BAB 24: Hukuman Si Rakus

1317 Words
Hector dengan wajah mengeras bersiap kembali melayangkan serangan sebisanya "O natura, da vires. Sta!" Ada keringat yang menetes karena ia berusaha mempertahankan sihir yang dukun itu pinjam dari mana alam, untuk menahan amukan dari Peri Beel. “Makan ini!” Luis kembali menyerang dengan melompat ke kepala Peri Beel yang masih mengamuk—menggelengkan kepalanya ke kanan dan ke kiri serta berteriak nyaring. Sial. Untung saja Hector sudah memberi Luis penghalau teriakan kalau tidak … mungkin pemuda buta ini sudah mati dalam kesakitan. “Woa!” Tubuh Luis mendadak oleng karena tangan Peri Beel mulai aktif ingin menyingkirkan diri Luis dari keningnya. “O natura, da vires. Sta!” teriak Hector lagi dan tangan Peri Beel langsung tertahan ke lantai, ada borgol keemasan yang menancap di sana, membuat Peri Beel semakin mengamuk karena tak bisa menggerakkan tangannya serta … rasa sakit di dalam tubuh Peri Beel menjadikan monster itu semakin tersiksa. “Arghh! Ahhh! Sa … kit! Sa … kit!” “Ugh … makhluk menjijikan!” desis Luis yang harus memegangi hidung besar Beel agar dia tidak jatuh terguling ke bawah. Bau busuk yang menyengat kembali menyerang indra penciuman Luis. Kemudian Peri Beel mengamuk lagi dengan menggelengkan kepalanya secara brutal. Luis berusaha bertahan, ia juga melirik Hector yang hampir kewalahan mempertahankan sihirnya untuk menahan amukan Peri Beel. Tidak bisa. Mereka akan gagal kalau seperti ini caranya. Luis pun memberikan kode pada Hector agar dukun tua dengan tubuh anak kecil itu segera melepas sihir penahannya pada Peri Beel. “Orang gilla! Apa kau yakin? Ughh ….” “Ikuti saja apa yang ku suruh!” “Apa rencanamu?” “Lakukan saja, cepat! Kita kehabisan waktu dan—waa! Tenaga!” seru Luis yang hampir saja terpeleset ke bawah. “B-Baiklah, aku lepaskan dalam hitungan!” “GRAAA! SI … A … PA? SA … KIT!” “Oke!” Luis mengeratkan pegangannya di daun hidung Peri Beel. “Satu … dua … hei, apa kau yakin?” “Tiga!” seru Luis menyambung hitungan karena kesal dengan keraguan dan keleletan yang Hector perbuat. “GRAAAGHH!!” Auman keluar antara senang karena sudah bebas bergerak dan rasa sakit di dalam tubuhnya yang mereda, Peri Beel kerahkan senyaring mungkin. Namun, sedetik sebelum makhluk buruk rupa dengan perut besarnya itu menyerang Luis yang masih berada di permukaan wajahnya, pemuda buta tersebut sudah lebih dulu melayangkan bagian runcing setajam pedang di tongkat yang Luis pegang erat-erat sebelumnya, dan tongkat ini tepat menancap di mata Peri Beel yang malang. “Mati kau!” maki Luis sambil melompat dan berguling guna menjauh dari sosok Peri Beel yang mengerikan. “Lari, kita harus sembunyi!” teriak Hector yang tergesa-gesa berlari ke arah belakang. “Luis, tangkap dia!” pekik dukun sakti itu lagi yang entah sejak kapan, sudah memegang tongkat yang tadi telah Luis tancapkan di mata kiri Peri Beel. “GRAAAGHH!! SA … KIT!” “Apanya yang ‘tangkap dia’?” Luis harus berguling ke kanan lagi dengan gesit mana kala tangan Peri Beel hampir saja menjadikan dia ayam geprek. “Ini!” seru Hector lagi sambil mengayunkan bagian tajam dari tongkat tadi ke arah Asley yang masih tidak sadarkan diri dan menggantung di atas sana. Lemparan Hector tepat mengenai tali dan langsung membuat Asley melayang ke udara … jatuh menuju ke tumpukan jerami. “GRAAAGHH!! SA … KIT!” “Haih! Dasar dukun gila!” Untungnya sebelum, tubuh Asley menyentuh tumpukan jerami tersebut, Luis sudah berhasil menangkap sang murid dan segera saja menyusul langkah kaki Hector yang sudah berhasil mendorong pintu belakang. “Cepat!” sergah Hector dan ketika Luis yang tengah menggendong Asley berhasil keluar dari pintu belakang tersebut, Hector langsung mendorong pintu itu agar tertutup kembali. “GRAAAGHH!!” Hector menutup telinga. Raungan Peri Beel yang satu itu lebih nyaring dari pada biasanya, sampai-sampai tanah di sekitar mereka jadi ikut bergetar. “Hei, hei, hei! Sebenarnya apa yang makhluk buruk rupa itu laku—” BLLAARRRR!! BUMMMM!!! Baik itu Hector, Luis, dan juga Asley … mereka bertiga, semuanya terlempar cukup jauh dari lokasi kejadian. Sebuah petir pada siang hari di tengah cuaca yang amat cerah ini, tiba-tiba menyambar rumah dari Peri Beel tersebut. Sambaran petir yang sangat kuat, hingga membuat Peri Beel terbakar, perut besar dari makhluk buruk rupa tersebut menggelembung bagai balon kemudian meledak kuat, sampai-sampai menghancurkan atap dan dinding-dinding rumah tersebut. Cuaca mendadak berubah sekejap kedipan mata. Awan-awan hitam yang membawa angin badai beserta hujan bergemuruh yang dilengkapi dengan guntur dan petir itu langsung menghiasi langit. “Wah … apa kita berhasil? Hah … hah … hah.” Napas Hector jadi pendek-pendek. Ia mengelus dadanya yang naik turun dan terasa sesak. Wajah dukun sakti ini mendadak jadi pucat. Ia yang tadinya sudah berdiri setelah terlempar cukup jauh, kini terduduk kembali. Hector kemudian menyandarkan diri tepat di sebelah Luis. “Aku … melihat semuanya,” lirih Luis. Kulit pemuda buta itu memang dari awal, sejak dilahirkan ya, sudah berwarna putih pucat. “Hah … tapi, kau kan buta.” Meski sudah melihat bagaimana kemampuan seorang Luis yang lebih dari manusia normal, Hector tetap saja tidak percaya. Mengingat kata-kata Asley sebelumnya bahwa Luis memiliki kemampuan khusus pun … Hector harus menyangkalnya. Dia tidak menemukan jejak kekuatan mistis seperti itu dalam diri seorang Luis. “Aku bisa melihat … dari suara.” Hector terkekeh kecil. “Sepertinya kau tidak akan menjelaskan lebih, huh? Baiklah, mungkin karena itu adalah senjata rahasiamu.” “Mana ada, bukan seperti itu.” “Heh? Lalu atas dasar apa?” Luis melonggarkan eratnya ia mendekap Asley, menunduk seolah dapat melihat dengan mata sendiri wajah manis yang masih tak sadarkan diri tersebut. “Itu karena kau terlalu bodoh dan tidak akan mengerti.” “A-Apa kau bilang barusan? Coba ulangi lagi—” “Kenapa … dia belum sadar juga?” cemas Luis yang dengan berani menyentuh pipi kanan Asley. Terasa hangat, untung saja. Jantung gadis manis ini pun masih berdetak dengan cukup normal. Untunglah tadi Luis memeluk Asley kuat saat mereka tiba-tiba terlempar. Meski cukup sakit karena tubuh Luis jadi harus membentur pohon besar tempat mereka bersandar sekarang ini. Hector menjilat bibirnya yang terasa kering. “Kau yang bodoh, Luis. Apa kau sungguh berpikir peri jelek itu sudah mati?” Mulut Luis menganga lebar. “Jadi … dia masih hidup?” “Tentu saja.” Hector yang sudah merasa lebih baik dari sebelumnya mulai berdiri dan ketika itu juga, hujan mulai turun membasahi mereka dengan sangat deras. “Bagaimana membunuhnya?” “Bawa Nona Asley dan ikuti aku.” Luis langsung beranjak dan tanpa banyak bicara lagi, ia pun mengikuti instruksi Hector tadi. “Untuk para peri … mereka hidup dari serbuk itu. Selama serbuk peri masih ada, maka selama itu pula mereka bisa hidup, bahkan … meski tanpa kepala.” Penjelasan yang cukup gila, tapi memang begitulah fakta yang Hector tahu. “Tapi ada kau bilang saat itu, kalau serbuk mereka bisa dibagi?” “Kalau dibagi, meraka bisa menakarnya agar tidak habis. Lagi pula serbuk peri bisa diproduksi. Tapi akan lain lagi kasusnya kalau serbuk peri diambil paksa … seperti yang akan kita lakukan sekarang ini.” Mereka melangkah pelan, menerobos hujan, menuju tubuh Peri Beel yang sudah tidak memiliki perutnya lagi. Luis sampai berdesis seolah dirinyalah yang merasakan sakit. “T-Tubuhnya … hampir terbagi menjadi dua. Hanya tersisa tulang belakang … yang menyambungkan tubuh atas dan bawahnya.” “Ini … adalah hukuman dari ratusan manusia yang sudah dia makan,” sebut Hector yang melihat dengan jelas, sosok yang sudah sekarat tapi masih bergumam kesakitan dan meminta pertolongan. “Sa … kit—hh … to … long—hh … s—saa … kit!” Tangan Peri Beel terangkat kecil, seolah ingin meraih manusia yang tengah menatapnya dengan perasaan bercampur aduk. Kali ini bukan untuk dimakan, tapi dia sungguh-sungguh meminta pertolongan. "Peri Beel ... ini bukan akhir dari segalanya. Kau akan disiksa lagi nanti di dunia bawah."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD