2. Hidup yang Baru

1223 Words
Kota Medan menjadi tujuan Merilyn. Setelah memeriksakan kandungannya Merilyn meninggalkan kota kelahirannya itu. Merilyn sudah membuat banyak rencana untuk hidupnya ke depan. Terlebih setelah dia tau kalau dia sedang mengandung anak kembar. Merilyn sudah mencari-cari tempat tinggal di Medan melalui internet. Dia juga sudah melakukan pertemuan online dengan pemilik rumah yang akan dia tempati nanti. Begitu tiba di Medan Merilyn langsung bertemu dengan pemilik rumah yang akan dia beli. Mereka kemudian menjalani prosedur jual beli tanah dan bangunan di kantor notaris sekaligus memeriksa keaslian surat tanah tersebut. "Terima kasih, Bu. Semoga betah di Medan," kata Wanita pemilik tanah sebelumnya yang kini sudah berpindah tangan pada Merilyn. "Sama-sama, Bu. Semoga Ibu juga betah di tempat yang baru," balas Merilyn ramah. Tidak terasa waktu begitu cepat berlalu. Sudah enam bulan Merilyn tinggal di Medan dan dia betah. Cuacanya tidak beda jauh dengan Jakarta hanya saja dia terkadang kurang mengerti dengan istilah-istilah yang orang Medan pakai. Dua bulan lalu Merilyn resmi membuka usaha laundry. Lokasinya yang strategis membuat usaha laundry miliknya tidak pernah sepi pelanggan. Merilyn memiliki tiga orang pegawai yang membantunya. Dia berencana untuk menambah satu orang lagi karena dia tidak bisa membantu. Kehamilannya yang semakin besar membuat pergerakannya semakin lambat. "Kak Mer duduk ajalah di depan. Setrikaan ini biar kita yang selesaikan," kata Deana. Pegawai Merilyn yang pertama dia rekrut. Perempuan cantik berusia Sembilan belas tahun itu adalah mahasiswi di salah satu universitas negeri Medan. Dia mampu mengatur waktunya dengan baik antara bekerja dengan kuliah. Deana dulu meyakinkan dia kalau dia bisa bekerja dengan baik. Perempuan itu mengaku kalau dia kekurangan biaya untuk kehidupannya sehari-hari. Orang tuanya hanya mengirimkan uang pas-pasan untuk biaya kuliah. Sementara untuk uang kos dan biaya makannya dia harus cari sendiri. Deana bercerita kalau awalnya orang tuanya tidak setuju saat dia memilih kuliah karena keterbatasan biaya. Dia berhasil meyakinkan orang tuanya kalau dia bisa kuliah sambal bekerja. "Itu masih banyak banget, De." "Iya, Kak. Aku sama Tita bisa selesaikan itu sore ini." Tita nama aslinya adalah Tiur Tambunan disingkat Tita. Usianya sama dengan usia Deana bedanya Tita tidak kuliah. Perempuan itu lebih fokus untuk bekerja. "Oke." Merilyn memilih menurut dan duduk di balik meja kasir. Dia merasa kakinya sedikit kram karena terlalu lama berdiri. Selama enam bulan ini Merilyn merasa hidupnya jauh lebih baik. Memang dia belum bisa melupakan Raiden akan tetapi perasaannya sudah jauh lebih ringan. Dia kesulitan melupakan pria itu karena selama mereka bersama, Raiden selalu bersikap baik dan manis. Pria itu lebih sering mengalah padanya. Tidak ada hal buruk yang bisa dia ingat dari pria itu kecuali perpisahan mereka. *** Sejak pagi ruang rawat Merilyn sudah ramai karena dikunjungi dua orang yang sudah dia anggap seperti adik sendiri. Tepat pukul enam pagi tadi Merilyn menjalani operasi caesar. Dua bayinya yang mungil telah lahir ke dunia dengan normal dan sehat. Waktu berlalu dengan begitu cepat, dalam waktu Sembilan bulan dia telah memiliki keluarga baru. Dua adik dan dua anak. Deana dan Tita adalah dua orang yang sudah dia anggap seperti adiknya sendiri. Deana dan Tita sudah banyak membantunya selama ini. Selain bekerja di laundry keduanya sering berkunjung ke rumah untuk menemaninya. Kedua orang itu jugalah yang dia repoti untuk memenuhi keinginan ngidamnya. "Iya ampun cantik banget!" kata Tita heboh saat perawat memindahkan bayi kembar Merilyn. "Yang satu juga ganteng banget. Jadi penasaran seperti apa rupa bapaknya," tambah Deana. Mendengar itu Tita langsung menyenggol tangan Deana. "Maaf, Kak Mer." Spontan Deana. Dia sadar kalau dia menyinggung perasaan Merilyn. Merilyn hanya tersenyum kecil. Dia tidak menyangkal kalau Raiden memiliki ketampanan yang tidak biasa. Pria itu tinggi dan gagah, seingat Merilyn pria itu keturunan Italia. Entah dari ibu atau dari ayahnya Merilyn tidak terlalu jelas soal itu. Lagi pula dia hanya mencuri dengar pembicaraan antara Raiden dan Gabe. "Mereka dikasih nama siapa, Kak?" tanya Tita mengalihkan suasana yang hening. "Yang perempuan Namanya, Rachel Hartawijaya dan yang laki-laki namanya Richad Hartawijawa," kata Merilyn seraya tersenyum lembut melihat anak-anaknya. Hartawijawa adalah nama belakang Raiden. Dia tetap menyematkan nama belakang Raiden pada anak-anaknya. Dia tidak akan menyangkal kalau darah Raiden mengalir di tubuh anak-anaknya. "Namanya cantik sesuai dengan wajahnya," kata Tita yang disetujui oleh Deana. Terlepas seperti apa wajah ayah dari kedua anak itu Merilyn pun tidak kalah cantik dari Perempuan di luar sana. Karena itu dia juga menurunkan gen pada kedua anaknya. "Kakak masih punya kamar kosong 'kan di rumah?' tanya Deana tiba-tiba. Merilyn menaikkan sebelah alisnya, merasa heran atas pertanyaan Deana. Namun, dia tetap mengangguk untuk menjawab pertanyaan Perempuan itu. "Aku izin tinggal di sana mulai besok, Kak. Tidak ada penolakan, aku mau ambil bagian untuk merawat si kembar." "Boleh asal kamu bayar uang sewa tiap bulan," kata Merilyn bercanda. "Aku juga mau." Tita tidak mau kalah. Dia juga mau ambil bagian dalam menjaga si kembar. Merilyn ingin menggeleng menolak permintaan kedua orang itu namun, melihat tatapan mereka yang memelas membuat Merilyn tidak tega menolak. Pada akhirnya dia hanya bisa mengangguk kecil. *** "Richad!!" teriakan melengking itu terdengar hingga ke dapur. Merilyn hanya menggeleng mendengar teriakan putrinya itu. Tubuh putrinya yang mungil tidak sebanding dengan suaranya yang keras melengking. Tidak lama pria kecilnya pun berlari sembari tertawa memeluk kaki Merilyn. "Dia sudah berubah jadi monster, Ma," kata Richad sambal tertawa kecil. "Mama nggak ikut campur, iya. Kalau Rachel nangis itu tanggung jawab kamu," kata Merilyn sembari fokus pada masakannya. Anak-anaknya kini sudah besar, mereka berusia Sembilan tahun dua hari yang lalu. Tidak ada perayaan untuk acara ulang tahun anak-anaknya. Merilyn sudah berencana untuk mengundang teman-teman sekolah Richad dan Rachel namun, kedua anaknya itu menolak untuk melakukan perayaan. Keduanya mengatakan kalau mereka sudah cukup merayakannya bertiga saja. "Richad! Sini kamu!" Rachel datang dengan membawa boneka kesayangannya yang sudah tidak memiliki kaki lagi. Tatapannya tajam menghunus ke arah pelaku yang telah membuat bonekanya tidak memiliki kaki. "Kembalikan bonekaku seperti semula!" katanya masih dengan nada suara yang keras. Gadis kecil itu melemparkan bonekanya sekuat tenaga pada Richad. Dia kemudian berlari lalu menangkap kerah baju saudara kembarnya itu. "Aku minta maaf, oke." Richad tidak bisa lagi mengelak. Rachel mencengkram kuat kerah baju Richad. Dia tidak akan melepaskan adik kembarnya itu sebelum bonekanya kembali seperti semula. "Tidak ada maaf sebelum kamu memperbaiki boneka itu. Kembalikan kakinya seperti semula baru aku akan memaafkan kamu." "Kakinya nggak bisa dibenerin lagi, Hel. Aku udah coba tadi." Kaki boneka itu sudah putus benar-benar rusak dan tidak bisa di perbaiki lagi. "Aku nggak mau tau. Pokoknya harus bagus lagi!" Merilyn hanya memantau saja kedua anaknya tanpa ada niat untuk melerai keduanya. Dia hanya akan diam sampai mereka meminta solusi darinya. "Udah nggak bisa di benerin lagi, Hel. Nanti aku belikan yang baru aja deh." Richad berencana membongkar celengannya untuk beli boneka baru. Dia tidak sengaja merusak boneka itu namun, dia tahu kalau dia harus bertanggung jawab. "Janji mau ganti yang baru?" Rachel harus memastikan kalau saudaranya itu tidak akan berbohong. "Iya janji," jawab Richad memastikan. "Memangnya kamu punya uang dari mana, Ichad?" Merilyn bertanya tanpa melihat ke arah anaknya itu. "Celengan Ichad yang satu 'kan udah penuh, Ma. Nanti uang dari situ beli boneka baru Rachel." Richad memiliki tiga celengan. Semua celengan itu ada isinya. Richad tidak terlalu suka jajan, dia lebih suka menabung uangnya dan dia gunakan untuk membeli buku pengetahuan umum. Richad tipe anak yang tidak terlalu suka bermain. Dibandingkan mengoleksi mainan dia lebih suka mengoleksi banyak buku. Berbeda dengan Rachel yang lebih suka membeli boneka dan jajanan manis. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD