Bab 1 – Kenang-Kenangan dari Mantan

1075 Words
Usianya sudah kepala tiga. Sudah mulai sulit baginya bersaing dengan banyaknya lulusan baru dalam mencari pekerjaan. Rata-rata perusahaan akan lebih memilih fresh graduate sebagai karyawannya karena faktor gaji dan lebih bisa diatur. Hal itu membuat mental Sheryl sedikit jatuh. Untunglah ada Soraya, ibunya, dan Satrio, keponakannya, yang membuat Sheryl masih memiliki semangat hidup. Sejak dua tahun lalu Sheryl berhenti bekerja dari perusahaan garmen karena perusahaan tersebut gulung tikar. Sebenarnya tak kali ini saja Sheryl mengalami kesulitan, semasa ia menjadi fresh graduate dari program Strata Satu pun ia kesulitan mencari pekerjaan. Untunglah ia memiliki teman di kampusnya dulu yang mana paman temannya itu memiliki perusahaan tambang batu bara. Sheryl pun mendapatkan bantuan untuk bekerja di sana. Sayang, statusnya hanya karyawan kontrak dan pihak perusahaan lebih memilih keponakan lainnya yang juga membutuhkan pekerjaan sehingga Sheryl terpaksa menyandang status pengangguran. Setelah satu tahun menganggur, Sheryl mendapatkan pekerjaan di perusahaan garmen di mana ia merasa nyaman bekerja di sana. walaupun gaji yang ia terima setiap bulannya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya, tetapi para rekan kerjanya sangat menyenangkan dan bosnya pun tak menyebalkan. Namun, apa daya, nasib berkata bahwa Sheryl harus dipaksa menjadi pengangguran lagi. Sungguh malang nasib Sheryl. Satu tahun sebelum perusahaan tempatnya bekerja gulung tikar, Axel, pria yang sangat ia cintai, mengirimkannya kartu undangan pernikahannya dengan Janice. Sudah kehilangan kekasih, Sheryl dipaksa untuk kehilangan pekerjaan. Untunglah, ada Soraya dan Satrio yang membuatnya tak kehilangan harapan. Esok hari Sheryl akan mengikuti tes dan wawancara di XXX Law Firm, sebuah kantor firma hukum yang berlokasi di Sudirman, Jakarta Selatan. Teman kuliahnya yang bekerja sebagai accounting staff firma hukum tersebut, Stephanie, mengajukan cuti hamil, sehingga tim rekrutmen diberikan tugas oleh accounting manager untuk mencari kandidat yang akan menggantikan Stephanie sementara waktu. Stephanie pun mengajukan Sheryl untuk menggantikan posisinya selama ia menjalani cuti hamilnya. Sejujurnya Sheryl sangat berat hati menerima tawaran tersebut sebab usianya sudah tidak muda lagi dan ia sudah harus mendapatkan pekerjaan tetap. Namun, demi menafkahi keluarganya dan memperbaiki curriculum vitae-nya, terpaksa Sheryl menerima tawaran tersebut. Sheryl mengambil tas dari dalam lemari tasnya. Ia pun ternganga mendapati bag strap-nya sudah mulai mengelupas. Dasar sial. Sheryl tak memiliki uang yang cukup untuk membeli banyak tas. Tas lainnya yang ia miliki pun terlihat sama mengenaskannya. Ada yang bag strap-nya juga terkelupas, ada yang retsletingnya patah, dan ada pula yang retsletingnya tersangkut. Sheryl menghela napasnya dengan berat. Terlalu lama menganggur membuatnya tak lagi peduli pada sekumpulan tas kerja yang ia miliki. Tas yang kondisinya masih lumayan hanyalah tas ransel untuk membawa laptop, tetapi rasanya kurang anggun mengenakan tas tersebut untuk pergi wawancara ke firma hukum top dunia. Sheryl sering melihat unggahan foto dan video Stephanie bersama rekan-rekan kerjanya. Ya, kantor Stephanie terbilang bagus dan hampir semua karyawannya terlihat mapan. Semoga saja gaji yang diberikan firma hukum itu sebanding dengan nama besarnya. Setelah lama memperhatikan sekumpulan tasnya, Sheryl mengambil ponsel dan memeriksa isi rekening banknya melalui mobile banking. Hoho, maaf Sheryl, kamu terlalu miskin untuk membeli tas baru yang pantas dibawa ke kantor bergengsi itu. Diam-diam Sheryl meringis kesal dan mengentak-entakkan kakinya. Meminta uang pada ibunya pun ia tidak tega. Ada kebutuhan Satrio yang harus dipenuhinya. Sheryl pun terdiam sejenak. Ia duduk di atas lantai kamar tidurnya dan memandangi bagian atas lemarinya. Di sana terdapat sebuah paper bag yang menyimpan harta karunnya. Ya, anggap saja itu harta karun. Di dalam paper bag itu tersimpan tas dari luxury brand yang jika dilihat di website resmi luxury brand tersebut harganya mencapai enam puluh juta rupiah. Sheryl sampai merinding saat memeriksa harga tas tersebut. Tas itu ia dapatkan dari mantan kekasihnya, Axel, saat ia merayakan ulang tahunnya yang ke 26. Sejak mendapatkannya, Sheryl tak pernah sekalipun memakai tas cantik berwarna merah muda itu. Dulu ia pernah mencoba menghubungi Axel untuk mengembalikan tas cantik itu, tetapi rupanya Axel segera memblokir nomor ponsel Sheryl. Apa boleh buat, Sheryl pun menghubungi teman-teman dekat Axel. Nyatanya Axel malah menyampaikan pesan padanya untuk membuang saja tas mewah itu karena tas itu tak berharga sama sekali baginya. ‘Enak saja, masa dibuang! Kenang-kenangan dari mantan, nih!’, pikir Sheryl. Sheryl pun menyimpan tas itu dengan baik di dalam lemari. Sesekali Sheryl mengeluarkannya agar tas itu terkena udara dan tidak lembab. Sheryl mengambil paper bag tas mahal itu dari dalam lemarinya dan mengeluarkannya. Ia pandangi baik-baik tas mewah tersebut. Tak hanya sepatu bagus saja yang akan membawamu ke tempat yang bagus, tas mewah pun akan membawamu ke tempat yang mewah, begitulah prinsip Sheryl. Dengan memantapkan hati, Sheryl pun berniat akan membawa tas merah muda itu ke kantor firma hukum top dunia yang akan didatanginya esok hari. Siapa tahu ia bisa bertemu dengan pengacara tampan di sana. Hihi. *** Pukul 9 pagi, Sheryl tiba di gedung kantor tempat XXX Law Firm bertengger. Setelah menukarkan kartu identitasnya dengan kartu akses gedung, Sheryl menempelkan kartu aksesnya ke atas mesin scanner pintu akses menuju lift. Sheryl berlari menuju lift yang harus ia tumpangi karena pintu lift terlihat sudah akan menutup. Ia berusaha meraih tombol lift untuk menahan laju pintu. Namun, seorang pria tampan yang terlebih dulu masuk ke dalam lift tersebut sudah menekan tombol agar pintu lift kembali terbuka. Sheryl pun memasuki lift tersebut dengan jantung yang berdebar cukup cepat. Pria itu sangat tampan. Tubuhnya tinggi dan atletis. “Makasih,” ujar Sheryl pada pria yang telah membantunya. “Sama-sama,” balas pria tampan itu seraya tersenyum. Ah, tolong, jangan tersenyum. Sheryl hampir saja pingsan kalau tidak segera mengalihkan pandangannya. Pria itu sangatlah tampan. Namun, sepertinya pria itu sudah cukup matang secara usia. Pastilah pria itu sudah berkeluarga dan memiliki anak. ‘Beruntung banget yang jadi istrinya,’ ujar Sheryl membatin. Sheryl melirik sekilas pria tampan itu. Rupanya pria tampan yang kini sibuk memperhatikan layar ponselnya itu mengenakan lanyard ID Card dari XXX Law Firm. Begitu pintu lift terbuka di lantai 30, pria itu tampak keluar dari dalam lift. Sheryl pun menyusulnya memasuki area meja receptionist XXX Law Firm. Setelah mengerjakan soal tes, Sheryl diminta menunggu accounting manager yang akan datang ke ruang meeting untuk mewawancarainya. Selama menunggu, Sheryl kembali terbayang pada pria yang ia temui di lift. Dari penampilannya, Sheryl menebak pria itu berasal dari kaum kelas atas. Sepertinya benar apa yang dikatakan oleh Stephanie, di firma hukum tempatnya bekerja itu banyak pengacara yang berasal dari keluarga pengacara terkenal yang sering wara-wiri di televisi dan anak pengusaha lainnya. Bahkan, terkadang anak magang di tim pengacara saja gaya hidupnya melebihi gaya hidup para karyawan dari tim business support atau tim back office.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD