer dengan menahan tawa yang di balas pelototan dari syila. "Syuuuuuut. kamu sakeer bukannya bujuk adik kamu, ini malah direspon kaya gitu." ucap bundanya dan di balas senyuman oleh sakeer. "Masa iya gak boleh, kan kamu hanya ayah titipkan di pesantren untuk menuntut ilmu, bukan di buang" lanjut sang bunda menenangkan. ************ "APA, PESANTREN?" ucap seorang gadis dengan nada suara keras. "Iiihhh.. syuuut jangan keras-keras kaya gitu juga kali nita." ucap gadis yang satunya dengan membekam mulut nita. "Kamu serius? Terus kapan kamu berangkat?" Tanya nita. Nita adalah sahabat syila semenjak SMP. Nita dan syila bersahabat akrab dari awal masuk SMP, sampai-sampai orang memanggilnya si kembar, karena kemana-mana selalu bersama. Ada satu lagi sahabat mereka Yaitu tiara. Tiara adalah sahabt mereka semenjak kelas Vlll SMP. Mereka berteman akrab setelah tiara pindah ke SMP mereka. Ya, tiara memang pindahan. Namun kini tiara tidak hadir karena banyak tugas di kampusnya. Kini syila dan nita berada di sebuah cafe yang tidak jauh dari perumahan mereka.  "Seminggu lagi!" ucap syila lesu dengan memainkan sedotan dalam gelas minumannya. "Loooh kok cepet banget sih? Aku jadi sedih tau dengernya." ucap nita tak semangat. "Uuuh gak usah lebay gitu juga. do'anya saja ya semoga aku dapat ilmu yang bermanfaat di sana. Aku awalnya memang ingin kuliah seperti kamu dan Tiara, tapi mungkin ini rencana Allah yang terbaik buat aku dan untuk persahabatan kita!" ucap syila yang nampak menguatkan diri. "Aku sama tiara pasti akan kangen banget sama kamu syil, kan biasanya kamu yang paling rame terus sering ingetin aku kalo aku hilaf." ucap nita dengan memeluk syila. "Kita tetep sahabat kok walau mungkin nanti kita sulit bertemu. Insyaa Allah kita saling menyapa dalam do'a." ucap syila yang mulai berkaca-kaca. "Emmmm cocwiiiit" ucap nita "Iihh apaan tuh lebay bangett." ucap syila "So sweet maksud aku." ucap nita dan akhirnya mereka tertawa bersama. Hari itu nita dan syila menghabiskan waktu bersama, karena menurut nita, nantinya mereka akan sulit seperti ini. Nita ingin memberikan kenangan sebelum syila berangkat ke pesantren agar syila kelak tidak melupakannya, ketika bertemu teman baru. . . . . . . . . . .
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD