1. Decision

962 Words
Gadis cantik itu duduk termenung dikursi balkon, pikirannya tersita akan kejadian tadi siang, kejadian yang membawanya kepada pilihan yang sulit. Menerima atau menolak, jika menolak neneknya akan sedih dan jika menerima pasti akan ada hati tersakiti. Ia harus segera mengambil keputusan, meskipun ia tahu akhir dari ini semua yaitu menerima. Sebentar lagi, tinggal beberapa menit lagi. Status nya bukan lagi gadis, statusnya akan berubah menjadi wanita bersuami. Flashback "Nak kau sudah pulang? Tumben cepet sekali." kata Elma nenek Andine. "Iya nek, karena semua gurunya rapat." jawab Andine dengan senyuman manisnya. "Oh begitu, yaudah sekarang kau masuk kamar dan mandilah." ucap sang nenek lembut. "Oh iya nak, setelah mandi pakai pakaian yang nenek taruh di atas kasur. Pakaiannya didalam paper bag itu." lanjut neneknya, dan Andine mengerutkan keningnya. "Kenapa nek? Apa kita akan keluar? Atau ada tamu yang akan datang?" tanya Andine beruntun meminta penjelasan. Neneknya hanya tersenyum, "iya ada tamu yang datang." "Oh baiklah nek." Andine berjalan menuju kamarnya dengan senyum mengembang di bibirnya. Itulah kebiasaan Andine, ia selalu tersenyum meski dirinya rapuh. Andine langsung membuka paper bag itu, dan isi dalamnya adalah dress biru tua selutut dan tanpa lengan. Dress itu sangat indah. Setelah melihat isinya ia pergi ke kamar mandi, berendam air hangat, dan setelahnya berganti dengan pakaian yang sudah disiapkan neneknya. Andine terlihat sangat cantik dua kali lipat, dengan memakai dress itu dan sedikit polesan make up diwajahnya. Ia keluar kamar dan berniat menemui neneknya. Ia menghentikan langkahnya kala melihat ada seorang pria diruang tamu yang sedang berbincang-bincang dengan neneknya Elma. "Andine, kemarilah sayang." teriak neneknya, yang melihat Andine berdiri jauh dari situ. Andine berjalan dengan anggun kearah neneknya, dan tanpa Andine sadari pria yang tadi berbincang-bincang dengan neneknya, sedang memperhatikannya. Andine duduk disampaing neneknya, "nak kenalkan ini Mario, dan Mario ini cucu kesayanganku, Andine." Mario menjabat tangan Andine, tangan kekar itu menggenggam tangan mungil Nadine. Rasa hangat? Itulah rasa yang Andine rasakan, ketika tangannya berjabat dengan tangan kasar nan kekar Mario. "Oh iya nak, Mario ini....." Neneknya menggantung ucapannya, membuat Andine penasaran menunggu kelanjutannya. "Mario ini adalah calon suami kamu nak." lanjut neneknya. Elma, membuat Andine terkejut. Bagai dihantam batu yang besar, hatinya sangat sakit. Bisa-bisanya ia dinikahkan diusia yang sangat dini ini. Apa neneknya tak memikirkan masa depannya. Setetes demi setetes air mata Andine jatuh, "nek aku masih sangat kecil, untuk mengenal yang namanya rumah tangga." "Nek, masa depanku juga masih panjang. Apa nenek tak memikirkan itu? Aku masih punya impian yang ingin aku kejar dan wujudkan." isakan Andine terdengar menyakitkan. Elma menghela nafas panjang, mencoba mengerti apa yang dipikirkan cucunya, "iya nak, nenek tahu kau masih sangat kecil, untuk mengenal rumah tangga. Dan nenek tahu kau mempunyai impian yang ingin kau wujudkan. Bukan berarti menikah itu menghalangi, impianmu kan nak? Dan masalah rumah tangga, kau akan mengerti dengan berjalannya waktu." "Sekarang bersiaplah, dalam beberapa menit lagi acara pernikahan akan dimulai." Andine terkejut bukan main. Apa iya langsung hari ini? Oh ya Tuhan pikiran Andine kacau, sangat sangat kacau. "Apakah secepat ini? Dan tunggu dulu nek. Kenapa aku harus menikah diusia semuda ini?" Andine baru sadar jika neneknya tak membicarakan, alasan kenapa ia dinikahkan muda. Elma tersenyum, mengelus rambut Andine, "Ibu dan ayahmu, dan juga ayah serta ibu Mario. Menjodohkan kalian, mereka bilang jika kau sudah besar, maka kau akan dinikahkan dengan Mario. Dulu orang tuamu serta ayah dan ibu Mario, merencanakan jika usia mu sudah 20 tahun. Maka kau akan menikah dengan Mario. Tapi setelah orang tuamu meninggal, dan ayah, ibu Mario pun sudah meninggal. Jadi nenek lah yang harus menuntun kalian untuk memenuhi keinginan keempat orang yang telah tiada itu." "Tapi nek... Bukankah katanya saat usiaku 20 tahun? Bukan 16 tahun." protes Andine karena masih bingung dengan ini semua. "Nenek berniat menikahkan mu diusiamu sekarang ini, untuk berjaga-jaga bila nanti nenek tidak ada. Kau sudah ada yang menghidupi." kali ini pernyataan Elma membuat Andine terdiam. "Kau harus mau nak." "Sekarang pergilah ke kamar, dalam beberapa menit lagi nanti ada perias yang datang ke kamarmu." Andine tak banyak bicara langsung berjalan ke kamarnya, pikirannya melayang sesaat dimasa lalu. Dimana ia sedang bercanda tawa dengan orangtuanya, dan saat dimana ia bercanda tawa dengan para sahabatnya. Flashback off Tokk tokkk Ketukan pintu membuat lamunan Andine terbuyar, "iya masuk." Masuklah seorang wanita, dengan pakaian yang modis. Sepertinya itu perias yang akan merias Andine. Andine sudah duduk dimeja rias, dan perias itu mulai merias wajah Andine. "Keputusan ini adalah.....aku menerimanya." Andine membatin, seraya menetralisirkan rasa sakit dihatinya. "Entahlah apa yang terjadi disaat aku telah menikah. Intinya aku menyetujui pernikahan ini...karena orangtuaku, dan juga nenek yang berniatan baik, dengan menikahkan aku diusia ku sekarang. Lagi pula usia 16 tahun, usia tidak terlalu dini." Setelah semuanya selesai, Andien keluar dengan perias tersebut. Andine yang saat ini memakai kebaya berwarna putih, lengkap dengan kalung berlian yang menghiasi leher putihnya. Mario pun yang melihat Andine keluar, dengan begitu cantik membuatnya terpanah. Ia tak menyangka akan mendapatkan istri, yang bahkan umurnya terpaut jauh dengan dirinya. "Sini nak." Elma menuntun Andine, berjalan kearah Mario, dan duduk di samping Mario. Penghulu sudah berada didepan Andine. Bisa saja saat ini Andine menolak dinikahkan, tapi jika ia menolak sama saja ia mengecewakan orangtuanya, serta neneknya. Mario mengulurkan tangan, mengucapkan ijab kabul hingga selesai. Saksi dari pernikahan itu hanya Elma dan juga Leon, orang kepercayaan Mario. Tak ada yang datang dalam acara pernikahan Andine, karena pernikahan itu begitu cepat dilaksanakan. Tanpa memikirkan tamu undangan. Dan saat ini, dia bukan Andine Atha Wijaya lagi. Melainkan Andine Atha Glarendra. Sang nyonya besar, istri dari seorang billionare tampan dan terkaya. Mario mencium kening Andine, dan di lanjutkan Andine menyalami tangan Mario. Elma yang melihat Andine saat ini merasa terharu, cucunya bukan lagi seorang gadis. Tapi seorang wanita bersuami. Dalam hati Elma berharap pernikahan cucunya dan Mario berjalan mulus, dan tak ada kata perpisahan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD