Chapter 11

1427 Words
Setelah ia capek berkeliling disekolah sambil berdesak-desakan dikoridor ataupun dimana saja. Karena sekolahnya lagi ramai sehingga yang dicari tak kunjung ketemu. Dia menggigit bibir bawahnya sambip celingak-celinguk. Dilihat nya Faga sedang berkumpul bersama teman-temannya dia langsung berseru senang, tak sadar melihat situasi yang menatap dirinya bingung. "Yay! Itu kak Faga. Akhirnyaaaa," perempuan bertubuh mungil menggemaskan itu melangkahkan kaki nya ke ujung koridor, dengan gugup dia mendekati empat cogan yang sedang bercanda ria. Ketiganya memakai seragam putih dan celan abu-abu yang seperti biasanya dikenakan saat hari senin ataupun selasa kecuali lelaki tinggi berbadan tegap yang tengah memakai jas biru tertanda bahwa dirinya adalah sang Ketua Osis di SMA Harapan Jaya. Dengan langkah yang sedikit cepat akhirnya dia didepan ke-empat cogan itu yang sedang menatap dirinya bingung. Faga masih asik dengan ponselnya. "Ada apa dek? Nyariin abang Derik ya." Goda Derik menaik turunkan alisnya sehingga gadis itu pipinya bersemu merah menahan malu "E-nggak kak, aku disini itu." Matanya menatap Faga yang masih saja asik dengan ponselnya. "Itu apa?" Tanya Derik masih penasaran mengapa adik kelasnya datang menghanpiri mereka. "Lo sih, serem mangkanya dia jadi gugup gitu." Celetuk Gara dari belakang yang tengah menikmati nasi gorengnya. Derik mendecak kesal, "Itu apa?" Adik kelas 10 itu sekilas lagi melirik Faga yang sepertinya tak tahu keberadaan dirinya. "Aku disini nyariin kak Faga." Balasnya diakhiri kekehan kecil Derik membulatkan mulutnya. "Oooohh, mau nyari Faga. Oik ketos, ada yang nyariin lu nih." Merasa namanya menyangkut dia mengangkat kepala nya lalu menaikkan alisnya sebelah seperti bertanya. Gadis itu paham lalu menjawab, "Kak Indi, keadaan nya gak biasa-biasa aja. Parah banget malah perutnya kayak ada yang sakit gitu. Saran gue sih kak, mending kak Indi dibawa ke rumah sakit aja." Faga yang awalnya biasa-biasa saja mendongak menampakkan wajah kekhawatiran nya, dengan langkah gesit dia menuju ke UKS. "Lah tuh anak kok perhatian amat sama si Indi? Kalau ketemu kek kucing sama tikus kelai mulu." Kata Derik heran. "Em... yaudah, aku ke kelas ya kak." Pamit gadis itu, dia berbalik tetapi Derik memanggilnya. "Eh," "Ya?" Tanyanya dengan raut wajah bingung "Nama lo siapa? Kelas berapa?" "Tasya, kak. Em... kelas 10 IPS 1 hehe." Jawabnya Derik mengangguk tanda paham. "Yaudah, aku ke UKS ya kak. Dahh" pamit nya lagi. Derik tanggapi dengan senyuman manis yang terukir di wajah tampan nya sedikit kulit kecoklatan. "Tadi Putri sekarang siapa, Rik?" Sandi bersuara. "Gatau hehe." ●●●● Dilain tempat, disinilah Faga sedang menunggu sang Dokter keluar dari ruangan Operasi. Tadi, dia sempat berbicara dengan Dokter nya bahwa Indi akan dioperasi itu yang membuatnya terkejut. Hanya di tumbuk sekali saja perutnya sakit hebat seperti itu? Faga terlihat tenang, tetapi tak seperti itu. Dia khawatir akan keadaan Indi, tak ada lagi suara cempreng dan bawel mengganggu ketenangannya. Masih dengan jas sekolahnya, dia juga meminta Randi mengurus keadaan sekolah dia juga sudah meminta izin kepada Kepala Sekolah dan juga guru yang lainnya. Salah satu guru juga menemani Faga yaitu bu Risa-- guru Teknologi Informasi dan Komunikasi itu ikut juga dengannya dengan wajah raut kekhawatiran, karena apa? Indi adalah murid kesayangannya. Terdengar suara telfon dari ponselnya ternyata, itu mama mertuanya; Rani. "Hal--." Dengan suara parau "Kamu di rumah sakit mana? Indi baik-baik aja kan Ga?" Terdengar suara tangisan diseberang sana itu yang membuat Faga memejamkan matanya lalu membuang nafas nya perlahan. "Iya ma, Faga diRumah Sakit Pertamedika. Iya ma, Indi pasti baik-baik aja." Balasnya tenang. "Yaudah, mama sama papa bakal kesana sama sikembar juga. Kamu t-unggu disana ya." "Ya ma." - Seorang gadis tengah berada dirumah sakit yang tak diketahui nya sama sekali, entah mengapa kakinya malau berjalan dikoridor menuju di ruang Operasi. Indi yang memakai pakaian putih, dan rambut panjang nya dibiarkan digerai sehingga jika ia jalan rambut itu bergoyang kesana kemari. Setelah sampainya di depan ruang Operasi, tapi tunggu bukan di depan ruang Operasi malah berada di dalam ruangan Operasi. Dilihatnya Dokter dan juga suster-suster yang membantu sang Dokter untuk melancarkan Operasi yang sedang berjalan, Indi melihat siapa yang berada di atas ranjang yang sedang di Operasi. Wajah nya sama seperti dirinya, apakah itu dirinya? Lalu mengapa dia bisa melihat dirinya sendiri? Disentuh nya bahu Dokter tetapi yang bikin dirinya terkejut adalah karena tangannya dapat menembus sang Dokter. Sang Dokter berbicara, "Sus, tolong ambilkan impusan tambahan lagi. Operasi kali ini membutuhkan banyak waktu." Ujar sang Dokter menyuruh suster itu mengambil impusan. Suster itu mengangguk lalu keluar dari ruang Operasi, Indi juga mengikut nya sehingga dia bisa lihat jelas Faga yang sedang duduk termenung di ruang tunggu. Faga melihat suster keluar dari ruang Operasi dengan sigap dia berdiri lalu menanyakan keadaan Indi. "Sus, sus, bagaimana keadaan Indi didalem? Baik-baik aja-kan?" Tanya Faga sambil mengacak-ngacak rambutnya frustasi. Suster itu tersenyum maklum,"Saya berharap pasien akan baik-baik saja. Saya tidak bisa lama-lama, kalau begitu saya permisi." Faga mengangguk lemah sebagai balasannya, lalu terdengar suara tangisan dan langkah kaki yang ramai mendatangi Faga. Indi dapat melihat jelas ketika keluarganya dan keluarga Faga datang berbondong-bondong sedikit memenuhi ruang tunggu Operasi. Ketiga sahabatnya juga datang menunggu satu sahabatnya diOperasi mereka juga sama, sedang bersedih. Tetapi mereka tak ingin menunjukkan, itu yang membuat yang lainnya juga pasti akan tambah sedih. "B-agaimana keadaan Indi? Hiks, nak bagaimana ini bisa terjadi?" Tanya Rani--mama Indi sedang menangis tersedu-sedu. Rani masih saja dengan tangisannya yang membuat siapa saja sama sedihnya dengan dirinya. Rani tahu anaknya kembali mengidap penyakit itu, dia hanya tak ingin orang-orang diluar sana menganggap bahwa putri satu-satunya itu lemah atau tidak berdaya dan dikasihani. Rani tak suka itu.  Rani memeluk suaminya dengan erat dan membasahi baju suaminya dipundaknya, Raga tiba-tiba saja memukul kaca disebelahnya-- ya karena disebalah Raga ada kaca untuk siapa saja bercermin melihat dirinya sendiri. Tangan lelaki itu berdarah dan seketika dirinya menjadi pusat perhatian di ruang tunggu operasi. Raga tak perduli dengan adanya darah segar yang mengalir deras dari tangannya, dia hanya perduli dengan adik kesayangannya. Ragi yang melihat itu langsung mengecek keadaan adik kembarnya, lalu melotot kepada Raga yang membuat Raga terdiam. "Lo kira dengan nyiksa diri sendiri Indi bakal senang ngelihat lo, iya? Gitu!?" Ragi memalingkan wajahnya yang sedikit ada buliran bening diatas pipinya alias sedikit menangis. Raga menjawab tak kalah kerasnya, "Tapi gue begini karena gak sanggup ngeliat dia didalem!" "LO PIKIRIN INDI YANG DIDALEM SANA BERJUANG ANTARA HIDUP DAN MATI! KALAU DIA NGELIAT LO KAYAK GINI APA DIA SENENG?" Menjeda sedikit perkataan nya, "GAK, t***l!" Faga melerai kedua kakak iparnya, dia menarik Ragi menjauh dari Raga karena tak ingin menyebabkan perkelahian di ruang tunggu. Mama nya tambah menangis histeris melihat kedua anak kembarnya berkelahi akibat kecelakaan kecil yang dialami Indi tetapi berdampak besar bagi Indi. Rizal-- papa Ragi, Raga, dan juga Indi menarik Raga yang sedaritadi ingin mengontrol emosi nya darah masih saja mengalir dari tangan kirinya. Faga diam menanggapi tak berniat membuka suara, dapat dilihat Indi juga kakak kembarnya itu sedang menenangkan mama nya. Ragi duduk dilantai yang dingin sambil menelamkan kepalanya di kedua tangannya. "Kalau boleh Faga tahu, Indi punya penyakit apa sampe bisa dia cuman di tumbuk sekali doang langsung diOperasi begitu aja?" Dia menatap kedua orang tua Indi dan juga Raga, dan Ragi bergantian. Ke-empat orang itu enggan berbicara, tak ingin memberitahu Faga. Faga mengusap wajahnya gusar. Indi tahu, Raga pasti sedang mengkhawatirkan dirinya. Berusaha ia dapat memegang keluarga nya satu persatu tetapi hasilnya tetap sama, tangan Indi menembus di badan mereka. Fania juga menangis tetapi berusaha tenang dihadapan Faga karena dirinya tahu, jika dirinya menangis tersedu-sedu bisa dipastikan Faga tak akan menegur mamanya. Faga tak suka orang yang disayanginya menangis. Terdengar suara pintu yang terbuka dan terlihatlah sang Dokter dengan wajah lusuh, nan letih menatap semua orang yang berada diruang tunggu. "Saya butuh berbicara dengan Orang tua pasien?" Tanya Dokter itu. "S-aya pak." Unjuk diri sang mama-- Rani melangkahkan dirinya mendekat kearah Dokter. "Ikut saya." Dokter itu menuntun jalannya dengan Rani yang mengekor dibelakangnnya. Indi menggeleng kan kepala nya tak percaya, dia akan berjuang hidup! Akan berjuang, dia menyayangi mereka semua. Indi berteriak, "INDI BAKAL BALIK LAGI KE KALIAN!" Dengan langkah gesit dia menyambar pintu ruang Operasi, menatap seorang perempuan yang tengah terbaring lemah diatas ranjang pasien. "Woi! Bangun lo! Gue tau lo kuat, jangan biarkan mereka semua nunggu lo yang nangis kejer disana!" Teriaknya dengan dirinya sendiri yang terbaring lemah. "Mana Indi yang kuat!? Mana!? Lo bukan Indi! Gue Indi yang kuat! Gue bakal berjuang lagi, ayo dong lo bantu gue juga! Jangan diem disini aja kayak orang b**o. Hiks." Merasa capek dengan dirinya, dia menangis sekencang-kencangnya diruangan yang dihuni hanya satu orang saja. "Ba-ngun dong, g-u-e say-ang sam-a merek-a. Gue t-au lo pa-s-ti kua-t." Setelah itu dia menghilang entah berada dimana. Akankah semuanya berakhir? Penyakit s****n.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD