Prolog - Hati yang berantakan

1093 Words
Naya baru saja keluar dari toilet kantornya. Saat ia melewati pantry untuk kembali ke meja kerjanya, tangan Naya di tarik masuk oleh seseorang hingga tubuh dan otaknya tidak sadar dengan apa yang baru saja terjadi. “Mario..” Ucap Naya ketika ia melihat pelaku yang menyebabkan dirinya berada di pantry. Berduaan. “Apa perkataan aku kurang jelas kemarin?” Pria itu mendorong Naya agar bersandar pada pintu pantry. “Tunggu.” Naya mencoba untuk mendorong jauh pria itu. “Maksud kamu apa?” “Aku udah bilang.” Jari pria itu mengangkat dagu Naya agar tatapan mata mereka sejajar. “Putusin Stefan. Akhiri hubungan kalian berdua.” Naya ingat apa yang pria itu katakan kemarin. Masalahnya tidak semudah itu. Naya melepaskan tangan pria itu dari wajahnya hanya untuk mendapatkan balasan dari Mario. Mario menahan lengan Naya di belakang punggung wanita itu, menyatukan lengan satu dan yang lainnya. “Kamu melanggar banyak hal hari ini.” Mata pria itu menelusuri tubuh Naya. “Pertama, tidak mengikuti perkataanku untuk putus dengan Stefan. Kedua, kamu bahkan pamer kemesraan sama cowok itu.” Mario berhenti dan menatap Naya lagi. “Ketiga, aku sudah bilang jangan menggunakan pakaian seperti ini lagi. Apa kamu emang mau hukuman dari aku?” Naya menggeleng dengan cepat. “Stefan dan aku..” Naya belum selesai berbicara namun Mario membungkam mulut wanita itu dengan ciuman. Ciuman yang sangat kasar. Seolah bibir Naya adalah udara yang dibutuhkan Mario untuk bertahan hidup. Naya memalingkan wajahnya untuk menjauhkan bibir dari Mario. Namun itu justru kesempatan bagus untuk pria itu karena detik selanjutnya Mario telah berada pada ceruk leher wanita itu. menghisap dan menjilati kulit mulus yang terekspos. “Stop..Mario!” Pinta Naya saat ia merasakan gigi pria itu menggigit lembut sebelum kembali menghisap lehernya bagai seorang vampir yang menguras habis darah dari mangsanya. “Mario, demi tuhan, berhenti!” “Kalo aku berhenti, kamu akan putusin Stefan sekarang juga?” Pria itu bertanya dengan suara yang terpendam karena kepalanya masih bertahan pada leher Naya. “Orangtuaku ngga memperbolehkan aku putus dengan Stefan.” Naya mendengar Stefan menggeram dan melanjutkan aksinya. Kali ini pria itu melepaskan satu tangannya untuk menggerayangi tubuh Naya. Sekuat tenaga ia menahan dirinya agar tidak mengeluarkan suara-suara aneh. “Mario, please, jangan di sini. ini kantor!” Bisik wanita itu memohon. Namun Mario seolah tidak mendengarkan. Jemari pria itu masuk melalui bagian bawah dress yang dikenakan Naya. Membelai paha mulus wanita itu sebelum tangannya naik ke bagian atas. jemarinya menemukan kaitan bra milik wanita itu dan melepaskannya dengan satu tangan tanpa kesulitan. Naya hampir saja menjerit saat Mario meremas bukit kembarnya dan memelintir salah satu puncak yang sudah mengeras. “Kamu bahkan menginginkan ini, Naya.” Bisik pria itu. “Mario, kalo ada seseorang di luar yang masuk ke sini, aku bersumpah..” “Apa? kamu bakal apa?” Tantang pria itu. “Aku ngga mau kenal sama kamu lagi sampai kapanpun.” “Kamu ngga ada di posisi untuk memutuskan hal itu.” Jari pria itu turun ke bagian bawah tubuh Naya dan menemukan titik sensitif yang membuat wanita itu bergetar saat Mario menyentuhnya. “Putuskan Stefan dan aku bakal berhenti.” Ujar pria itu sambil membalik tubuh Naya menghadap pintu. Bagian belakang tubuhnya menempel erat dengan tubuh Mario hingga ia bisa merasakan setiap inchi rasa pria itu. “Atau kamu justru ngga mau aku berhenti?” Goda pria itu sambil menggigit pelan bahu Naya. Tangan Mario perlahan-lahan mulai menurunkan pakaian dalam Naya hingga berada di pahanya. Saat itulah Naya membelalakkan matanya dan mulai memberontak pada pria itu. “Kamu gila ya?” “Kamu yang bikin aku gila.” “Mario, please. Jangan lakuin ini di sini.” “Kalo gitu di mana? Rumah kamu? Biar orang tua kamu tau kalo putrinya yang bertunangan sama calon menantu kesayangan mereka itu udah tidur sama cowok lain.” tanya pria itu sambil menggigit daun telinga Naya dengan pelan. Naya sudah merasakan tubuh keras Mario berada di bokongnya. Siap untuk meluncur masuk jika saja Naya tidak menahannya. “Rumah kamu. Sepulang kerja, aku janji.” “Bukan itu yang aku minta.” “Terus apa???” Naya hampir berteriak karena kesal. “Aku minta kamu putus dengan pria itu.” “Kita bahas nanti.” “Kamu cinta sama dia?” Naya mendengus. “Kamu ngga salah nanya hal itu?” “Kalo gitu kenapa kamu ngga mau putus sama dia?” “Aku udah bilang, orang tuaku ngga mau kita putus.” “Itu bukan sesuatu yang sulit untuk melawan kehendak orangtua kamu.” “Buat kamu mungkin iya. Tapi aku ngga bisa.” “Jangan sampe aku tau kamu bohong.” “Bohong apa?” “Kalo kamu sebenernya mencintai dia.” “Kalo ternyata iya?” “Kamu tau melenyapkan nyawa seseorang bukan hal yang sulit buat aku.” Mario memperingati Naya. Naya menggeleng sambil berusaha melonggarkan jarak di antara mereka. “Ngga. Sumpah. Aku ke rumah kamu setelah jam kerja, ya?” Naya berusaha melunakkan pria itu agar Mario berhenti membahayakan dirinya di kantor ini. jika ada yang memergoki mereka berdua, bukan hanya nama baik Naya yang jadi taruhannya. Kedua orangtuanya pun bisa ikut terseret. Belum lagi bisnis keluarga mereka akan terkena dampaknya. Mario melepaskan cengkramannya pada Naya. Wanita itu berbalik dan merapikan pakaian dengan ruang jarak yang terbatas karena Mario masih berdiri dekat dengan dirinya. Setelah ia berhasil mengontrol penampilannya, Naya merapikan pakaian Mario juga. Ia mengancingkan celana pria itu dengan hati-hati dan memasukkan ujung kemeja yang dipakai Mario. Jarinya dengan cekatan membenarkan kerah kemeja dan rambut pria itu yang sedikit berantakan. Naya tidak ingin ada yang melihat mereka berdua dengan keadaan berantakan karena hal itu akan menyebabkan gosip menyebar. Naya tersenyum saat melihat Mario serapi sedia kala. Tapi hal itu justru membuat Mario tidak tahan untuk mencium Naya. Pria itu merasa hatinya hangat saat seorang wanita melakukan itu pada dirinya. Tidak pernah ada seorang pun yang pernah merapikan pakaiannya speerti yang baru saja Naya lakukan. Baru beberapa detik, Naya sudah menarik kepalanya dari Mario. “Aku baru aja ngerapihin kamu. Jangan bikin berantakan lagi!” Omel Naya pada pria itu. Dengan wajah kesal Naya berbalik dan mulai meraih pintu pantry itu. Ia mengintip sesaat, memastikan tidak ada orang yang melintasi area tersebut. untungnya, pantry dan toilet adalah area belakang yang hanya akan ramai pada saat-saat istirahat atau jam pulang. Karena ini masih jam dua sore sehingga tidak ada siapapun di sana. Naya menghela napas lega dan buru-buru keluar dari sana tanpa sadar ia meninggalkan seorang pria dengan hati yang berantakan. Seorang wanita telah membuat hati pria itu berantakan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD