2. MAMA DAN LIA

1259 Words
Panas menyengat kulit. Matahari dengan gencarnya memenuhi dataran bumi. Memberikan sinarnya hingga para anak-anak manusia mengernyitkan dahi mereka kesal. Mengeluh kepanasan. Ditambah lagi, hari ini hari Senin. Segala macam bentuk aktivitas yang membosankan akan kembali digelar. Sekolah, bekerja, entah apapun itu yang jelas hari ini akan jadi hari yang membosankan bagi para anak manusia umumnya. "Motor sialan! Lo kalau lagi dibutuhkan jangan kayak gini!" "Kenapa motor Lo?" Melia menoleh. Ia menatap sosok jakung dengan rambut rapi yang tengah berdiri di sampingnya. Ia pun ikut berdiri dari jongkoknya. Nafasnya seketika berhembus kesal, "b******k ni motor! Gue ada jadwal privat piano tapi motor gue malah mogok!" "Gue anter! Lo arah mana emangnya?" "Nggak usah kak! Gue ngojek aja" "Yakin? Gaada tawaran kedua" Hembusan nafas panjang akhirnya Melia keluarkan setelah menimang singkat tawaran laki-laki tampan yang berada di depannya itu. Ia memang tidak ada pilihan lain saat ini. Selain menerima tawaran Dew, kakak kelas sekaligus seseorang yang beberapa bulan terakhir ia hindari. Ia benar-benar membutuhkan transportasi agar cepat sampai ditempatnya mengajar privat piano. "Makasih ya kak," Melia bergumam ketika ia sudah berada diatas motor sport milik Dew. Ia berdehem pelan guna mengurangi kadar rasa canggungnya. "Anytime" "............." "Kapan pulang dari Aussie?" "Tau darimana?" "Apanya?" "Ya kalau aku dari Aussie" "Gue cariin Lo beberapa hari yang lalu. Kata Miko, Lo lagi ke Aussie acara keluarga" "Keluarga dari papi" Dew mengangguk yang disadari oleh Melia. Hingga beberapa saat kemudian, motor besarnya berhenti pada pelataran rumah berlantai dua dengan penuh tanaman hijau di halamannya. Melia turun, lalu diikuti Dew yang menstandarkan motornya. "Pulangnya gimana?" "Gampang. Btw, thanks ya kak tumpangannya" "Gue langsung cabut kalau gitu" "Iya hati-hati" Melia melambaikan tangannya ketika Dew kembali mengendarai motor nya. Hingga pria dengan kesan dingin itu menghilang dibalik pertigaan diujung gang perumahan. Melia berbalik. Berniat melanjutkan langkahnya untuk masuk kedalam rumah yang di singgahinya. Namun, langkahnya tertahan ketika sosok tinggi dengan kaos tanpa lengan serta celana jeans selutut berdiri menjulang tepat di depannya. Bahkan Melia harus memundurkan beberapa langkahnya untuk ke belakang. "Lo pacaran sama Dew?" Bola matanya memutar malas. Melia lebih memilih mengabaikan sosok laki-laki yang tadi pagi membuatnya jengkel itu. Ia tetap melanjutkan langkahnya hingga dirinya sampai dalam rumah megah itu. Ekor matanya melirik sosok lain yang sudah bertengger diatas kursi piano di bawah anak tangga. Bibir datarnya tertarik membentuk sebuah senyuman. Melia berteriak histeris namun pelan, "Hai!!" "Kok telat 15 menit kak?" Suara lembut itu seketika mengubah mimik wajah Melia menjadi lebih lembut. Ia menghembuskan nafasnya pelan lalu memberi pelukan pada pemilik suara barusan, "Sorry ya, tadi motor Lili rewel. Jadinya terlambat deh" "Lili bawa motor? Kok ngga denger suaranya?" "Nggak,maksudnya Motor lili rewel. Jadi lili tinggal "Kenapa ngga bareng sama bang Arghi aja pulangnya?" Melia tersenyum menanggapi pertanyaan sosok Katrina barusan. Gadis yang masih duduk di bangku SMP itu mengedipkan matanya beberapa kali, "Enggak. Tadi Arghi sama temennya" "Siapa kak? Ceweknya Abang ya?" "Mungkin aja. Udah ayo! Kita mulai sekarang aja ya latihannya" "Jawab dulu Mel pertanyaan gue!" "Kita mulai dari not yang kemarin ya. Kita ulangi lagi. Kamu masih-- ARGHI KENAPA SIH?!!!" Suara teriakan nyaring milik Melia itu seketika membuat suasana menjadi akward seketika. Sosok Katrina yang tadinya duduk manis diatas kursi piano, seketika langsung bergerak berdiri untuk meninggalkan keduanya. Karena ia tahu apa yang akan terjadi setelahnya. Kakaknya dan temannya yang merangkap jadi guru private pioanonya. "Abang ... Jangan marahin Lili ya .." Katrina mencicit pelan sebelum ia dengan buru-buru menaiki anak tangga rumahnya. Lalu menghentikan langkahnya pada undakan tangga paling atas. Dan dari situlah ia melihat aksi bersitegang yang kini tengah terjadi antara kakaknya dengan gadis cantik dibawa sana. "Jujur! Lo ada hubungan apa sama dia?!" "Dia siapa?!!" "Dew Patingga Rajasa! Kurang jelas juga pertanyaan gue?" "f**k you!" "...." "Ada atau nggaknya gue sama Dew, itu bukan urusan Lo!" Sesaat, Arghi terdiam. Laki-laki itu menghembuskan nafasnya kasar lalu dengan tatapan tajamnya ia menelisik Melia dari atas hingga bawah. "Tapi Dew itu anak dari Bario Rajasa Lia!! Mafia iblis yang udah nge-bunuh papa gue!! " "Kematian papa Lo, ngga ada hubungannya sama Dew! Apalagi gue! Yang nge-bunuh papa Lo itu bapaknya Dew! Bukan Dew! Jadi stop lo membenci dia tanpa alasan!!" "Tapi dia keturunan Rajasa Lia. Dia--" "STOP IT! Cukup Ghi! Lo boleh dendam tapi jangan bodoh!" "......" "Sekarang gue minta Lo pergi. Gue ngga mau debat ngga penting sama Lo. Gue ada banyak kerjaan! Minggir!" Dan perdebatan itu berakhir begitu saja. Dengan Melia yang bergerak menjauh dari Arghi. Gadis itu bahkan melupakan paperbag yang ia tinggal begitu saja diatas bangku piano. *** "Baru pulang Li?" Melia menoleh. Menatap wanita paruh baya yang kini terlihat berkutat dengan beberapa majalah ditangannya. Ia mengangguk lalu membuang tasnya ke sembarang tempat. Mendudukkan tubuhnya di atas sofa singel di ruang tamu. "Tapi kok gak bawa motor? Motormu mana?" "Mogok Mi!" "Kok bisa?!" "Ya bisa buktinya Mi. Ini aku jalan kaki pulang" "Jalan kaki?!! Kamu serius Li?!!" "Tampang Lia lagi ngelawak emang Mi?" Mahira, sang Mami begitu heboh. Ia dengan cepat menghampiri putri sulungnya itu. Menatapnya dengan pandangan yang sulit dipercaya. "Kenapa nggak telfon sopir aja sih Li. Kamu aneh-aneh aja deh! Kamu jalan kaki darimana?" "Rumahnya Arghi" Dan seketika, Mahira sedikit menghembuskan nafasnya lega. Setidaknya, putrinya itu tidak berjalan kaki terlalu jauh. Hanya beberapa meter saja. Tapi tetap aja, ia masih tidak habis pikir dengan kelakuan sang putri. "Lain kali jangan gitu Li! Kalau kamu kenapa-kenapa dijalan gimana? Minta sopir yang jemput Ya?" "Si Beny kan lagi sama Melly Mi. Tadi juga aku privat dulu" "Wong Mas Beny ada di rumah kok. Hari ini Melly ngga ada minta anter sopir kok Li. Dari pagi malah. Malah mami kira adikmu bakal pulang sama kamu" "Ngga ada Mi. Aku tadi juga--" "Terus adikmu kemana?!! Aduuh Ily, kamu kok ngebiarin adikmu sendirian to. Nanti gimana kalau ada--" Melia hanya memutar bola matanya malas. Kemudian ia bangkit dari duduknya. Meninggalkan sang Mama yang akan bersiap dengan segala celotehan konyolnya. Dan yang akan berujung menyudutkan dirinya. Sungguh ia sedang tidak mood untuk masuk kedalam pertengkaran apapun dan siapapun. "Ily?!!" "Iya Mi? Kenapa?" "Kamu mau kemana?!! Mami lagi ngomong kamu main pergi aja!" "...." "Kamu tuh emang ngga pernah sayang adikmu! Mami lagi khawatirin dia kamu malah sempat-sempatnya mau pergi. Kamu nggak khawatir sama Melly? Dia masih belum juga pulang ini udah hampir jam 5 loh Ly!" "Positif thinking aja Mi. Mungkin dia bimbel" "Ini hari Senin! Melly hanya bimbel di hari Rabu sampai Sabtu Ly. Jadi nggak mungkin dia bimbel. Mami jadi takut kalau terjadi apa-apa sama Melly. Apa kita harus--" See? Sampai jadwal bimbel dan segala t***k bengek tentang Melly Pun, Maminya sangat hafal. Dude! Dia anak kesayangannya. "Habis ini pasti pulang. Mami nggak usah khawatir" "Nggak Khawatir gimana sih ILY!! Kamu tuh emang nggak pernah sayang sama Melly! Kamu itu nggak pernah suka kalau mami khawatirin Melly!!" Melia yang sejak tadi berada di undakan anak tangga paling bawah, kini turun kembali. Menatap mami nya yang kini tengah terduduk di atas sofa sambil terisak. Ada rasa sakit yang tiba-tiba menyentuh luka lamanya. Luka yang ia kubur dalam-dalam kini telah ditarik kembali. "Apa maksud mami?" Gumam melia pelan. Matanya kini menatap lamat-lamat maminya. Menyorot punggung ringkih didepannya dengan tajam. "Kamu tinggal bilang, kalau kamu nggak pernah suka dengan kehadiran Melly Adikmu. Iya kan?!!" "Cukup Mi! Mami keterlaluan! Cuma hanya gara-gara masalah sepele gini, mami selalu menyudutkan aku dengan berbagai lontaran kata yang nggak masuk akal! Melly! Melly! Melly! Dan Melly! Dia udah dewasa Mi! Dia juga bisa jaga dirinya sendiri! DIA BUKAN BAYI YANG KEMANAPUN HARUS SELALU MAMI KHAWATIRIN!!!" "....." "Harusnya mami sadar dengan sikap mami yang terlalu--" "Melly pulang Mi ..."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD