BAB 10: Kesaktian Seorang Hector

1151 Words
Bagi Luis, ia tidaklah begitu sulit dalam mengenali orang. Selain menggunakan indra pendengar, ia juga terbiasa menggunakan indra pencium. Dengan memadukan keduanya, Luis bisa mengenali tiap manusia yang ia temui. Dapat ditebak bagaimana tiap orang dalam sudut pandang Luis, memiliki postur, detak jantung, bau, dan suara yang berbeda. Kemudian ada yang masih ia pelajari dari dulu hingga sekarang. Yakni mengenali karakter seseorang. Maksud Luis adalah bagaimana cara dia bisa menebak apa yang orang-orang tengah pikirkan. Luis acap kali tak fokus pada pembicaraan ketika dia terlalu meneliti detak jantung seseorang. Luis selalu menimbang-nimbang, apa yang orang di hadapannya sedang katakan adalah suatu kebenaran atau malah kedustaan. Seperti keadaan pada aslinya, di mata orang Luis hanyalah orang buta biasa. Mudah ditipu, mudah dibodohi, mudah dilecehkan. Pengalaman hidup seperti itu membuat Luis membatasi dirinya dengan orang-orang. Namun … terkhusus untuk kasus Asley, Luis merasa tidak masalah harus berada di sisi gadis ini sekarang. Beberapa kali ia teliti, Asley tidak sungguh-sungguh membencinya. Asley … muridnya itu hanya tidak tahu bagaimana cara berkomunikasi dengan baik dan benar. Ah, mengenai ledakan emosi juga gadis itu tidak bisa mengendalikan. Tidak masalah. Luis bisa menahan diri atau mungkin suatu saat nanti mulai mengajari Asley bagaimana cara agar tidak mudah marah dan berteriak seperti orang gila begitu. “Itu tidak perlu … itu juga tidak berguna. Hm … di mana lagi, ya?” Luis bergumam kecil. Ia melangkah santai sambil mendengarkan obrolan masyarakat sekitar. Sekiranya ada gosip yang berguna. “Bagaimana keadaan anakmu?” “Sudah jauh lebih baik. Untungnya obat dari dukun itu berguna!” Oh? Dukun? Luis memelankan langkah. Sekitar dua puluh meter ke utara dari tempat ia dan Asley sekarang berada, ada dua wanita paruh baya yang tengah bergosip ria di teras rumah salah satunya. Mungkin ini yang akan berguna. Kemudian Luis, mendengarkan dengan seksama kedua wanita tadi saling bertukar informasi yang tengah ia dan Asley cari. Dan di sinilah ia serta Asley kini berada. Tidak jauh di depan mereka berdiri saat ini, ada sebuah gubuk tua yang berdiri sendiri di tepi hutan terlarang. “Itu … tempat tinggalnya?” tanya Asley skeptis, ia merasa ragu. Pasalnya gubuk tua di sana seakan sudah menyatu dengan pohon rindang dengan bentuk ganjil. Bahkan dinding-dindingnya sudah hampir tidak terlihat karena ditutupi oleh lumut dan berbagai macam tanaman lainnya. “Apa itu tempat tinggal manusia? Bisakah seseorang hidup di tempat semengerikan itu?” Warna hijau pada gubuk tidak indah sama sekali. Malah terlihat menjijikan. Asley tidak niat hati untuk merendahkan rumah orang lain hanya saja … bangunan yang tidak pantas disebut rumah di depan matanya kini terlalu absurd. “Iya, tapi dia tidak ada di dalam sana,” sahut Luis saat memeriksa dengan kemampuannya. Asley menoleh cepat. “Maksudmu?” Menyungging senyum tipis, Luis menarik tangan Asley lagi. Membawa gadis itu untuk memasuki gubuk tua di sana. “Tunggu, tunggu, tunggu!” Asley menyentak tangan Luis, tapi tak terlepas, genggaman Luis kali ini cukup kuat. “Kenapa? Tidak perlu takut. Ada saya di sini.” “Tidak, bukan itu. Aku tidak mengerti bagaimana caranya kau bisa tahu, tapi tetap saja kau bilang ‘kan tidak ada orang di dalam sana. Tak sopan kalau kita main masuk begitu saja,” debat Asley di ambang pintu. Bukannya langsung menjawab, Luis malah terkekeh terlebih dahulu. “Maaf kalau kalimat saya tadi jadi multi tafsir,” tukasnya. “Huh?” Kening asley berkerut dalam. “Apa maksudmu?” tanyanya lagi dengan memasang wajah yang polos. “Saya bilang tidak ada dia, Hector Bub. Tapi saya tidak bilang kalau tidak ada orang di dalam tempat ini. Ada, kok, tapi bukan Hector Bub.” Mulut Asley terbuka sedikit dan gadis itu mengangguk paham. Dia tidak menuntut Luis untuk menjelaskan bagaimana gurunya itu bisa tahu. Sekarang Asley hanya berasumsi kalau Luis memiliki kekuatan mistis, itu lebih gampang untuk dipercayai. “Lalu … siapa yang ada di dalam sana?” “Anda memercayai saya?” “Luis!” “Haha! Iya, baiklah. Kalau dari kata orang-orang di desa tadi, Hector Bub itu adalah seorang dukun yang sakti, dia kakek yang tua renta. Tapi yang ada di dalam sana adalah seorang anak kecil,” terang Luis. Bertepatan dengan hal itu, pintu tiba-tiba saja terbuka dengan sendirinya. Bukan bergerak perlahan seperti di adegan horor, tapi bergerak cepat dan kencang seolah ada yang mendobraknya. Tubuh Asley tersentak karena kaget, sedangkan kepala Luis sempat berdengung karena suara nyaring dari pintu tersebut. Namun, kedua orang ini tidak berteriak sama sekali, efek saking terkejut dan syok mungkin. “Anda baik-baik saja? apa ada yang terluka?” Luis bergerak cepat memeriksa keadaan sang majikan. “Aku tidak terluka hanya terkejut saj—” “SELAMAT DATANG!” Untuk kedua kalinya tubuh Asley tersentak dan untuk kedua kalinya pula kepala Luis berdengung sakit. Kali ini akibat dari suara teriakan seorang bocah lelaki berambut biru malam, berpakaian seperi orang kebudayaan timur, dan memiliki wajah yang cukup kumal karena arang—entah dia habis melakukan apa. Satu hal yang pasti, bocah ini menyambut kedatangan Luis dan Asley dengan mulutnya yang bagaikan pengeras suara menyebalkan. Ingin Luis pukul saja. “Hoho! Kenapa kalian lama sekali di luarnya? Bikin kesal saja. Ayo cepat masuk!” seru si bocah sambil melangkah mendekat. Ia mantap ke arah Luis. “Apa kalian pengantin baru? Ingin meminta bantuanku agar kalian bisa memiliki keturunan, ‘kan?” Mata Asley melotot, ia baru saja ingin berteriak kencang untuk mengelak, tapi bocah tengil di hadapannya ini sudah lebih dulu berteriak. Apa dia ketakutan dengan topeng lucu yang Asley kenakan? “AAAA! Monster!” pekik bocah tersebut yang langsung terjungkal ke belakang. Wajahnya tampak horor menatap Asley, tangannya bergetar menunjuk gadis itu dengan mulut yang setengah menganga. Keringat dingin mulai bercucuran dari tubuh si bocah. “Kau … kau siapa, heh? Kenapa ada kutukan seperti itu di dalam dirimu?” Luis menghadap bocah itu dengan ekspresi yang tidak bisa dijelaskan. “Kau bisa tahu, ya?” Luis pun menarik Asley agar lebih dekat dengannya. “Di mana Hector Bub? Kami ingin bicara dengannya mengenai kutukan ini … dan juga Kastil Medeia.” Maka bocah tadi berdehem keras. Ia segera berdiri sambil menepuk-nepuk pakaiannya. “Apa kau buta? Oh, iya. Kau memang buta, maaf aku lupa karena kebiasaan menghina,” oceh si bocah dengan wajah bangga. “Apa dua bercanda?” Asley berdecak di dalam hati. Ia melirik ke atas, wajah Luis tampak baik-baik saja. apa Luis sungguh tak tersinggung, marah, atau semacamnya? Hebat sekali. Kok, bisa? “Jadi, kau siapa?” Luis bertanya tanpa peduli pada yang bocah tadi ucapkan. Menggidik bahu, bocah itu berujar, “Siapa lagi? Aku adalah Hector Bub. Salam kenal.” Luis hampir tidak percaya dengan apa yang ia dengar, begitu pula Asley. “Salam kenal kepalamu! Jangan menipu kami!” desis gadis itu garang. “Duh, aku memang kakek tua renta. Tapi aku bisa berubah wujud, kenapa? Tidak senang? Balik sana! Yang butuh aku ‘kan kalian,” balas si bocah tak kalah ketus.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD