1 - Titik takdir

1671 Words
Nayanika Maharani atau biasa dipanggil Naya adalah seorang gadis muda yang bertunangan dengan seorang pria pewaris kekayaan suatu perusahan pertambangan. Ia dijodohkan oleh kedua orang tua mereka beberapa tahun yang lalu. Saat ini, usia hubungan mereka sudah mencapai empat tahun di usianya yang masih 23 tahun sedangkan tunangan Naya, yang bernama Stefan kini berusia 26 tahun. Stefan adalah putra pertama, dan satu-satunya dari pemilik perusahaan tambang tersebut. Orang tua Stefan adalah sahabat ayah dan ibu Naya sejak muda. Mereka menjodohkan putra dan putri mereka agar persahabatan mereka akan terus berlanjut. Begitu pula dengan usaha mereka. Keluarga Naya merupakan salah satu investor terbesar di perusahaan ayah Stefan. Hubungan mereka bagaikan simbiosis mutualisme. Selain menghasilkan kekayaan yang berlimpah, tali kekeluargaan mereka pun semakin erat. Setidaknya itulah yang diharapkan oleh kedua orangtua mereka. Naya tidak berani menentang keinginan orangtuanya namun untungnya ia juga tidak keberatan menjalin hubungan bahkan bertunangan dengan Stefan. Pria itu adalah pria yang baik hati, tampan, cerdas dan juga sangat mencintainya. Senyum terkembang di wajah cantik Naya. Wanita itu membawa sebuah kantong kertas yang berisi makanan favorit Stefan. Ia berencana memberi pria itu kejutan malam ini setelah mereka tidak bertemu lebih dari sebulan. Stefan pergi ke luar kota untuk menyelesaikan pekerjaannya selama dua minggu pertama, saat pria itu pulang ke Jakarta giliran Naya yang harus ke luar kota. Bukan untuk pekerjaan, melainkan untuk mengunjungi neneknya yang sakit. Syukurlah ia meluangkan banyak waktu untuk neneknya, karena itu adalah waktu terakhir yang mereka habiskan bersama. Neneknya meninggal dengan damai beberapa hari yang lalu. Ia masih membutuhkan waktu untuk menenangkan diri setelahnya namun kini ia siap kembali menjalani harinya. Menemui kekasihnya dan memadu kasih seperti biasa yang mereka lakukan. Langkah kakinya gembira saat melangkah masuk ke dalam lift yang akan mengantar Naya ke lantai apartemen Stefan. Sesaat sebelum pintu lift tertutup, seseorang menahan pintu itu dari luar hingga terbuka lagi. Seorang wanita yang terlihat lebih tua darinya masuk dan tersenyum pada Naya. Naya dapat mencium wangi parfum wanita itu yang memenuhi ruangan kecil di dalam lift tersebut. Terpantul dari dinding yang berbahan kaca, sosok wanita dewasa yang anggun dan cantik. Naya menebak usia wanita itu sekitar 30 tahun, mungkin lebih. Rambutnya bergelombang, riasan wajahnya lumayan tebal namun masih tampak terlihat cantik di mata Naya. “Mengunjungi seseorang atau memang tinggal di sini?” Tanya wanita itu ramah, tanpa diduga Naya. Naya tanpa berpikir panjang menjawab dengan lugas. “Mengunjungi kekasihku.” Wanita itu mengangguk dan mengedipkan mata. “Aku juga.” Jawabnya sambil menunjukkan kantong belanja transparan yang sedari tadi ia bawa. Saat itulah Naya melihat sebotol wine dari dalam kantong tersebut. Dan beberapa bungkus kondom. Ah, memang itulah yang akan dilakukan orang dewasa. Mengobrol sambil meminum wine, hingga larut malam dan bercinta dengan penuh gairah. Berbeda dengan Naya dan Stefan. Selama empat tahun berpacaran mereka tidak pernah melakukan hal menarik seperti itu. Hanya sebatas berciuman setiap kali mereka bertemu. Naya tidak sabar untuk menikah dengan Stefan agar mereka juga dapat melakukan hal-hal yang biasa dilakukan orang dewasa di hadapannya. Semua teman-temannya bilang bahwa hubungan pasangan lain jauh lebih menarik daripada hubungan Naya dan Stefan. Beberapa teman mengolok-olok Naya karena gaya berpacarannya dengan Stefan seperti anak SMA. Naya tidak keberatan. Ia memang berniat menyimpan semuanya untuk suami yang akan dinikahinya. Stefan. Jadi pria itu tidak keberatan jika harus menunggu beberapa waktu lagi hingga akhirnya mereka berdua menikah. Lift berdenting dan menunjukan angka 19, lantai tempat Stefan tinggal. Saat Naya baru melangkahkan kakinya keluar dari lift itu, ponsel di dalam tasnya berbunyi menandakan sebuah panggilan masuk. Naya berhenti dan mengambil ponsel tersebut. Ia melihat nama Audi, sahabatnya, lalu mengangkat panggilan. “Halo, kenapa Di?” Tanyanya begitu menempelkan ponsel itu ke telinga. Naya melihat perempuan yang satu lift dengannya melangkah mendahului. Naya mendengarkan Audi menanyakan resep membuat pancake. “Di, lo bisa cek di internet.” Jawab Naya. “Tapi pancake lo lebih enak daripada resep yang gue ikutin di internet minggu lalu.” Naya menghela napas dan memutar mata. “Buat apa sih masak pancake malem-malem?” “Gue lagi pengen nyemil tapi bokek, ngga mau jajan di luar.” Naya menyerah. Jika Audi sedang menginginkan sesuatu, temannya itu akan bersikeras untuk mendapatkannya. “Oke, akan gue tulis resepnya dan gue kirim ke lo sebentar lagi.” “Ngga bisa lo sebutin sekarang aja?” Tuntut Audi. “Gue lagi di jalan. Segera gue kirim begitu sampe. Oke?” “Lo di mana emangnya?” “Otewe apart Stefan.” Jelasnya singkat sambil memulai langkahnya kembali dengan pelan. “Oh, lo belom ketemu sama dia ya semenjak pulang?” Naya bergumam sebagai jawaban pertanyaan temannya. “Udah ya, nanti gue kirim.” “Oke deh. Have fun, beb!” Seru Audi dari seberang telepon. Naya tersenyum lalu menutup ponselnya. Ia siap untuk menemui kekasihnya dalam hitungan detik. Namun beberapa detik kemudian, yang ia lihat bukanlah apa yang ia harapkan. Beberapa meter dari tempatnya berdiri ia dapat melihat seorang wanita. Wanita yang tadi bersamanya di dalam lift kini sedang berdiri di depan pintu apartemen yang sangat familiar baginya. Pintu apartemen milik Stefan. Kaki Naya membeku, seolah tidak dapat bergerak lebih jauh. Jantungnya berdegup cepat dan berharap wanita itu salah menekan tombol bel. Namun harapannya tidak terkabul. Pintu itu terbuka dan ia dapat melihat Stefan muncul dari dalam dengan senyuman lebar. Naya bergerak ke balik tembok yang dapat menyembunyikan tubuhnya. Ia hampir menyandarkan tubuhnya pada pintu apartemen milik orang lain. Ia melongokkan sedikit kepalanya agar dapat melihat apa yang selanjutnya terjadi di antara mereka berdua. Namun Naya tahu seharusnya ia tidak melakukan itu karena apa yang ia lihat setelahnya semakin membuat Naya hancur. Stefan mengulurkan tangan, menyambut wanita itu ke dalam pelukannya lalu mereka berdua berciuman dengan sangat mesra dan b*******h. Naya tidak pernah berciuman seperti itu dengan Stefan. Selama ini, pria itu hanya mencium bibirnya lembut dan hati-hati seolah-olah ia anak kecil padahal perbedaan umurnya hanya terpaut 3 tahun. Tanpa ia sadari, air mata  perlahan membasahi pipinya. Hatinya tidak pernah sesakit ini. Selama empat tahun ia setia pada pria itu namun ini yang ia dapatkan sebagai balasan. Stefan diam-diam menemui wanita lain. Dan bercinta dengan wanita sialan itu. Walaupun ia tidak melihatnya namun bukti bahwa wanita itu membawa bungkusan kondom di dalam belanjaan yang ia bawa sudah cukup menjelaskan apa yang akan mereka lakukan  malam ini. Orangtua mereka bahkan sedang merancang pernikahan yang rencananya akan dilakukan tahun depan. Stefan dan wanita itu sudah masuk ke dalam apartemennya. Naya mengistirahatkan dirinya pada daun pintu di samping tembok yang sedari tadi ia jadikan tempat persembunyian. Memejamkan mata dan menenangkan hatinya. Ia sedang memikirkan apa yang harus ia lakukan saat ini. Apakah seharusnya ia meneruskan langkah menuju pintu Stefan dan memergoki mereka? Atau justru ia bersembunyi pulang ke rumah dan menjauh dari Stefan selamanya? Yang mana yang harus ia pilih? Sebelum dapat memutuskan pilihan, tubuh Naya berayun ke belakang dan ia sangat yakin akan terjatuh di atas lantai yang keras dan dingin. Bahkan ia sudah pasrah jika dirinya mengalami gegar otak akibat terjatuh dengan keras. Naya memejamkan matanya lagi sebagai reaksi spontan karena ketakutan dan terkejut pada waktu yang bersamaan namun ia menunggu beberapa saat dan tidak juga merasakan kesakitan pada sekujur tubuhnya. Naya membuka mata dan menemukan sepasang mata berwarna biru keabu-abuan sedang menatapnya. Menatapnya tajam dan dingin dengan kerutan dalam di dahi. Seorang pria ternyata menahan tubuh Naya agar tidak terjatuh ke lantai. Cengkraman pria itu kuat sehingga Naya cukup yakin badannya akan selamat dari benturan yang tidak diinginkan. “Kamu datang lima jam lebih awal.” Pria itu menatap jam yang melingkar ditangannya dengan dahi berkerut. Suara pria itu membuat Naya sedikit bergidik karena terdengar sangat parau dan rendah sekaligus menyadarkan Naya untuk bangun dari pelukan pria asing itu. “Asal kamu tahu, aku tidak akan membayar kelebihan waktunya.” “Maaf.” Ucap Naya meminta maaf karena telah bersandar di depan pintunya. Ia tidak mengerti apa yang dibicarakan pria itu tapi Naya tidak peduli dan tidak ingin tahu apa maksudnya. Ia berniat untuk pergi dari sana namun pria itu malah menyeretnya masuk dan menutup pintu di belakang mereka. “Tidak apa-apa.” Pria itu menggeser tubuhnya ke samping. “Masuk.” Naya mengerjapkan matanya tidak mengerti mengapa pria asing itu menyuruhnya masuk. “Ngga usah.” Naya menggeleng lalu mundur secara perlahan. Pria itu mengerutkan alisnya melihat tingkah Naya. Naya yang sudah berada di luar pintu apartemen pria asing itu, bersiap untuk lari dari sana. Namun saat ia berbalik, Naya melihat Stefan sedang berjalan ke arahnya. Pria itu tidak melihat Naya karena sibuk berciuman dengan wanita sialan itu. Mereka berdua bahkan tidak dapat menahan sikapnya di tempat umum. Khawatir Stefan melihatnya, Naya berlari masuk ke dalam apartemen yang masih terbuka itu namun pria tadi menghalangi tubuhnya. Jika begini, Stefan akan tahu bahwa ia mengetahui perselingkuhan mereka. Naya mendengar langkah kaki semakin mendekat ke arahnya. Ia menggigit bibir dan memikirkan di mana ia harus bersembunyi. “Ada apa denganmu?” Tanya pria asing itu tidak sabar melihat sikap wanita yang terlihat kebingungan di depannya. Dengan langkah berani, Naya mendekati pria asing itu. Menempelkan tubuhnya dan berjinjit untuk mencium bibir pria itu. Mata pria itu masih terbuka karena tidak menduga aksi spontan yang dilakukan Naya namun beberapa detik kemudian, pria itu membalas ciuman Naya dengan pagutan yang semakin dalam. Naya tidak tahu apa yang telah ia lakukan namun perlahan-lahan ia pun ikut terhanyut. Niatnya, Naya hanya akan memberikan kecupan sekilas agar Stefan tidak dapat melihat wajahnya namun pria itu menahan kepala Naya untuk menjauh. Salah satu lengan kuat pria itu memeluk erat tubuh Naya hingga ia dapat merasakan otot-otot tubuhnya yang keras dan liat. Naya mendengar Stefan dan wanita itu berbicara mesra dan melewati mereka, ia menunggu hingga beberapa saat langkah kaki kedua orang itu tidak terdengar. Saat itulah Naya memutuskan untuk berhenti. Namun begitu ia menarik wajahnya menjauh dari pria itu, saat itulah pintu ditutup dengan keras lalu Naya ditarik lebih dalam menuju sebuah kamar. “Kamu sudah tidak sabar?” Tanya pria itu sebelum menarik Naya. Pria itu berhenti di samping tempat tidur dan menatap Naya. “Pakaianmu terlalu sopan untuk seorang pelacur.”    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD