BAB 30: Pikiran Gelap

1066 Words
“Tolong hati-hati,” peringat Hector lagi dengan wajah tak rela, ia melangkah ke samping sambil menyeret kakinya dengan sangat berat. Wajah anak kecil milik dukun tua itu jadi seperti bocah sungguhan yang merajuk karena tidak dibelikan permen. “Sekali lagi saya tegaskan untuk tidak boleh terluka,” sambung Luis dengan raut wajah tidak suka, nada bicaranya saja dipenuhi dengan kekhawatiran. Tentu saja Luis cemas. Melihat sendiri bagaimana Asley menjerit ketakutan dan kesakitan seperti itu … kemampuan Penglihatan Gaib berarti memberikan efek yang nyata meski hanya mengintip masa lalu dari makhluk yang sudah mati. “Iya-iya. Aku paham,” sahut Asley sambil tersenyum tulus. Tangan kurusnya yang sudah terulur untuk menyentuh kening gosong milik Beel mulai merasakan getaran aneh. Luis terdiam. Entah kenapa perasaan tidak enak mulai menjalar di seluruh tubuhnya, terus dan terus sampai memenuhi isi kepala. Tidak bisa. Luis jadi menganggap senyum Asley yang tadi seperti sebuah senyuman perpisahan. Seakan-akan gadis tersebut sudah siap untuk pergi jauh darinya. “TIDAK!” Luis dengan gesit, sempat menahan tangan Asley yang nyaris menyentuh kening Peri Beel. Napas pemuda buta itu terlihat ngos-ngosan dan sangat tidak beraturan. Ketika perhatian jadi teralih pada Luis, baru detik itu pula lah Asley dan juga Hector menyadari ada darah segar yang keluar dari telinga Luis, bahkan darah tersebut sudah hampir mengering. “Hmphhh!!” Hector menjerit tertahan, ia dengan cepat menyumpal mulut dengan kedua tangan, bahkan dukun sakti tersebut sampai oleng dan terjungkal ke belakang saking kagetnya. Tidak jauh berbeda dengan Asley. Gadis manis ini mematung, menahan napas dan jeritan keterkejutan ketika baru menyadari keadaan sang guru. Tubuh Asley sampai gemetar hebat. “L-Luis ….” “Sksksksks … swswswswshh ….” Pegangan Luis dari tangan Asley ia lepas. Tiba-tiba ada suara aneh yang menghampiri indra pendengarannya. “Sksksksks … swswswswshh ….” “Sksksksks … swswswswshh ….” Luis mulai terengah-engah tidak jelas, ia merasakan sesak hanya untuk bernapas. Kenapa ini? Ada apa? Dia kenapa? Luis tidak mengerti, tapi suara aneh tadi terus menyerang pendengarannya. Bahkan hal tersebut membuat Luis kehilangan sensor. Luis tidak bisa melihat apa-apa lagi. Ia benar-benar buta total sekarang. “Luis … dengarkan ya, Luis tidak aneh sama sekali.” Luis menggelengkan kepalanya dengan keras. Apa itu tadi? Ia seperti mengingat sosok seorang wanita dan suara yang tidak asing … tapi Luis tidak tahu itu siapa. “Luis, kau benar-benar tidak boleh melakukan itu lagi ya?” “Luis … mulai sekarang kau tidak boleh main dengan manusia. Tidak apa-apa. Kau akan baik-baik saja.” Wajah yang hanya terlihat dari mulut, suara tak asing tapi Luis tak mampu ingat, sentuhan lembut tapi terasa dingin. Siapa …? Siapa orang ini? “Luis! Luis! Luis! Luis! Luis! Luis! Luis! Luis! Luis! Luis! Luis! Luis! Luis! Luis! Luis! Luis!” Lagi. Sekelebat bayangan akan sosok aneh dan suara tak asing itu kembali muncul. Suara tersebut selalu memanggil namanya dan tangan itu selalu menyentuhnya. Luis menangkup wajahnya, kini yang terdengar di kepala pemuda buta tersebut hanyalah dengungan yang mengundang rasa pusing semata. Luis ingin mengerang, berteriak sebagai pelampiasan rasa sakit. Namun, itu tidak mungkin. hal tersebut tidak bisa Luis lakukan. Umumnya orang akan berteriak atau mengamuk sambil mengerang dan membanting sesuatu saat emosi dan kondisi sudah tak lagi mampu membendung segala masalah. Sayang sekali Luis tidak bisa melakukan hal biasa seperti itu. Jika dia masih ingin hidup … Luis tidak boleh melakukannya. PLETAK! Mata Asley membelalak lebar ketika melihat Hector memukul gurunya sendiri dengan tongkat milik Luis. Tidak cukup keras, tapi mampu meninggalkan jejak kemerahan di pipi kiri Luis. Benar, Hector memukul Luis sudah seperti menampar ala ibu mertua pada menantunya. “Kau … sudah gila ya?” desis Asley masih terperangah di sana. “Aku … tidak ada pilihan. Serangan tadi untuk memblokir jejak kegelapan di dalam dirinya. Bocah ini … bagaimana bisa memiliki pemikiran segelap itu? Aku bahkan sampai merinding menyaksikannya tadi. Nona Asley, kau sangat beruntung tidak melihat apa yang aku lihat.” Entah Asley harus berterima kasih atau tidak. Gadis ini juga tidak tahu harus bagaimana. “Jadi sekarang harus apa? Luis masih diam saja begini … membuat takut.” Ajaibnya saat Asley berkata demikian, Luis yang tadinya menunduk diam langsung mendongakkan kepala. Ia meraih sapu tangan dan menggosok jejak darah di kedua telinganya secara bergantian. “Maaf atas gangguannya. Tadi saya terlalu memaksakan diri,” aku Luis sedikit malu. Dia menunjukkan kelemahannya di hadapan orang yang harusnya Luis lindungi. Sungguh, pemuda buta ini merasa sudah tidak memiliki harga dirinya lagi. Hector tampak tidak percaya. “Luis, itu tadi ap—” “Nona Asley,” panggil pemuda buta tersebut, sengaja mengalihkan pembicaraan dari sasaran Hector. “I-Iya?” “Tolong berjanjilah bahwa Anda akan kembali dengan selamat.” Entah kenapa Asley tidak bisa menemukan ketulusan dari gaya bicara Luis yang katakan barusan. Malah, gurunya itu lebih terlihat seperti sedang mengusirnya saat ini. Apa hanya perasaan Asley saja yang terlalu sensitif? Atau sikap Luis ini nyata? “Anda tidak berjanji? Apa Tuan Putri tidak akan melakukannya? Melihat masa lalu Peri Beel itu,” ucap Luis lebih yang lebih terkesan seperti sebuah desakan. Dia ini kenapa lagi? “B-Baiklah. Tentu saja, aku berjanji akan baik-baik saja, tidak terluka, dan akan segera kembali. Kau puas?” “Terima kasih.” Luis mengulas senyuman, tapi di mata Asley … itu terlihat janggal seolah ada yang gurunya sembunyikan. “Luis ….” “Hm? Ada apa lagi?” “Telingamu itu—” “Saya tidak apa-apa, jangan khawatir. Hector sudah memberi saya pengobatan.” Dengan pukulan? Bagaimana mungkin! Asley melirik tajam anak kecil di sebelah Hector malah memasang wajah cengengesan. “Ada yang Anda tunggu lagi?” desak Luis mulai terlihat jelas. “T-Tidak ada ….” Asley yang merasa takut tidak memiliki banyak pilihan, ia juga harus menyelesaikan pekerjaannya ini. Maka tanpa banyak basa basi lagi, Asley memejamkan mata dan menyentuh kening dari mayat Peri Beel. Dan dalam detik itu juga, tubuh Asley terkulai lemas mengarah ke tanah, tapi sempat Luis sambut. “Benar-benar menyusahkan,” keluh Luis yang lagi-lagi menyerahkan pangkuannya untuk di tempati oleh Asley dengan cukup nyaman. “Hah ….” Hector menghela napas, mengambil posisi duduk di samping Luis. Kini mereka berdua jadi menghadap pada jasad Peri Beel. “Tongkat ini sudah kuberi tanda. Jadi bisa kupanggil sejauh apa pun dia berada,” sebut Hector sambil mengayun—ayunkan tongkat Luis. “Oh.” “Jadi, Pikiran Gelap, huh? Bagaimana bisa kau memilikinya?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD