BAB 12: Sang Petunjuk

1113 Words
"Pohon … Kehidupan?” Luis mengulang kembali nama yang tadi Hector sebutkan. Bagi Luis, hanya ada gambaran hitam putih sebagai wujud dari sesuatu luar biasa itu. Dia tidak tahu bagaimana harus bereaksi. “Pohon Kehidupan hijau … ah, maaf. Pokoknya sangat terang dan berkilauan. Kalau besar sih, kau bisa tahu sendiri, kan? Tapi sungguh, hanya menatap helaian daun yang bergerak karena tertiup angin saja sudah dapat membuat hati menjadi tenang dan damai … seolah-oleh dia sedang menyanyikan lagu yang indah.” Luis menoleh meski ia tidak bisa melihat wajah Asley secara utuh. Hanya bayangan semu dan hitam putih saja. Meski demikian, Luis bisa tahu betapa cantiknya sosok yang ia tengah dampingi kini. “Terima kasih sudah menjelaskan.” Asley tersenyum sampai-sampai pipinya bersemu merah, wajah gadis itu terasa panas hanya dengan mendapat pujian dan disuguhkan senyuman tipis dari Luis. Kadang Asley bertanya-tanya, bagaimana bentuk keseluruhan dari wajah tampan gurunya ini. Tentu Asley tidak tahu, pasalnya muka Luis selalu terlihat setengah saja, separonya lagi tertutupi oleh rambut ikalnya. Seperti apa ya, mata Luis? “Anda memikirkan saya lagi?” tegur sang guru membuat Asley tersentak dan cepat-cepat memalingkan wajahnya ke depan. “Ya … saya tahu saya tampan,” ujar Luis lagi dengan wajah penuh kesombongan. Ia tahu hal tersebut akan membuat muridnya manisnya ini jadi kesal. Namun, Luis malah merasa terstimulasi untuk berbuat demikian. Bagi Luis, reaksi segar Asley cukup menyenangkan. “Ew … sudah mesra-mesraannya. Sini, mari kita adakan ritual pemanggilan,” cerca Hector dengan mimik muka seolah jijik saat menjadi saksi nyata dari sepasang pengantin yang tengah memadu kasih. “Sepertinya terjadi salah paham di sini.” Luis mengikuti langkah Hector. “Apanya?” “Kami bukan—” “Ssttt ….” Hector berbalik dengan memasang wajah horor, ia menempeli jari telunjuknya di bibir. “Pohon Kehidupan sudah datang. Jiwanya langsung terpanggil karena kehadiran kalian. Sangat luar biasa!” takjub bocah tengil tersebut di akhiri dengan senyuman kagum. Hector langsung bersimpuh. Duduk dengan khidmad sambil memejamkan mata dan menangkup kedua tangan di depan d**a. Merasa masih kurang, ia menarik Luis untuk ikut duduk—berlutut. Kemudian melihat hal tersebut, Asley mau tidak mau juga ikut-ikut. “Selamat datang wahai Pohon Kehidupan. Segala keagungan untukmu. Terima kasih sudah bersedia mengunjungi kami,” ucap Hector dengan penuh khidmat. Tiba-tiba saja tubuh Luis terasa memanas, dari ujung kaki sampai ke ujung kepala. Namun, ia masih kukuh mengikuti apa yang Hector lakukan. Tentu saja memejamkan mata, menangkup tangan di depan d**a, dan berlutut serendahnya. Hingga secara berangsur suhu di dalam tubuh Luis menyurut, perlahan turun dan menjadi dingin. Kemudian, pada detik berikutnya, Luis merasakan seolah jiwanya bertambah ringan, dingin … dan menyegarkan. Perasaan tenang macam apa ini? Luis membatin, ia terbuai dalam kedamaian yang menghanyutkan. Luis tidak pernah menyukai lagu karena indra pendengaran sensitifnya menganggap hal seperti itu adalah kebisingan berlebihan, masuk dalam kategori gangguan. Namun kali ini melodi indah yang tak terdefinisikan berhasil menghipnotis Luis ke dalam ketentraman berkepanjangan. “Terima kasih atas berkat yang Anda berikan, wahai Pohon Kehidupan,” bisik Hector kecil. Luis kini paham perasaan asing apa yang menjalar nyaman di dalam tubuhnya. Melodi indah itu adalah berkat yang Pohon Kehidupan ini berikan pada mereka. Sangat luar biasa. Seolah tadi adalah energi positif yang mengalir dan menyatu dengan sel-sel darahnya. Menenangkan syaraf otak. “Wahai anak manusia, apa kalian ke sini dengan niat membersihkan kutukan Medusa?” Tiba-tiba muncul suara yang menggema dan tentunya berasal dari sang Pohon Kehidupan di sana. Namun ini berbeda, suara tersebut tidak berada di mana-mana, melainkan ada di dalam kepala masing-masing individu di depannya. Ini ganjil, tapi memang begitu adanya. Sambil memejamkan mata, Luis bisa merasakan ada sosok yang menyerupai manusia tapi sangat bercahaya hingga tidak ada yang dapat ia temukan selain warna yang terang benderang dan juga … suara di dalam kepalanya itu. “Benar. Kami datang ke sini dengan maksud mencari petunjuk untuk menghapus kutukan Medusa,” jawab Luis lugas. Ini aneh, saat berhadapan dengan sosok agung ini, Luis tidak merasakan lagi keberadaan Asley atau pun Hector. Seolah-seolah, dirinya sudah ditarik ke dalam dimensi yang berbeda. “Dugaanmu benar. Sekarang kau sedang berada di dalam teritorialku. Hanya jiwa yang telah mendapat izin dariku saja yang dapat berada di sini. Begitu pula kedua temanmu tadi, mereka sedang berbicara denganku di tempat lain.” Roh dari Pohon Kehidupan ini seakan bisa membaca apa yang ada di dalam pikiran Luis. Sekarang, pemuda buta tersebut mulai mengerti. “Terima kasih wahai … Pohon Kehidupan Yang Agung,” ucap Luis memuji sekaligus mengucapkan rasa terima kasihnya dengan tulus. Luis sendiri tidak pernah menyangka bahwa di dunia ini ada hal yang lebih luar biasa dari buku-buku fantasi yang pernah ia baca. “Kau adalah anak yang tidak baik. Jiwamu juga tidak murni. Tapi … kau bisa bersama jiwa sesuci itu. Bagaimana bisa?” tanya Pohon Kehidupan yang dengan lancang telah menilik isi hati dan juga masa lalu Luis. Pemuda ini cukup kaget, jakunnya bergerak ketara. “S-Saya … tahu.” Maksud Luis adalah bagian ketika sang Pohon Kehidupan mengatai jiwanya tidak murni. Masa lalu Luis yang cukup kelam tentu dapat menodai jiwanya saat ini. “Saya … ingin membantunya. Seperti yang Anda katakan, jiwa gadis itu sangat murni. Dia tidak salah apa-apa tapi kenapa harus menanggung beban sebanyak ini? Kutukan Medusa … saya tidak pernah membayangkan betapa menderitanya dia dikurung demi keselamatan banyak orang.” Pohon Kehidupan mengangguk setuju. “Kau benar, wahai anak manusia. Tapi, aku tidak bisa berbuat apa-apa. Aku hanyalah pohon biasa yang kebetulan hidup lebih tua,” jawabnya sangat tidak memuaskan. Luis kecewa. “Jangan mengutukku seperti itu. Aku bukannya tidak ingin membantu, tapi kekuatan Sang Dewi adalah hal diluar kendaliku. Namun, aku tahu apa yang bisa kalian lakukan untuk membatalkan kutukan itu.” “Benarkah?” wajah Luis berubah sumringah. Ia harap-harap cemas dengan Pohon Kehidupan ini. “Tapi … misi ini akan sangat membahayakan. Mungkin saja nyawamu bisa jadi taruhannya. Apa kau yakin masih ingin membantu gadis malang itu?” Maka tanpa merasa perlu berpikir lebih panjang, Luis langsung mengangguk mantap. “Saya telah berjanji untuk membantunya, apa pun akan saya lakukan.” Samar, tapi sang Pohon Kehidupan terlihat senang. “Baiklah. Kalian harus mengalahkan tujuh dosa besar,” sebutnya ringan. “Tujuh … dosa besar? Apa itu seperti yang ada di buku?” “Benar, tapi mereka adalah iblis yang lebih mengerikan lagi. Namun, sebelum itu, kalian bisa mengambil serbuk peri di dalam hutan ini sebagai persembahan di altar itu.” “Altar? Oh! Anda tahu?” “Tentu saja. Altar persembahan di Kastil Medeia. Cukup dengan meletakkan serbuk peri di atasnya, maka pintu antara dua dunia bisa kalian buka.” Ada angin asing yang bertiup kencang di saat Pohon Kehidupan berpamitan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD