Menawar

1500 Words
Dengan wajah merah padam dan nafas yang memburu. Jasmine masuk ke dalam kafe, menghentakkan kakinya menuju dapur. Membuat teman-teman sesama karyawannya menatap aneh ke arah Jasmine. Begitu pula dengan Jerry yang tadi sempat melihat keributan di depan kafe yang ternyata di sana ada Jasmine dan si bos juga Penasaran, Jerry yang sudah selesai mencuci piring pun, segera berlalu menyusul Jasmine yang sekarang tengah duduk di kursi belakang kafe dekat kamar mandi karyawan. Kening Jerry berkerut melihat raut wajah Jasmine yang super bete tersebut. “Kenapa lagi?” tanya Jerry mendekat dan duduk di sampingnya. “Sebel gue..!” sungut Jasmine penuh emosi. “Kenapa sih? Dan tadi ngapain loe ribut depan. Mana pakek acara siraman lagi.” Ujar Jerry menatap ke arah Jasmine. Jasmine memutar tubuhnya dan menghadap ke arah Jerry, “Loe tahu nggak.. mobil yang tadi pagi bikin gue gagal masuk kuliah karena baju gue kotor kena genangan air?” tanya Jasmine setengah mengingatkan Jerry. “Iya.. truus...” jawab Jerry. “Mobil itu.. milik temennya si bos yang sombongnya di atas rata-rata.” Seru Jasmine. “Haahhh... yang bener ?” “Iya..” “Jadi itu yang bikin loe nyari ribut di depan tadi.?” “Hmmm” “Gila.. loe cewek bar-bar banget yak..” “Eh.. menurut loe.. siapa yang gak emosi coba. Setelah bikin gue basah kuyub dia pergi gitu aja. Dan tadi pas gue minta pertanggung jawabannya, dia malah masa bodo dan gak mengakui kesalahannya.” Sungut Jasmine berapi-api. “Meskipun gitu... seharusnya loe bisa lebih kalem dong.” Jawab Jerry yang memang hafal dengan kebar-baran gadis di depannya itu. “Orang kek gitu di kalemin.. bisa-bisa besar kepala dia..” sahut Jasmine. “Tapi masalahnya, loe udah nyari ribut sama orang yang salah.” Ucap Jerry membuat Jasmine menatapnya heran. “Salah?? Salahnya di mana. Sudah jelas dia yang bikin masalah duluan.” Sahut Jasmine. Jerry tampak menghembuskan nafas berat. Gemes banget sama temannya yang satu ini. Merapatkan kedua bibirnya kemudian menoleh ke arah Jasmine. “Loe tahu siapa yang loe siram tadi?” tanya Jerry serius. “Cowok sombong, angkuh, jelek, dingin kek kutub utara.” Jawab Jasmine yang masih di penuhi emosi. “Min, dia itu Royyano Davin Erza. CEO perusahaan ER corp. Yang terkenal dingin dan tak berperasaan.” Jelas Jerry menekankan setiap katanya-katanya. “Emang kenapa kalau dia CEO?? Loe pikir gua takut. Sorry... gak takut sama sekali.” Sewot Jasmine. “Aaahh sudahlah. Ngomong sama loe tuh bikin darah tinggi.” Keluh Jerry. Sedangkan Jasmine masa bodo dengan keluhan temannya itu. Pikiran dan hatinya sudah terpenuhi dengan amarah karena kesialannya hari ini. Apalagi mengingat dia harus merelakan gajinya di potong 50% serta harus lembur selama sebulan. Mengingat itu membuat amarahnya semakin membara. Sebenarnya bukan masalah capek atau bagaimana. Tapi, dia khawatir dengan ibunya kalau sampai tiap hari lembur. Apalagi itu dalam waktu sebulan. ‘Apa aku harus nawar ke pak Daffa ya, biar di kasih keringanan.’ Batin Jasmine. Tak masalah jika dia harus kerja lebih pagi, asal malam dia sudah di rumah untuk menemani ibunya. Apalagi dia sedikit takut kalau pulang larut malam. Setelah diam beberapa menit, Jasmine memantabkan niatnya untuk menghadap sang bos. Berharap si bos mau memberinya keringanan. Toh menurut dia, di sini bukan salah dia sepenuhnya. Karena sudah jelas teman si bos lah yang duluan mencari gara-gara dengan Jasmine. Dan Jasmine hanya ingin membela harga dirinya. “Mau ke mana??” tanya Jerry menatap Jasmine yang mulai beranjak dari duduknya. “Ke ruangan si bos.” Jawab Jasmine menatap Jerry sejenak kemudian memutar tubuhnya lagi. “Ngapain?? Nyari ribut lagi?” ucap Jerry membuat Jasmine menghentikan langkahnya dan berbalik. “Gue mau minta keringanan sama si bos. Gue gak bisa kalau harus lembur tiap hari. Kasihan ibu kalau di rumah sendirian.” Jawab Jasmine jujur. Mendengar jawaban Jasmine membuat Jerry terenyuh. Yah.. meskipun Jasmine termasuk gadis yang bar-bar, namun dia selalu mementingkan orang lain. Terutama kalau itu berhubungan dengan ibunya. Jerry tampak menghela nafas sejenak, kemudian ikut berdiri berhadapan dengan Jasmine. Menepuk pundak gadis di depannya itu dengan senyum manis di bibirnya. Bangga kenal dengan sosok sebaik dan seperhatian Jasmine. “Semoga si bos ngasih keringanan buat loe.” Ucap Jerry tulus. “Amiin.. makasih ya.” Jawab Jasmine di sertai senyuman miliknya. “Sama-sama. Good luck.” Sahut Jerry. Kemudian Jasmine berlalu meninggalkan Jerry yang masih berdiri di tempatnya menatap kepergian Jasmine yang kini berjalan menuju ruangan si bos. Dia baru pergi dari tempat tersebut saat Jasmine sudah masuk ke dalam ruangan si bos yang memang letaknya tak jauh dari dapur. Sementara itu. Tok.. tok.. tok.. “Masuk.” Mendengar sahutan dari dalam membuat Jasmine menghela nafas panjang untuk mengurangi groginya. Ya.. meskipun dia sudah terbiasa keluar masuk ruangan Daffa tapi kali ini ceritanya beda. Apalagi Daffa tadi juga sempat marah karena dia selalu menentang apa yang dia ucapkan. Bahkan, dengan berani Jasmine melawan rekannya yang sangat berpengaruh pada perkembangan kafenya. Ceklek.. Mendorong pintu coklat tersebut perlahan. Hawa dingin dari pendingin ruangan kini terasa semakin dingin saat mengenai kulit putih Jasmine. Pelan, Jasmine melangkahkan kakinya memasuki ruangan bernuansa biru langit tersebut. Di meja tak jauh dari tempat Jasmine berdiri sekarang tampak si bos yang masih fokus ke layar laptopnya. Detik kemudian, Daffa mengalihkan pandangannya ke arah Jasmine yang tampak sedikit gugup karena di tatap Daffa dengan tatapan datar, beda dengan tatapan biasanya yang lebih lembut. “Permisi, Pak.” Ucap Jasmine sedikit menundukkan kepalanya. “Silahkan...” jawab Daffa mempersilahkan Jasmine untuk duduk di kursi yang ada di depan mejanya. “Ada apa lagi, Jasmine.” Tanya Daffa to the poin setelah Jasmine duduk di depannya. Deg... Jantung Jasmine kini berdetak lebih cepat di banding saat dia baru masuk ke dalam ruangan ini. Apalagi aura si bos yang kini tampak tak bersahabat dengannya. “Hemm... Maaf, Pak. Saya benar-benar minta maaf atas yang sudah terjadi tadi di depan kafe. Saya menyesal sudah menuruti ego saya untuk melawan Bapak.” Ucap Jasmine tanpa berani menatap ke arah sang bos. Hingga beberapa detik tak ada sahutan dari sang bos. Membuat Jasmine semakin merasa tak enak. Hanya terdengar helaan nafas berat dari bosnya itu. “Kamu sudah tahu konsekuensinya ‘kan?” ucap Daffa setelah beberapa saat terdiam. “Iya, Pak.” Jawab Jasmine. “Lalu?” tanya Daffa dengan aura yang masih sama. “Maaf, Pak. Apa saya boleh minta keringanan, saya tidak bisa meninggalkan ibu saya sendirian di rumah jika tiap hari saya harus lembur hingga malam.” Ucap Jasmine. “Apa saya boleh minta kalau lemburnya di cicil tiga kali seminggu??” sambung Jasmine setelah beberapa saat diam. Mendengar permintaan Jasmine membuat Daffa baru menyadari dan mengingat jika gadis di depannya ini adalah tulang punggung keluarganya. Dia juga harus merawat ibunya yang sudah mulai sakit-sakittan. "Saya janji, Pak. saya akan tetap bertanggung jawab atas apa yang sudah saya lakuka. Tapi, saya mohon. Kasih saya keringanan." ucap Jasmine memelas. Daffa tampak semakin bingung sekarang , sebenarnya dia kasian sama Jasmine. Dan dia pun tahu kalau masalah ini tak sepenuhnya salah Jasmine. Tapi, Daffa sendiri tak bisa jika mengistimewakan salah satu karyawan di banding karyawan lain. Baginya, keadilan itu nomer satu. satu menit.. dua menit.. tiga menit.. "Huufftt... Oke, kamu boleh lembur tiga kali seminggu. Tapi, jumlahnya harus tetap tiga puluh hari. Dan untuk gaji akan tetap dapat potongan." ucap Daffa tegas. "Alhamdulillah.. terim kasih, Pak." ucap Jasmine tersenyum bahagia karena bisa sedikit menawar dari hukuman itu. Setidaknya waktu dia untuk menjaga ibunya masih bisa terselamatkan. "Ingat.. jangan ulangi hal itu lagi. Kamu tahu 'kan. Roy adalah teman baikku dan dia sangat berpengaruh untuk kafe ini. Kamu paham 'kan?" ucap Daffa mengingatkan Jasmine. "Ingat, Bos." sahut Jasmine mantab. "Oh iya.. ini alamat kantor Roy (menyodorkan sebuah kertas yang tampak seperti kartu nama, tertera nama Royyano Davin Erza di kertas itu). Sepulang kerja, kamu datang ke kantornya. minta maaf dengan baik-baik." perintah Daffa tegas. Dengan hati yang mulai kembali memanas, Jasmine mengambil kertas itu dan menatapnya dalam-dalam. Sungguh dia sama sekali tak ingin bertemu lagi dengan cowok sombong itu. Tapi, apa boleh buat. Dia sejak kecil di ajarkan untuk bertanggung jawab. Jadi mau tak mau dia tetap harus temui laki-laki itu. "Jasmine.. kamu dengar saya." panggil Daffa. "Eh.. iya, Pak. Saya mengerti." jawab Jasmine. "Bagus... ada lagi yang ingin kamu sampaikan?" tanya Daffa tanpa mengalihkan pendangannya dari wajah Jasmine. "Hmm.. sudah, Pak. Kalau begitu, saya permisi kembali bekerja." pamit Jasmine. "Silahkan. dan jangan lupa, sepulang kerja temui Roy di kantornya." ucap Daffa mengingatkan Jasmine. "Baik, Pak. permisi." jawab Jasmine sedikit menundukkan kepalanya kemudian berlalu keluar dari ruangan tersebut. Sementara Daffa tampak menghela nafas panjang dan menyandarkan rubuhnya ke sandaran kursi dengan kasar, saat Jasmine sudah keluar. Jujur dia khawatir dengan Jasmine kalau sampai terjadi sesuatu sama dia saat menemui Roy di kantornya nanti. Apalagi mengingat jika Jasmine sudah mempermalukan Roy di depan umum. Dia yakin, Roy tidak akan mempermudah jalan Jasmine setelah ini. "Huuffttt... semoga kau baik-baik saja. Maaf aku gak bisa bantu kamu lebih. karena itu sudah menjadi tanggung jawabmu." Batin Daffa memikirkan Jasmine.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD