BAB 11: Pohon Kehidupan

1119 Words
"Kalau kalian datang hanya untuk merendahkanku ... maaf saja ya, aku tidak ada waktu untuk meladeni bocah-bpcah macam kalian! Tubuhku saat ini memang kecil, tapi umur dan pengalamanku berada jauh di atas kalian berdua tahu!" Si bocah yang mengaku sebagai Hector—dukun paling sakti di desa Athenia—itu berujar garang, wajahnya tertekuk dan rahangnya mengeras. Ia mengangkat dagu sambil melipat tangan di depan d**a. Mata hijau bak permata Emerald milik si bocah menatap nyalang pada sosok Luis. Ia tidak ingin menghadap Asley—tentu saja karena dia tidak ingin mati mengenaskan sebab kutukan gila itu. “Apa kau? Kenapa masih di sini?” tanyanya dengan sangat ketus. Luis menghela napas panjang. “Kau … sungguhan Hector Bub?” ragu pemuda buta ini. Figur anak kecil sangat kental dalam visualisasi semu menurut sudut pandang pemuda buta ini. “Aku sudah bilang. Aku ini sangat kuat, sangat hebat, dan sangat sakti!” bangga si bocah yang tingginya hanya sepinggang Luis saja. “Kalian ini sangat beruntung karena bisa melihatku dalam wujud lain!” ucapnya lagi. “Para penduduk di sana hanya tau aku adalah seorang kakek tua. Bisa gawat juga kalau mereka tahu, sih. Jangan dibilang, ya. Aku tidak ingin ada orang yang tiba-tiba datang untuk meminta awet muda karena itu merepotkan. Aku tidak butuh murid!” oceh Hector lagi. Dia sangat banyak bicara. Cukup cerewet juga dan … sangat sombong pastinya. “Hm … topeng yang bagus. Kaca satu arah, ya?” Hector tiba-tiba mendekat. Mengamati Asley dengan seksama. Gadis itu memakai topeng seperti rubah dengan paduan warna bak langit sore yang indah—jingga, kuning, dan biru lembut. “Iya, aku—” “Masuk! Ayo, cepat masuk sebelum malam datang!” seru Hector tiba-tiba, memotong kalimat Asley dan berlari terbirit-b***t ke dalam. Bagai dikejar setan. “Eh … dia kenapa?” tanya Asley sambil menunjuk. Menoleh pada Luis yang masih juga berdiam diri di tempat dia berpijak. “Sedang apa kalian? CEPAT MASUK!” teriak suara dari dalam sana. Membuat Luis dan Asley tersentak dan segera melangkah masuk ke dalam. Ajaibnya, pintu di belakang sana langsung tertutupi secara otomatis. Namun, ada yang lebih mengherankan lagi daripada pintu tadi. Ketika Luis dan Asley menginjak lantai berikutnya, seisi rumah seakan berubah—ah, tidak. Bukan seakan lagi tapi benar-benar berubah seolah rumah yang sekarang adalah tempat yang berbeda. Jika dilihat dari luar, tentu saja gubuk tadi di dalamnya akan sangat sempit atau yah, setidaknya terbatas, bukan? Tapi tidak dengan ruangan ini. Dinding-dinding dan lantainya berubah jadi marmer dengan kualitas terbaik. Sepanjang mata memandang, begitu banyak perabotan mewah dan sangat luas. Bukan bernuansa suram, melainkan dipenuhi beling-beling bak berlian dan emas-emasan. Benda-benda yang berkilauan ada di tiap inci ruangan. Membuat mata Asley sampai sakit karena terlalu terang, sedangkan bagi Luis. Ia cukup ketakutan karena tidak bisa mengukur sebesar apa ruangan ini dan sebanyak apa alat-alat aneh yang ada di dalam. Pasalnya ada cukup banyak benda asing dengan bentuk ganjil. “Luar biasa sekali,” puji Luis berakhir kagum. Ia sedikit menoleh ke arah Asley, muridnya itu kini mendekap erat lengannya. Ketakutan mungkin. Mereka baru saja menghadapi hal di luar akal sehat manusia. “Selamat datang di Custos Lucis,” sambut Hector yang entrah dari mana malah muncul tiba-tiba bagai sihir di hadapan Luis dan juga Asley. “Fuh ….” Hector yang masih dalam penampilan bocah tengil itu mengelus d**a, wajahnya terlihat sangat lega. “Untung kalian sempat ikut ke sini. Aku sudah mengira kalian akan tertinggal tadi,” beonya lagi. “Custos … Lucis?” ulang Luis. “Penjaga Cahaya,” jelas Asley. Dia ‘kan memang kebetulan tahu bahasa ini. Hector tersenyum miring, ia memberi kode agar Luis dan Asley mengikuti langkah kakinya. Dukun sakti ini juga terus mengoceh sepanjang jalan. “Benar. Rumah Custos Lucis atau … Penjaga Cahaya. Keluargaku secara turun temurun menjaga hutan ini. Baik dari serangan dalam atau pun serangan dari luar. Kalian tahu maksudku apa? Pasti tidak, kan. Mari sini aku jelaskan.” “Anggap saja sebagai kelas tambahan,” bisik Luis mendekati wajah ke telinga Asley. Lalu ia kembali menegapkan tubuh dan membuntuti sang dukun sakti itu. “Apa kalian tahu kenapa hutan di samping gubukku disebut hutan terlarang? Bahkan sampai pemerintah pusat saja memberi denda bagi barang siapa yang nekat masuk ke sana. Itu adalah karena dulunya ada seorang putri yang peliharaannya masuk ke sana. Ia bersama dengan delapan orang pengawal masuk untuk mencari peliharaan itu. Hm, banyak yang berpendapat peliharaan itu adalah kelinci, ada juga yang bilang kuda poni, bahkan ada juga yang mengatakan anjing. Tapi yang pasti si putri bersama para pengawalnya itu tidak pernah kembali lagi.” “Kemudian banyak dikerahkan pasukan untuk mencari putri tersebut. Namun, semuanya juga lenyap. Sejak saat itulah raja mengeluarkan perintah. Hutan ditutup dan sudah seabad berlalu. Aku dan keluargaku yang memiliki kekuatan magis, ditunjuk menjadi penjaga. Hutan di dalam sana bisa berbahaya. Banyak makhluk asing yang tidak bisa dilihat oleh mata manusia biasa. Jadi leluhurku membangun rumah penjaga ini. Demi menjaga keseimbangan dan menghalau bahaya dari dalam maupun dari luar.” Hector pun akhirnya menutup dongeng tersebut dengan wajah bangga. Luis jadi penasaran, bagaimana dan kenapa dukun ini membuka banyak rahasia yang bahkan tidak diketahui oleh penduduk desa. “Aku tahu pasti kalian heran kenapa baru kalian saja yang aku tunjukkan, bukan? Jawabannya adalah mata itu.” Hector berbalik ketika mereka sudah sampai di sebuah taman. Entah bagaimana ada taman dengan pohon besar sebagai pusatnya di dalam sini. Luis tidak bisa memikirkan semuanya dengan logika lagi. Hector menunjuk Asley. “Kutukan itu sangat kuat. Kutukan dari salah satu Dewi terhebat. Putri dari pemimpin para dewa, Zeus. Dewi Kebijaksaan, Dewi Athena. Nama yang diabadikan menjadi nama desa ini, desa Athenia.” Asley meneguk air liurnya dengan susah payah, ada setitik keringat dingin yang jatuh dari pelipisnya ketika mendengar ucapan Hector barusan. “A-Apa aku harunya mati?” Pertanyaan yang membuat Luis langsung menoleh dengan rahang yang mengeras. “Tolong jangan mengatakan hal mengerikan seperti itu, Tuan Putri. Anda bahkan tidak salah apa-apa.” “Tidak harus jadi orang yang salah untuk mendapat kutukan atau hukuman dan semacamnya. Apalagi Medusa. Dia tidak salah tapi dia yang kena imbasnya, bukan begitu?” sambar Hector tanpa bisa terbantah. “Ah … benar juga. Aku mungkin yang kena sialnya,” aku Asley menunduk lemah. Membuat Luis yang berada si samping jadi iba. Ia tidak tahu lagi cara menghibur muridnya itu. “Tidak apa-apa. Kita akan cari tahu penyebab kutukan itu nanti. Sekuat apa pun kutukan, pasti ada cara untuk mematahkannya. Seperti mantra,” jelas Hector sambil melangkah mundur. “Perkenalkan. Dia adalah Pohon Kehidupan. Dia sudah hidup selama ribuan tahun dan kita bisa bertanya padanya yang lebih banyak tahu tentang dunia ini,” sebut Hector lagi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD