BAB 28: Penglihatan Gaib

1114 Words
“AAAHHH!!” pekik Asley sambil meronta-ronta. Membuat Luis dan Hector panik, tidak tahu harus berbuat apa. “Tuan Putri … tolong tenanglah. Tidak apa-apa, semuanya akan baik-baik saja. Ini saya, Luis. Tolong tenanglah, Tuan Putri,” ucap Luis yang berusaha mati-matian merangkul Asley yang tadi tiba-tiba pingsan dan beberapa detik kemudian malah meraung-raung tak jelas begini. Luis bahkan tidak peduli lagi dengan telinganya yang mengeluarkan darah—Hector tidak lihat karena dukun itu juga belum sadar sebab hanya fokus pada Asley. “Sakit! Pergi sana! Jangan mendekat! Sakit!” Asley terus berteriak, meraung-raung dalam tangis dan meronta dari pegangan Luis yang terus berusaha untung menenangkannya. “Aduh! Dia ini kenapa?” heran Hector yang tidak tahu harus berbuat apa. “Seumur hidup aku baru pertama kali lihat orang seperti ini!” Sang dukun malah mondar-mandir memikirkan jalan keluar. “Ingin mengatakan kesurupan … tapi tidak ada jejak-jejak kekuatan gelap dari diri Nona Asley. Lalu … apa?” Hector mulai memukul kepala dan menggigit jari. “Ayo, berpikirlah! Apa penyakit psikologi? Traumatis karena melihat mayat?” racau orang tua dengan tubuh anak kecil tersebut mulai sesat. “Tuan Putri … ini saya, Luis! Bukan orang jahat yang akan melukai Anda! Tolong … TOLONG TENANGLAH!” Luis tidak pernah mengeluarkan suara setinggi ini seumur hidupnya. Tahu kenapa? Karena bahkan dengan suara teriakannya sendiri … itu tetap akan berpengaruh pada indra pendengaran Luis. Namun, saat ini pemuda buta tersebut sudah tidak peduli karena yang terpenting adalah keselamatan murid sekaligus majikannya ini. Usaha Luis tidak sia-sia tentu saja, ia berhasil melawan rasa sakit dan mendekap Asley ke dalam pelukannya. Sangat erat, tapi penuh kehangatan dan ketenangan sampai-sampai membuat Asley yang tadinya masih berteriak, menjerit ketakutan seolah disakiti, dan meronta-ronta seperti orang kesetanan, kini mendadak diam. Kesenyapan pun langsung menyelimuti ketiga manusia di sana. Wajah Asley tidak terlihat karena masih tenggelam dalam d**a bidang Luis, tapi jari-jari gadis mungil itu tampak meremas kuat baju yang Luis kenakan. Lalu, ketika Hector ingin buka suara, menegur apa Asley baik-baik saja dan sebenarnya apa yang telah terjadi pada pemilik Kastil Medeia itu … isak tangis malah terdengar lebih dulu dari bibir tipis Asley. “T-Tuan … Putri?” Luis melonggarkan dekapannya ketika Asley terlihat ingin menegapkan posisi duduknya. Meski gadis tersebut masih berada dalam pangkuan Luis. Ia justru terlihat duduk dengan nyaman di sana sambil sibuk menggosok air mata, meredam tangisnya sendiri. “Luis …? H-Hector …?” “Iya, ini kami, Tuan Putri.” Wajah Luis berhadapan cukup dekat dengan Asley, seolah ia bisa menatap gadis mungil ini dengan matanya. Namun, tentu saja tidak begitu. Luis malah merasa terganggu dengan aroma harum dan sensasi aneh yang ia rasakan saat ini. Hanya saja … pemuda buta tersebut tidak dapat berbuat banyak, selain dengan lembut membantu menyisihkan helaian rambut Asley ke telinga. “Ada apa, Nona Asley?” Hector melangkah mendekat, sedikit membungkuk dan menumpu tangan di lutut untuk menengok wajah gadis yang ia tanyai tadi. Sekilas, Hector kembali berusaha memeriksa apakah ada jejak sihir gelap atau tanda-tanda kesurupan lainnya dalam tubuh Asley, tapi itu hanya menambah kerutan di kening sang dukun. Hector tidak menemukan apa pun atau … bisa jadi memang tak terlihat karena tertutupi oleh kutukan Medusa itu? Meski demikian, ada satu hal mengganjal yang sulit untuk Hector katakan. Mungkin untuk saat ini memang sulit diutarakan, jadi Hector bisa menjelaskannya nanti. Perihal satu titik cahaya di dalam hati Asley yang entah sejak kapan ada di sana. Satu titik cahaya itu sebelumnya tidak ada, dan kini cahaya tersebut malah terlihat, juga memiliki sensasi hangat dan suci. Hector tidak bisa memastikan itu apa kalau keadaan Asley masih kacau begini. “Untunglah, kalian di sini. Aku … aku kembali. Aku sangat senang bisa kembali. Terima kasih,” racau Asley secara tiba-tiba. Luis dan Hector saling pandang satu sama lain selama beberapa detik, seolah saling lempar bertanya kenapa gadis ini tiba-tiba bertingkah aneh. Kemudian pandangan mereka kembali jatuh pada Asley. Surai pirang keemasan yang bergelombang itu bagai ombak tenang di lautan saat tertiup angin, Asley menahan rambutnya sambil tersenyum lega. Senyuman yang sangat tulus dan terlihat … menyilaukan. Hector sampai dibuat terdiam karena terpana melihat keindahan tersebut. Bagiamana dengan Luis? Ya, pemuda buta ini juga merasakan demikian. Meski tak mampu melihat dengan mata. Bahkan hanya dengan menggunakan penglihatan dari suara saja … Luis bisa tahu betapa menyilaukan dan indahnya seorang Asley saat ini. “J-Jadi … apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa kau jadi ketakutan seperti itu, tadi?” tegur Hector memecah suasana. Tidak ingin berlarut dalam keindahan dunia yang fana, termasuk juga pada pesona manusia. Asley sempat menunduk ragu, ketika segala ingatan mengerikan itu kembali menyerang otak, Asley merasa ada kegelapan yang menakutkan mulai merayap di sekujur tubuhnya. Pundak kecil gadis tersebut tampak gemetaran, berusaha menghalau dan menyatakan kalau di kenyataan sekarang, ia sudah memiliki orang-orang di sisinya. “Tidak apa-apa, Tuan Putri.” Luis menepuk dan menggosok pelan pundak sang majikan. “Kalau Anda tidak sanggup, maka tidak perlu untuk diceritakan—” “Tidak,” potong Asley cepat. Bahkan suaranya saja terdengar gemetar. “A-Aku … harus menceritakan ini. Aku rasa, itu akan jadi sebuah petunjuk bagi kita … mungkin.” Asley berbalik, kembali menatap seonggok tubuh malang yang sudah tak bernyawa lagi di sebelah sana. “Jangan dilihat lagi,” peringat Luis sambil menutup kedua mata Asley hanya dengan satu tangan. Itu menunjukkan dua hal, tangan Luis yang cukup besar dan wajah Asley yang cukup kecil. “Benar, jangan lihat lagi! Tadi kau jadi gila hanya karena melihat mayat itu!” dukung Hector dengan kehebohannya, panik tentu saja. “Tidak, bukan begitu.” Tangan Asley bergerak untuk menjauhi tangan Luis dari wajahnya. “Aku kini sudah paham … apa yang sebenarnya terjadi.” “Huh?” “Nama dia …” Jari telunjuk Asley terangkat perlahan, mengarah pada tubuh nahas tak bernyawa itu. “Beel, kan?” “Eh?” “Lho, kok? Kau bisa tahu?” Asley mengembuskan napasnya dengan berat. “Jadi … sebenarnya, aku tadi baru saja melihat masa lalu dari Beel. Aku cukup yakin kalau dia adalah seorang peri. Iya, kan?” Mata Hector mengerjap beberapa kali dulu sebelum menjawab, “Benar. Terus? Bagaimana kau bisa tahu? Melihat … masa lalu kau bilang? Seperti apa? Bagaimana itu mungkin? Kau bahkan bukan cenayang atau semacamnya.” Entah sejak kapan nada dan gaya bicara Hector pada Asley tidak sesopan sebelumnya. Tidak juga terdengar sangat kasar seperti pada Luis. Hanya tampak lebih santai saja. Asley menarik napas sebanyak mungkin. “Jadi ceritanya ….” Dan gadis itu menceritakan bagaimana ia bangun dalam tubuh Beel. Menjadi pengamat dan menyaksikan segala kengerian dari sudut pandang Beel. Tragedi yang menimpa desa para peri dan … sosok aneh yang membuat Beel akhirnya membenci manusia.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD