PROLOG

2092 Words
Sebuah rumah paling besar di sudut kota kecil ini adalah milik keluarga Dewangga—keluarga yang memiliki aset kekayaan yang sangat melimpah dan tidak terhitung. Raja Dewangga—seorang pembisnis handal dan banyak memiliki cabang bisnis yang sudah tersebar hampir di semua negara. Raja memiliki istri yang tidak kalah bertalenta, namanya Ratna Triatama—seorang perempuan yang berhasil membuat perusahaan yang bergerak dalam bidang kecantikan. Perusahaan itu berhasil menjadi perusahaan yang berkembang pesat dan tidak pernah bisa dikalahkan walaupun dengan bermunculan produk lain dari perusahaan lain. Kedua pasangan itu begitu sempurna dan saling mendukung. Mereka saling melengkapi dalam menguasai dunia bisnis. Bahkan semua orang merasa segan dan takut dengan keluarga itu. Terlalu kaya, terlalu berpengaruh, terlalu tinggi untuk disaingi. Raja dan Ratna pun memiliki dua putra yang sangat tampan. Tidak hanya tampan, tapi juga cerdas. Anak pertama mereka adalah Reon Putra Dewangga—seorang artis papan atas. Reon selalu mendapat banyak apresiasi dari orang-orang. Bakatnya sebagai pemain film yang terlihat begitu natural di layar, membuat semua orang menyukainya. Selain karena wajahnya yang tampan, Reon juga memiliki segalanya. Anak kedua mereka adalah Arthur Putra Dewangga—seorang siswa kelas XII jurusan IPA di SMA Galaksi Bima Sakti dan masuk klasifikasi di kelas 'matahari'. Sekedar informasi, SMA Galaksi Bima Sakti adalah sekolah paling bagus dan siapa saja yang masuk dalam klasifikasi kelas 'matahari' di jurusan apapun adalah anak-anak dengan bakat luar biasa. Di SMA ini tidak ada kelas XII IPA 1, XII IPS 2, XII BAHASA 3 dan seterusnya. Yang ada hanya kelas XII IPA klasifikasi matahari, XII IPA klasifikasi Merkurius, dan seterusnya sampai klasifikasi Neptunus. Semua itu hanya contohnya saja. SMA Galaksi Bima Sakti, memiliki tiga jurusan, yaitu : IPA, IPS, dan Bahasa. Arthur ingin masuk jurusan Bahasa, namun Raja menolaknya dan terus memaksa Arthur untuk masuk jurusan IPA—karena Arthur dipercaya untuk mengurus semua perusahaan Raja setelah dewasa. Arthur bukan anak SMA biasa, dia begitu pintar dan sangat berbakat dalam semua hal. Tetapi Arthur membenci keluarganya, membenci hidupnya, dan ingin sekali menikmati kehidupannya yang bebas sebagai seorang manusia biasa. Arthur memiliki sikap dingin, kasar, tidak suka bersosialisasi, dan semua orang hampir tidak menyukai sikap itu. Sayangnya, Arthur adalah siswa yang paling pintar—sulit sekali untuk menyingkirkan Arthur dari posisi juara bertahannya. Perempuan di sekolah itu pun jatuh cinta kepada Arthur, namun tidak ada yang berani mendekat. Takut mendapatkan masalah. Semua orang tidak berani mendekati Arthur—takut dengan pengaruh keluarganya. Selama bersekolah, Arthur tidak pernah tertarik untuk berteman dengan siapapun. Semua orang selalu baik kepadanya—karena dia punya segalanya—jadi Arthur memutuskan untuk tidak berteman. Arthur tidak tahu isi pikiran mereka. Jadi Arthur memutuskan untuk menutup rapat jalur pertemanan dengannya. Baginya, semua orang palsu. Berteman hanya kedok untuk mendapatkan uang kepopuleran, dan pengakuan. Tidak ada yang berani menyapanya selama ini, hanya ada satu orang yang berani menyapanya—Seina. Senyum lebar itu selalu ditunjukkan kepada Arthur dan selalu tidak dibalas. Seina bertindak demikian karena merasa sudah dekat dengan Arthur. Hanya perasaan Seina saja, karena Arthur tidak pernah menganggapnya. Seina adalah pacar Reon—walaupun tidak dipublikasikan di media. Katanya akan merusak citra Reon. Bagi Arthur, hal itu membosankan, tidak terlalu penting, dan bukan urusannya. Setiap Seina mendekati Arthur atau menyapanya, perempuan-perempuan yang mengidolakan Arthur langsung berdatangan untuk mendekat. Seperti saat ini, ketika Arthur sedang duduk sendirian di pojok kantin sambil memakan makan siangnya. Seina duduk di kursi yang ada di depan Arthur, memberikan senyum terbaiknya untuk adik dari pacarnya itu. "Pergi!" Usir Arthur yang tidak suka dengan kehadiran Seina. Bahkan saat ini pun Arthur tidak menatap Seina sama sekali. Seina mendadak diam, namun tidak berhenti untuk tersenyum. Karena takut Arthur akan marah dan pada akhirnya mempermalukan dirinya di depan umum, Seina mengalah—dia berdiri dari kursi itu dan berjalan menjauh. Begitulah kegiatan seorang Arthur, jika tidak belajar, maka dia akan marah-marah. Walaupun menjadi bahan gunjingan diam-diam dari teman-temannya, Arthur tidak pernah mempedulikan hal itu. Dia tidak butuh dengan semua ucapan dari orang lain. Toh, Arthur tatap sebentar saja, orang-orang itu akan langsung meminta maaf—seperti sebelum-sebelumnya. Beberapa orang pun membandingkan antara dirinya dengan Reon. Tetapi, Arthur tidak pernah peduli. Mereka tidak tahu seberapa brengseknya Reon selama ini. Reon suka sekali bermain perempuan. Bagi Reon, semua perempuan bisa dinikmati. Reon selalu menghabiskan malam bersama dengan perempuan—entah itu yang berstatus pacarnya atau perempuan diluaran sana yang dibayar maupun sukarela menyerahkan dirinya kepada Reon. Entahlah, bagaimana nasib Seina. Sudahkah menjadi mainan, Reon? Hanya karena Reon pintar bicara dan terlihat good looking di depan semua orang, menjadikan Reon idola yang sangat diagungkan penggemarnya. Sebagian dari mereka mencela sikap Arthur yang dingin, kasar, tidak pedulian, dan cenderung tukang berontak. Tidak ada satu hari pun tanpa adanya pertengkaran antara Raja dan anak keduanya itu. Arthur yang selalu menolak permintaan Raja dan Raja yang selalu memaksakan semua kehendaknya. Dia ingin menjadikan Arthur sebagai dirinya, karena Reon tidak mungkin menempati posisi di perusahaan, mengingat kemampuan Reon yang tidak memungkinkan. Arthur menaiki motor kesayangan miliknya untuk segera pulang ke rumah. Satpam membukakan pintu ketika mendengar suara motor yang sangat familiar di telinga mereka. Terlihat banyak sekali mobil yang berjajar di garasi dan motor-motor mahal yang terparkir di sisi barat rumah itu. Ada sebuah mobil asing yang terparkir di sana. Ah, mungkin hampir setiap hari ada mobil asing yang terparkir di depan rumahnya. Jika mobil itu tidak parkir di garasi rumahnya, itu artinya tamu tidak penting—seperti permohonan pinjaman uang atau mengajak Raja atau Ratna untuk bekerja sama. Jika tamu penting, seperti teman lama atau teman bisnis berpengaruh, bahkan detektif bayaran—sudah pasti mobilnya dimasukkan ke garasi. Arthur berjalan santai masuk ke dalam rumah, melihat siapa tamu Raja. Ada seseorang laki-laki dan perempuan paruh baya yang duduk di sofa rumahnya. "Eh, ada Arthur. Saya ayahnya Natalia, teman Arthur waktu SMP. Ingat tidak?" Tanya laki-laki itu tiba-tiba. Arthur menatap laki-laki itu dengan tatapan malas, "tidak ingat! Kenapa saya harus mengingatnya?" Laki-laki itu tampak bingung saat mendengar jawaban Arthur yang diluar bayangannya. Laki-laki itu sedikit menyesal menanyakan pertanyaan bodoh tentang putrinya kepada Arthur, hanya agar terlihat dekat. "Ah, tidak apa-apa. Saya hanya bertanya saja. Tidak ada maksud apa-apa. Kamu pasti banyak sekali punya teman, makanya lupa pada teman lama." Ucap laki-laki itu cukup kikuk. Arthur tersenyum sinis, "saya tidak punya teman! Tidak ada teman lama atau teman baru. Jangan percaya diri dan mengatakan putri Anda adalah teman saya. Jangan bermimpi untuk menjadi teman saya." Raja menghela napas panjang, "ke kamar saja! Tidak perlu banyak berkomentar, Arthur." "Dia yang meminta aku banyak berkomentar, Dad." Ucap Arthur dengan tatapan kesal. Raja mengangguk, "sudah, Daddy ada urusan penting. Jangan mengganggu urusan kami." "Berapa pinjaman yang dibutuhkan? Apa perusahaannya akan bangkrut? Apa jaminannya?" Tanya Arthur bertubi-tubi. Laki-laki berkemeja abu-abu itu semakin gugup, dahinya mulai berkeringat—memang tidak seharusnya dia mengajak bicara seorang Arthur. "Ayolah," tandas Raja kepada anaknya yang masih berdiri di ujung tangga. "Jangan pernah berbicara tentang pertemanan lagi dengan saya," ancam Arthur kepada laki-laki itu sebelum menaiki anak tangga rumahnya. Laki-laki itu menghela napas berat. Tidak menyangka urusannya dan Arthur akan sepanjang ini. "Lain kali jangan bicara pada Arthur atau Reon!" Ucap Raja memberikan peringatan. Laki-laki itu hanya mengangguk dan terus diam. Banyak bicara hanya akan membuatnya gagal mengambil uang pinjaman. "Lahan keluargamu?" "Tidak Tuan, saya tidak bisa begitu saja melepaskan lahan itu." "Harus lahan itu!" ### Seperti hari-hari biasanya, Arthur adalah pecinta buku. Semua buku adalah kesukaannya, sehingga dia tidak memiliki cukup waktu untuk membuang-buang waktunya dengan kegiatan tidak berguna. Seperti Reon yang tidak pernah melewatkan satu hari pun tanpa berfoya-foya. Reon suka dunia malam yang penuh dengan gemerlap—entah lampu diskotik atau lampu hotel. Jangan tanya, berapa gadis yang telah masuk ke perangkat seorang Reon. Dia tidak pernah benar-benar jatuh cinta. Perempuan hanyalah sebuah penyalur hawa hapsunya saja. Setiap kali ada projek, Reon akan meminta seorang perempuan untuk menjadi penghangat ranjangnya. Entah itu sama-sama artis yang menjadi lawan mainnya, penggemarnya yang rela menyerahkan diri, atau beberapa perempuan yang rela menjual dirinya. Jika Reon terlihat b***t dengan tindakannya mempermainkan perasaan dan tidak peduli dengan kehormatan perempuan, sedangkan Arthur lebih dingin dan tidak pernah peduli dengan dunia Reon. Arthur tidak mengikuti namun tidak ikut campur juga dengan kehidupan kakaknya. Walaupun mereka adalah keluarga, Arthur tidak pernah berusaha untuk menerima jika dirinya hidup dalam keluarga rusak seperti ini. Menurutnya, keluarganya adalah keluarga pincang. Bergelimang harta, bertahta jabatan tinggi, dan memiliki segalanya—tetapi tidak ada perasaan nyaman sekali dalam hidupnya. Dia benci keluarganya, dia benci pada hidupnya juga. "Tuan muda, ini teh hijaunya, tanpa gula dan baru saja diseduh dengan air panas." Ucap seorang perempuan yang kisaran umurnya sekitar 50 tahun. Perempuan itu meletakkan secangkir teh hijau di meja. Arthur mengangguk, "terima kasih, Bi. Bisakah ambilkan buku di dalam tas sekolahku?" "Bisa, Tuan muda. Sebentar, biar saya ambilkan." Pamit perempuan itu. Mirna—pembantu di keluarga Raja sejak Arthur masih bayi. Arthur dan Reon memiliki pelayan sendiri dari kecil khusus untuk mengurus semua keperluan mereka. Dari bayi, Arthur dirawat oleh Mirna, kebetulan suami Mirna pun menjadi supir pribadi Raja dan kadangkala sering mengantarkan Arthur. Sayangnya Mirna dan suami, tidak memiliki anak. Sehingga mereka memutuskan untuk tetap bekerja—mencari kesibukan. Toh, Arthur tidak bisa makan jika bukan Mirna yang memasakkan. Daripada dengan Ratna, Arthur lebih dekat dengan pelayan-pelayan yang ada di rumahnya. Jangan tanyakan berapa jumlah pelayan di rumah ini, karena banyak sekali. Dan pelayan yang paling dekat dengan Arthur adalah Mirna—perempuan yang sudah merawatnya sejak bayi. "Tuan, apa benar ini buku yang Tuan Muda maksud?" Tanya Mirna yang sekarang duduk di bawah lalu menyodorkan buku sastra kepada Arthur. Arthur mengangguk, belum sampai tangannya meraih buku itu. Raja langsung merebutnya. Mirna yang melihat itu sontak kaget dan tidak percaya dengan sikap Raja. Arthur hanya menghela napas panjang, dia kenal betul ayahnya—tidak suka jika Arthur membaca buku sastra lagi. "Apa ini? Bukankah Daddy sudah melarangmu untuk membaca dan mempelajari hal tidak penting seperti ini!" Marah Raja kepada putra keduanya itu. Arthur memberikan kode kepada Mirna untuk meninggalkan dirinya dan ayahnya itu. Mirna buru-buru meninggalkan Arthur dan Raja setelah memberikan hormat. "Kembalikan!" Ketus Arthur kepada Raja. "Ini tidak penting," Raja membuang buku Arthur asal. "Tidak ada ilmu yang tidak penting, Tuan Dewangga yang terhormat!" Ucap Arthur kesal lalu melangkah mengambil bukunya yang sempat dibuang oleh ayahnya itu. Raja menghela napasnya kasar saat melihat Arthur beranjak untuk pergi. Selalu saja pertengkaran yang terjadi di antara mereka berakhir dengan tidak menemukan titik terang. Tidak ada satu hari pun berdamai dan menikmati waktu layaknya anak dengan ayahnya. Arthur menoleh ke belakang untuk sejenak, melihat Raja yang terdiam cukup lama di tempatnya. Lalu pergi setelah itu. Arthur menaiki anak tangga rumahnya dan sempat bertemu tatap dengan Reon yang sudah rapi dengan pakaiannya. "Arthur ... Arthur ... Lo enggak tahu bagaimana menikmati hidup. Kalau masa muda Lo habis untuk baca-in buku tua, hidup Lo bakalan mundur ke jaman purba. Kapan sih Lo bisa kaya gue, menikmati hidup!" Ucap Reon menatap Arthur yang masih tidak merespon. Arthur kembali melanjutkan jalannya untuk ke kamarnya. Tidak peduli pada kakaknya yang sibuk mengoceh. "Come on, Bro. Lo enggak mau hidup Lo sia-sia, 'kan?" Teriak Reon sekali lagi. Arthur menoleh, tersenyum sinis ke arah Reon. "Lebih baik hidupku sia-sia dengan membaca buku tua, daripada harus menyebar benih kemana-mana! Maaf, karena aku tidak haus lubang wanita." Reon menatap tajam Arthur, tidak habis pikir dengan ucapan adiknya itu. Namun akhirnya Reon tidak menjawabnya, apalagi setelah Arthur menghilang dari pandangannya. Sudah pernah dikatakan, jangan pernah mengajak Arthur bicara jika tidak ingin sakit hati. Arthur punya banyak kata menyakitkan dan menusuk hati. Jika tidak ingin terluka, lebih baik diam saja. Arthur masuk ke kamarnya yang penuh dengan fasilitas mewah. Ada beberapa lemari dengan isinya yang ditata dengan rapi. Lemari-lemari itu berisi semua barang-barang mahalnya. Walaupun Arthur jarang menggunakan semua barang itu. Karena Arthur adalah tipe yang setia. Jika sudah suka pada satu barang, dia akan memakai barang itu sampai tidak bisa dipakai lagi. Karena acara membacanya terganggu, Arthur memilih untuk membuka pintu balkon kamarnya dan duduk di kursi yang tersedia di sana. Arthur lebih senang suasana yang sendirian seperti ini. Tidak ada yang mengganggu dan banyak berkomentar tentang apa yang dilakukannya. Terdengar mobil Reon meninggalkan halaman rumah. Arthur menatapnya sekilas dari atas balkon. Di dalam hidupnya, Arthur tidak memiliki rencana untuk hidup seperti Reon—berkencan dengan banyak gadis dan menggunakan mereka untuk memuaskan napsu. Arthur ingin mendapatkan seorang gadis yang sangat ini dimilikinya—karena Arthur mencintainya. Walaupun Arthur tidak tahu, apakah mungkin bisa mendapatkan perempuan yang tulus? Tetapi Arthur yakin jika cinta itu ada, walaupun entah kapan datangnya. ###
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD