Prolog – Antara Aku, Kau, dan Payung Biru
Hari itu adalah hari ulang tahun Sheryl yang ke 26 tahun. Seharusnya ia senang karena kekasihnya, Axel, sudah berjanji akan membawanya ke restoran bintang lima untuk dinner date. Namun, yang sebenarnya terjadi adalah Sheryl menahan perasaannya seharian penuh agar tak menangis saat menjalani pekerjaannya di kantor. Hari itu Sheryl berencana untuk memutuskan hubungannya dengan Axel yang sudah terjalin selama enam tahun. Sheryl dan Axel sudah menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih sejak menjalani pendidikan di jurusan serta di universitas yang sama, yakni universitas terbaik di negeri ini. Setelah dua tahun lulus dari kuliah Strata Satunya dan mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi Akuntansi, Axel mengikuti beasiswa untuk mengambil program master di bidang keuangan di Inggris. Selama Axel menjalani kuliahnya di Inggris, Sheryl tetap bersabar menjalani hubungan jarak jauh dengan kekasihnya itu. Mereka tetap aktif menghubungi satu sama lain agar kekasihnya tidak merasakan rindu yang terlalu dalam. Satu tahun yang lalu, Axel berhasil mendapatkan gelar masternya dan kembali ke negaranya. Sheryl menyambutnya dengan hangat. Sayang, keluarga Axel tampaknya tak begitu suka dengan kehadiran Sheryl.
Di hari ulang tahunnya yang ke 26 tahun, Axel mengajak Sheryl untuk makan siang bersama keluarganya di rumahnya. Sial, Sheryl mengiyakan ajakan Axel itu. Sheryl mengenakan gaun terbaik yang ia miliki. Ia sangat bersemangat untuk bertemu dan makan siang dengan keluarga kekasihnya itu. Ia mengira keluarga Axel akan menyambutnya dengan hangat. Ia sudah pernah bertemu dengan keluarga kekasihnya itu kala mereka menjalani wisuda S1 dan saat mengantarkan dan menjemput Axel di bandara saat Axel pulang dari Inggris setelah kuliahnya di sana selesai. Saat itu, keluarga Axel terlihat bersikap baik padanya. Mereka sangat ramah dan murah senyum. Oleh karena itu, Sheryl berharap keluarga kekasihnya itu dapat menerimanya sebagai calon istri Axel. Rupanya, mereka hanya bersikap ramah pada Sheryl untuk menjaga nama baik saja. Mereka terlihat sangat tidak nyaman saat Axel mengatakan ia ingin menikahi Sheryl. Mereka meminta Axel untuk memikirkannya lagi, tetapi Axel tetap kukuh pada pendiriannya. Siang hari itu, Patricia, adik Axel, mengajak teman kuliahnya, Janice, untuk ikut hadir pada acara makan siang bersama keluarganya. Orang tua Axel terlihat sangat senang dan menyambut Janice dengan hangat. Mereka sudah cukup lama mengenal Janice dan keluarganya. Janice berasal dari keluarga pebisnis di bidang agrikultur. Tentu mereka berharap Janice dapat bersanding dengan Axel.
***
Setelah jam kerjanya berakhir, Axel mengirimkan pesan singkat pada Sheryl untuk memintanya bersiap-siap karena ia akan segera menjemput kekasihnya itu. Sheryl menatap layar ponselnya dengan perasaan yang sangat menyakitkan. Mungkin itu adalah pesan terakhir Axel sebagai kekasihnya.
“Sher, kenapa dari tadi suntuk bener muka lo?” tanya Sulis, rekan kerja Sheryl.
“Eh, gapapa, Mbak,” jawab Sheryl dengan berusaha menunjukkan senyumannya agar tak ada yang tahu bahwa ia sedang mempersiapkan diri untuk segera mengakhiri hubungannya dengan Axel.
Sulis pun pamit untuk pulang terlebih dulu. Sheryl menunggu Axel seraya mencengkeram kuat tali tasnya. Sungguh, ia berharap waktu dapat berhenti cukup lama agar ia memiliki banyak waktu untuk terus bersama Axel. Namun, sebuah mobil keluaran terbaru yang sangat mentereng itu berhasil membuyarkan harapan Sheryl. Ya, Axel telah tiba di kantornya.
Axel mengecup pipi Sheryl begitu kekasihnya itu masuk ke dalam mobilnya. Sheryl terdiam sejenak dan memandang Axel yang tersenyum semringah padanya. “Kita pergi sekarang, ya. Aku yakin kamu akan suka sama makan malam yang udah aku siapin untuk kamu,” ujar Axel seraya kembali mengendarai mobilnya. Sheryl kembali mencengkeram tali tasnya untuk menahan diri agar tidak menangis. Axel terlihat sangat gembira. Pria itu tak tahu bahwa malam itu akan menjadi malam terakhir mereka sebagai sepasang kekasih.
Axel membawa Sheryl ke Mawar Melati Bar & Resto, sebuah bar & restaurant bintang lima di bilangan Senopati, Jakarta Selatan. Sepanjang perjalanan dari area parkir hingga memasuki area restoran, Sheryl terus menggandeng tangan Axel dengan erat seolah ia tak mau dipisahkan dari pria yang dicintainya itu. Begitu mereka mendarat di sofa yang sudah dipesan oleh Axel, seorang pelayan membawakan kue ulang tahun pesanan Axel dan mereka menyanyikan lagu selamat ulang tahun untuk Sheryl. Kedua mata Sheryl tampak berkaca-kaca memandangi Axel yang menyanyikan lagu itu dengan raut wajah riang gembira. Sebelum meniup api lilin-lilin di atas kue ulang tahun itu, Sheryl membuat permohonan, ‘Semoga Axel bahagia selamanya,’ ujarnya membatin. Axel dan para pelayan bertepuk tangan setelah Sheryl meniup lilin-lilin kue ulang tahunnya. Para pelayan itu pun segera membawakan hidangan utama pesanan kliennya yang merayakan ulang tahun sang kekasih. Banyak sekali pelayan wanita dan pengunjung restoran yang iri melihat pasangan muda itu. Mereka berpikir betapa beruntungnya sang wanita yang dicintai oleh pria yang juga dicintainya tanpa mereka tahu bahwa ibu sang pria mendatangi kekasih anaknya itu dan memintanya agar mereka segera berpisah.
“Oh ya, apa permohonan kamu?” tanya Axel saat ia dan Sheryl tengah menikmati hidangan makan malamnya.
“Aku mau kamu selalu bahagia,” jawab Sheryl tanpa menatap Axel.
“Amin. Semoga kamu bahagia selalu sama aku,” balas Axel. Mereka kembali menyantap hidangan makan malam mereka itu dan Axel mendapati Sheryl yang tak bersemangat menyantap hidangannya. “Kamu gak suka makanannya?” tanyanya.
“Suka. Makanannya enak,” jawab Sheryl yang berusaha menahan air matanya karena kini suaranya mulai terdengar serak.
Setelah mereka menikmati hidangan penutup berupa es krim, seorang pelayan mengantarkan paper bag berisi kado untuk Sheryl yang lagi-lagi sudah dipersiapkan oleh Axel. “Sher, ini kado ulang tahun kamu,” ujar Axel seraya memberikan paper bag tersebut pada Sheryl.
“A-axel, … ada yang mau aku omongin,” ujar Sheryl.
“Apa, Sayang?” tanya Axel dengan senyuman di wajahnya.
“I need to break up,” jawab Sheryl yang membuat senyuman di wajah Axel seketika luntur.
“Apa?!”
“Sorry, but … I think we didn’t make it. Aku bosan sama kamu.”
“Sher, tapi kita kan udah mau nikah!”
“I don’t love you at all. Maaf, aku gak bisa nerusin hubungan kita.”
“Kenapa, Sher? Apa salah aku?”
“Aku … suka sama kamu karena kamu ….”
“Aku kenapa?”
“Kamu kaya. Sebenarnya aku gak pernah cinta sama kamu. Aku cuma memanfaatkan kamu aja.”
“Sher, kalau kamu mau uang aku, kamu tinggal bilang. Aku akan belikan apa pun yang kamu mau.”
“Aku mau kamu pergi dari hidup aku. Tolong aku. Pergilah.”
Axel menatap tajam kedua mata Sheryl yang berkaca-kaca. “Oke, aku akan pergi dari kehidupan kamu untuk selamanya. Aku bersumpah kamu gak akan pernah bisa dapetin cowok lain yang sebaik aku!”
Axel bangkit dari sofa dan meninggalkan Sheryl seorang diri di bar tersebut. Sheryl mematung sejenak di sana. Ia ingin segera menumpahkan air matanya, tetapi ia khawatir orang-orang akan menertawakannya. Tak lama ia menjelma sebagai putri yang dicintai pangeran tampan nan mapan, tetapi dirinya langsung jatuh ke kenyataan. Dirinya hanyalah b***k yang dicampakkan oleh keluarga pangeran.
***
Sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Saat akan keluar dari dalam bar, kasir mengatakan bahwa ada tagihan yang masih harus dilunasinya. Saat Axel pergi meninggalkan bar tersebut rupanya pria itu pun meninggalkan tagihan yang nominalnya cukup besar untuk Sheryl. Untunglah setidaknya 50% dari total tagihan sudah dibayarkan Axel sebagai uang muka.
Sheryl keluar dari dalam bar dengan membawa dua paper bag. Paper bag berisi kadonya dan paper bag berisi kue ulang tahunnya. Malam hari itu hujan turun cukup deras. Tampaknya alam pun turut berduka dengan apa yang dialami Sheryl hingga langit menurunkan air deras agar Sheryl dapat bebas menangis di bawah kucuran air hujan. Ya, Sheryl tak kuat lagi menahan air matanya. Ia biarkan air matanya tumpah bersamaan dengan air hujan yang membasahi tubuhnya. Ia tak membawa payung. Lagipula, barang-barang bawaannya cukup merepotkannya untuk memegangi payung. Sudahlah, ia biarkan saja dirinya meluapkan emosinya. Rupanya air hujan yang sangat deras tak mampu membuat paper bag kuenya bertahan. Paper bag itu rusak dan terbagi menjadi dua bagian hingga kue yang dibawa Sheryl jatuh berantakan di atas trotoar. Tangis Sheryl pun semakin menjadi-jadi. Bahkan, kue pun tak merestui hubungannya dengan Axel. Saat Sheryl berjongkok untuk mengambil kuenya, tiba-tiba saja air hujan tak lagi jatuh membasahi tubuhnya.
“Mbak, gapapa?” tanya seorang pria yang tiba-tiba saja hadir di kehidupan Sheryl. Sheryl mendongakkan kepalanya dan didapatinya seorang pria berdiri seraya memayungi tubuhnya dari air hujan. Pria itu mengulurkan tangan kanannya pada Sheryl untuk membantunya berdiri. Sheryl pun meraih uluran tangan pria itu dan bangkit dari posisi jongkoknya. “Ini Mbak, bawa aja payungnya,” ujar pria itu seraya menyerahkan payung birunya pada Sheryl.
“G-gak usah,” balas Sheryl.
“Bawa aja, Mbak, biar gak kehujanan. Saya ada payung lagi kok di mobil,” ujar pria itu lagi. Dengan ragu, Sheryl menerima payung itu. Pria itu pun segera berlari menuju bar yang berada di hadapannya.
“Terima kasih, Mas!”
“Ya, sama-sama.”
“Mas, namanya siapa?”
“Radit.”
“Nanti kalau ketemu lagi, saya kembalikan payungnya, ya.”
Pria bernama Radit itu pun tersenyum dan menganggukkan kepalanya, lalu melambaikan tangannya pada Sheryl, sebelum masuk ke dalam Mawar Melati Bar & Resto. Pria itu akan mengisi acara sebagai disk jockey di bar yang ia datangi itu.