1. Sienna - Bertemu Teman Baik

1360 Words
Ku langkahkan kakiku memasuki kedai kopi Revolver. Kopi dan pengalaman yang harus menyertaiku adalah dua hal tentang Revolver. Setiap secangkir kopi di Revolver dibuat secara individual, hanya setelah dipesan, melalui berbagai metode pembuatan bir dan dari menu kopi musiman berputar yang menampilkan roaster terkemuka di seluruh Amerika Utara. Setiap kopi yang tersedia di menu diuji setiap minggu dalam tunanetra yang menentukan apakah akan ditawarkan minggu berikutnya atau tidak. Tempat ini juga sangat sempurna untuk meraih gigitan cepat dengan teman-teman, kafe memiliki dekorasi keren seperti peta dunia yang dibuat dengan paku logam dan menawarkan kue-kue yang lezat seperti kue kopi dan croissant. Tempat ini memiliki dua kamar untuk para tamu untuk memilih dari satu sisi dengan empat meja kecil berbaris dalam baris, dan yang lainnya dengan meja komunitas di mana kebanyakan orang pergi untuk belajar dan membaca. Layanan ini benar-benar luar biasa, dengan staf yang keluar dari jalan mereka untuk memastikan semua tamu senang, jadi tidak heran Revolver hampir selalu ramai. Satu lagi, tempat ini adalah tempat favoritku, karena designya yang cukup unik, dan teduh sekali, sebelum kemari … aku menelpon seseorang, ku telpon temanku, teman lelaki yang sudah beberapa tahun ini aku kenal karena ia yang sering membantuku dalam banyak hal, bahkan ia sering memberikanku saran tentang percintaan yang sedang aku jalani. Lelaki itu bernama Jason, aku bertemu dengan lelaki itu ketika aku sedang terjebak di salah satu hutan The Ancient Forest, saat itu kakiku terkena tusukan batang kayu yang sudah rapuh, dia juga lelaki pertama yang melihatku menangis dan rapuh. Dia lelaki pertama yang memberikan sapu tangannya agar aku bisa menghapus airmataku. Dia lelaki tampan, berkelas meski dia lelaki yang sederhana. Dia tidak memiliki pendidikan dan harta, namun dia lelaki yang lebih baik dari Degard yang telah berselingkuh dengan adik tiriku. Namun, entah mengapa jantungku sulit untuk berdetak. Lelaki itu masuk ke kedai kopi dan melambaikan tangannya padaku, ku lihat senyum tampannya, ada lesung pipi disebelah kirinya, kulitnya kecoklatan dan rambutnya berwarna coklat, persis dengan warna rambutku. Tatapan matanya teduh dan manik matanya berwarna silver, giginya rapi dan putih, jika tersenyum semua wanita pasti akan berbondong-bondong menghampirinya dan mungkin akan dengan mudah memberikan tubuh mereka pada Jason. Hanya saja Jason bukan orang kaya, sering kali orang sederhana lebih baik daripada orang yang memiliki jabatan dan nama. Setidaknya yang sederhana bisa memahami sesamanya. “Kamu sudah lama?” tanyanya mengecup pipi kanan dan kiriku. Begini lah pertemanan kami, meski yang sering ku dengar tak ada pertemanan antara pria dan wanita. Ketika pria dan wanita berteman, pasti akan ada perasaan diantaranya, namun aku dan Jason berbeda. Kami tidak memikirkan bagaimana perasaan kami. Terlihat ketika ia mendukung kisah cintaku dengan Degard, ia selalu mendukung dan memberiku banyak saran. Anggap saja aku bisa berjalan dan percaya diri karena dirinya. “Baru saja,” jawabku lalu menyesap kopi yang ada dihadapanku kopi latte. Latte adalah salah satu minuman kopi yang umum disukai oleh semua kalangan. Komposisi latte adalah espresso yang kemudian dicampur dengan s**u yang sudah dipanaskan dengan uap, sehingga membentuk froth diatasnya. “Aku sudah memesan Espresso untukmu.” Sedangkan Jason, lebih suka Espresso Long Black dibandingkan latte. Jason berkata, melalui kopi espresso, setiap penikmat kopi sejati bisa menikmati rasa asli dari biji kopi. “Terima kasih,” ucapnya hangat. Jason adalah lelaki yang hangat, dia mampu membuatku tertawa meski aku sedang menangis, ia mampu menyembunyikan wanita lemah ini dan berpura-pura mengetahui bahwa aku kuat, sedangkan dia tahu sendiri, aku lemah dan tak akan berdaya, hanya saja aku sering sekali menyembunyikannya karena tidak ingin di anggap bahwa aku hanya lah wanita biasa. Pertemanan kami terjalin begitu saja. Ketika pertemuan kami di The Ancient waktu itu, kami jadi makin sering bertemu dan bercerita banyak hal. Dia yang lebih sering ada untukku dibandingkan Degard kala itu. “Ada apa?” tanyanya lalu menyesap espresso didepannya. “Aku—” “Ada apa? Apa kamu berpikir aku akan menertawaimu ketika kamu di khianati?” tanyanya. Spontan aku terkejut, karena darimana Jason tahu bahwa aku dikhianati. “Kamu tahu darimana?” “How many times have I said it, that guy is a jerk,” ucapnya membuatku membelalak. Apa sih yang Jason tak tahu tentangku? Sebelum aku menceritakannya, dia sudah tahu segalanya. Spontan aku menundukkan kepala, tak ada lagi yang harus aku ceritakan pada Jason, dia tahu segalanya. Jason menggenggam daguku dan mengangkat wajahku, aku pun menatap wajahnya, wajah lelaki yang anehnya membuatku tenang dan damai. “Aku malu, Xav,” kataku. “Malu? Pada siapa? Padaku?” Aku mengangguk. “Aku terlalu membanggakan Degard bahkan padamu.” Aku menundukkan kepala lagi. “Aku malu melihat lelaki yang sudah memberiku peringatan beberapa kali.” “Kamu harus menjadikan semua ini pelajaran, tidak ada yang mudah dan tulus,” katanya. “Aku harus bagaimana sekarang?” “Kamu maunya bagaimana?” “Aku ingin memperlihatkan kesuksesanku pada mereka, memperlihatkan lelaki yang lebih kaya dari Degard. Aku ingin menguasai dan membuat mereka semua bertekuk lutut dihadapanku,” jawabku penuh antusias, aku memang menginginkan hal itu. “Aku bisa melakukannya untukmu,” kata Jason. “Kamu bisa melakukannya? Bagaimana caranya? Aku tidak bisa mengandalkanmu, Jason.” “Karena aku miskin?” “Ya.” “Aku bisa berpura-pura kaya.” “Tapi aku tidak mau sampai mereka lagi-lagi menghinaku,” kataku. “Ya ampun. Percaya saja padaku,” kata Jason membuatku menautkan alis. “Bagaimana caranya? Aku tidak mau sampai apa yang kita lakukan malah akan menyudutkanku. Kamu tahu betul betapa liciknya Errina dan ibunya itu.” “Ya sudah. Aku akan menghubungi temanku yang kaya dan akan menyuruhnya berakting.” “Berakting?” “Become your lover,” jawab Jason. “What? Kamu mau membuatku berpura-pura menjadi kekasih temanmu?” “Gunakan dia jika kamu membutuhkan bantuannya.” “Bagaimana caranya?” “Apa kamu lupa? Kamu pernah bercerita padaku, bahwa sebentar lagi nenekmu ulang tahun, bukankah pasti akan ada perayaaan keluarga? Kamu pasti akan sangat malu jika ke sana tanpa gandengan. Kamu mau memperlihatkan ketidakberdayaanmu pada Errina dan mantanmu itu? You won't do that, right?” Jason seperti menyihirku, ku angkat tanganku dan menepuk jidatku, aku sampai lupa bahwa sebentar lagi perayaan ulang tahun nenek yang ke 68, karena Errina dan Degard yang mengkhianatiku, aku sampai lupa banyak hal yang sudah ku persiapkan untuk ulang tahun nenek, termaksud hadiah ulang tahunnya. “Aku sampai lupa.” “Kamu melupakan hal yang sudah kamu persiapkan begitu matang? Dasar lucu kamu.” Jason menggeleng, jika ada yang melihat kami, sudah bisa dipastikan kami akan dikira sepasang kekasih. “Iya. Aku pasti akan membutuhkan temanmu itu.” “Aku akan bicara dengannya.” “Apa dia akan mau kamu perintah?” “Tentu saja.” “Kamu yakin?” “Aku sangat yakin.” “Benarkah?” “Kamu meragukanku?” “Tidak. Aku hanya tidak yakin,” kataku. “Diam dan duduk saja, aku yang akan mengurusnya.” “Tapi—” “Tapi apa lagi, San?” Jason menyebut tengah namaku, dia tidak memanggilku Sienna seperti yang semua orang lakukan, ia memanggilku San. Seperti itu lah dirinya yang selalu ada untukku. Dia ingin terlihat berbeda dari orang lain. Begitupun denganku, aku menyebutnya dengan sebutan Xav. Tidak ada yang spesial dari itu, namun kami senang melakukannya. “Berikan aku tempat tinggal,” kataku. “Aku akan menyuruh temanku untuk meminjamkan apartemennya.” “Benarkah? Emang temanmu itu sebaik apa, sih?” “Dia baik. Tidak makan orang,” jawab Jason bercanda. “Aku serius, Xav.” “Aku juga serius. Apa pun yang aku katakan, temanku itu pasti akan mengikutinya.” “Kamu seperti bos saja.” “Begitu lah pertemananku dengannya.” “Tidak seperti pertemanan kita?” “Pertemanan kita spesial.” “Dan dia tidak?” “Dia spesial juga, tapi kamu teman yang lebih spesial.” “Terima kasih atas pujianmu itu.” “Aku akan menelpon temanku dan menyuruhnya untuk memberikan kunci apartemennya.” “Jadi bagaimana dengan temanmu?” “Dia banyak apartemen dan salah satu apartemennya ada di Vancouver. Salah satu kota di Provinsi British Columbia.” Aku tidak menyangka temanku ini bisa di andalkan, ternyata Jason adalah orang yang bisa memerintah temannya itu dan aku tidak menyangka.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD