BAB 25: Bukan Akhir

1116 Words
Luis berdesis seolah dirinyalah yang saat ini berada di posisi Peri Beel. Makhluk mengerikan itu terlihat sudah tidak dapat menggerakkan tubuhnya lagi. Pasalnya badan Peri Beel sudah tak lagi utuh. Perutnya yang besar sudah meledak. Sekujur kulitnya dari ujung kaki sampai ujung kepala gosong karena terbakar sambaran petir tadi. Mulutnya terbuka mencari oksigen, Peri Beel tampaknya mengap-mangap kesulitan bernapas. Kemudian, bagian yang paling mengerikan adalah … tubuh atas dan tubuh bawahnya yang hampir terpisah. Hanya tersisa tulang belakang yang rapuh sebagai penyambung kaki dan kepalanya saat ini. “Ini … adalah hukuman dari ratusan manusia yang sudah dia makan,” sebut Hector menjelaskan kenapa langit jadi ikut menolong mereka dengan sambaran petirnya tadi. “Sa … kit—hh … to … long—hh … s—saa … kit!” Tangan Peri Beel terangkat kecil, seolah ingin meraih ketiga manusia yang tengah menatapnya dengan perasaan bercampur aduk. Kali ini bukan untuk dimakan, tapi dia sungguh-sungguh meminta pertolongan. Mata kiri Peri Beel yang sudah terluka … semakin membuat pandangannya jadi buram. Namun, mata Hector justru menatap makhluk menjijikan ini dengan dingin, pandangan merendahkan yang sangat Peri Beel benci. Sudut mata Peri Beel kembali menitikkan air, sangat terasa perih saat ia menangis dalam kondisi sekarat seperti ini. “Peri Beel … ini bukan akhir dari segalanya. Kau akan disiksa lagi nanti di dunia bawah.” Hector mengangkat tangan, lalu dalam sekejap kedipan mata, munculah tongkat milik Luis di tangannya. Sang dukun lantas mengayunkan tongkat tersebut tanpa belas kasih. Tepat mengenai kepala Peri Beel. Luis sendiri jadi sadar bahwa tongkatnya memiliki kekuatan sekuat dan … mengerikan seperti itu. “MA—HHKK … KAAN … grrkkkk ….” Peri Beel mengembuskan napas terakhirnya dengan sangat menyedihkan. Tangan yang tadi terangkat itu sudah terkulai lemas. Mata Peri Beel masih terbelalak menakutkan dengan mulut terbuka lebar. Hector berdehem pelan lalu berjongkok di samping Peri Beel dan berucap dengan nada rendah, “Dengan kehendak alam, aku akan mengambil serbuk peri milik seorang peri bernama Beel.” Tangan Hector menadah ke arah mulut Peri Beel dan seketika ada cahaya redup yang keluar dari sana. Hector menggenggam cahaya tersebut lalu memasukkannya ke dalam kantong celana. “Baiklah. Peri Beel … sudah dipastikan mati. Misi kita selesai.” Hector lantas berdiri puas. Ada seulas senyuman lega di wajah lelahnya. “Kita sudah dapat serbuk perinya.” “Aku … kira itu ada di sayapnya,” beo Luis dengan wajah polos. Membuat Hector tergelak sendiri. “Tidak, kok. Serbuk peri itu … seperti inti sari dari kehidupan mereka. Kalau orang awam seperti kita yang memakainya memang tidaklah lebih dari sekedar hiasan saja. Namun, tidak bagi mereka. Jantung peri lah yang memproduksi serbuk peri. Karena Peri Beel jantungnya sudah meledak bersama perutnya tadi, inti dari kehidupannya berpindah ke otak. Karena otaknya kutusuk, maka serbuk peri milik Peri Beel bisa ku ambil paksa dan—” “Enghh ….” Perhatian Luis dan Hector langsung teralihkan pada seonggok makhluk di balik jubah kebesaran yang saat ini tengah menggeliat di dalam gendongan Luis, seolah dia baru saja bangun dari tidur yang panjang. “Dia sudah sadar?” bisik Hector melangkah mendekat, ingin ikut melihat wajah dari gadis yang baru saja mereka berdua selamatkan. “Benar. Seperti katamu, dia … sudah bangun.” Tangan Luis sedikit gemetar menggendong Asley. Perasaannya bercampur aduk, antara rasa senang dan lega karena majikannya sudah bangun, tapi di sisi lain Luis juga merasa takut … kalau gadis ini akan mengamuk karena— “L-Luis?” heran Asley dengan suara seperti orang yang baru bangun tidur di pagi hari, seperti pada umumnya. Serak, tapi … terdengar lucu juga di waktu yang bersamaan. “Iya, Tuan Putri.” Luis mengulas senyuman yang sangat tulus hingga terasa kehangatannya. “A-Apa yang terjadi?” Asley masih linglung, wajahnya menampakkan kebingungan, tak mungkin ia bisa mengerti dengan cepat segala keadaan saat ini. “Yo, Putri Tidur! Selamat sudah bangun!” Hector tiba-tiba memunculkan kepalanya tepat di hadapan wajah Asley, membuat gadis tersebut reflek hampir saja berteriak. Asley menutup mulutnya dengan ekspresi kesal, ia menatap tajam bagai hunusan pedang pada sang dukun. “Minggir.” Untung saja tadi Asley ingat kalau Luis tidak bisa mendengar suara terlalu bising meski … dia memang sering lupa kalau sudah emosi. Setidaknya kali ini ya, Asley ingat. “Hei, hei, hei. Begitu kah perilaku pada orang yang baru saja mempertaruhkan nyawa demi menyelamatkanmu?” protes Hector memasang wajah tak kalah murka dari Asley. Mendengar hal tersebut, Asley mengerjapkan matanya beberapa kali. “Mempertaruhkan nyawa demi … menyelamatkanku?” ulang gadis manis tersebut, matanya langsung beralih pada Luis. “Ehem. Sebelum itu, apa Tuan Putri sanggup berdiri? Kalau tidak bisa, tidak akan saya turunkan. Tidak apa-apa.” Demi sempak Neptunus! Asley baru sadar kalau dia masih berada dalam gendongan gurunya sendiri. Sial! Saking nyaman dan hangatnya mungkin, sampai-sampai membuat gadis ini lupa. Memalukan sekali! “T-Tentu saja bisa!” pekik Asley secara tiba-tiba melompat turun sambil mendorong Luis dengan keras. Asley menarik tudung kepala jubahnya untuk menutupi wajah yang terasa panas dan pasti saat ini sudah semerah kepiting rebus. “Pfftt ….” Hector menutup mulut, berusaha menahan agar tidak tertawa. Interaksi aneh di hadapannya ini sangatlah lucu, cocok juga sebagai hiburan. “Anda tidak apa-apa?” Luis masih memasang wajah khawatirnya seolah kalimat yang tadi ia lontarkan sebelumnya tidak berarti apa-apa bagi Asley. Entah Luis tidak peka atau bagaimana … yang jelas, Luis di mata Asley saat ini sangat menyebalkan. “Stop! Stop!” Tangan Asley terulur ke depan dengan telapak yang di arahkan, jadi menghalangi langkah Luis untuk mendekat. “Aku baik-baik saja! Jangan dekat-dekat denganku! Jangan sembarangan menyentuhku! Kau harus tahu diri!” bentak Asley tiba-tiba dengan nada yang sangat ketus. Ini dia penyakit Asley yang membuat Luis sering kali kebingungan bukan kepalang. Ketika ucapan dan detak jantung yang Asley keluarkan isinya … berbeda. Namun, itu bukan detak jantung orang yang sedang berbohong. Hal ini membuat Luis harus lebih banyak lagi mempelajari emosi muridnya sendiri. Belum sempat selesai Luis dengan segala pemikiran di dalam dirinya. Ia sudah harus menerima suara nyaring yang langsung memasuki gendang telinga Luis tanpa sempat disaring. Apa sihir Hector sudah tidak berlaku lagi? Luis mengerenyit sambil memegangi telinganya, kepala pemuda ini langsung berdengung hebat. Ia baru bisa tahu kalau suara teriakan yang memekikkan telinga itu tadi berasal dari pita suara milik Asley. Gadis manis itu baru sadar dengan kondisi lingkungan di sekitar mereka. Sangat asing dan sangat berantakan. Banyak bekas benda-benda perabotan rumah yang sudah hangus terbakar dan berceceran di mana-mana. Hujan memang langsung reda saat Peri Beel mengembuskan napas terakhirnya tadi, jadi Asley hanya bisa melihat bekas-bekas pertempuran saja. Namun, Asley kembali jatuh pingsan saat melihat mayat Peri Beel di sana, masih terkapar dengan sangat mengenaskan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD