Seusai perempuan itu menenangkan dirinya dibelakang sekolah dia memutuskan untuk kembali ke kelas dalam waktu terlambat sepuluh menit dan ini lah akhirnya, dia harus belajar diluar karena bu Risa selaku guru IPA yang terkenal galak dan muka yang sangar menghukum dirinya.
Terpaksa, ia memperhatikan bu Risa yang sedang menjelaskan didalam dan dirinya diluar duduk di kursi panjang, Ketiga temannya menatap Indi dengan tatapan kasihan.
Gue nggak suka banget di tatap kayak gitu! Desis Indi didalam hati
Mengacuhkan tatapan ketiga temannya dia asik menatap bu Risa, merasa bosan untung saja dia membawa handphone dan earphone disakunya.
Memakainya tanpa memperdulikan keadaan kelas yang tegang, dan tenang seakan-akan tak ada penghuni didalam kelas itu. Hanya suara bu Risa yang terdengar satu ruangan
Sang ketua Osis sedang berjalan menyusuri koridor dan melihat-lihat apakah ada anak yang yang bolos dari pelajarannya? Tatapan nya beralih kepada gadis yanh sedang duduk didepan kelas sambil memejamkan mata dan memegang handphone nya.
Pantas saja, Faga lalu mendekati Indi yang sedang asik dalam dunia musiknya. Faga mengintip dari celah jendela memerhatikan keadaan kelas Indi, ada bu Risa yang berada didalamnya tetapi Indi diluar? Setahu Faga, Indi tercatat dalam siswa terbaik disekolahnya.
"Lo ngapain disitu?" Tanya Faga sambil menarik satu tali earphone Indi yang melekat di telinga kanan nya tadi.
Indi melirik Faga sebal, "Apaan sih! Ah, kembaliin coba."
Faga menghiraukannya lalu memasuki kelas Indi dengan mengetuk pintu terlebih dahulu, bu Risa berhenti menjelaskan dan menatap Faga penuh tanda tanya.
"Ada apa Faga?"
Faga menyengir sedikit, "Saya boleh pinjem Indi nya bentar nggak bu?"
"Buat apa?" Tanyanya lagi
"Mau ngehukum dia bu." Sontak mata Indi melebar tak percaya kepada Faga
"Bagus. Yasudah saya minta tolong ke kamu urusin Indi, karena tadi dia terlambat masuk kedalam pelajaran saya!"
Faga mengangguk patuh.
"Ayo." Ajak Faga sambil menarik tangan Indi yang sedang menekuk muka nya sedalam-dalamnya akibat perbuatannya
Disepanjang koridor Indi terus mengoceh terus dan membuat kuping Faga terasa panas mendengar ocehan dari Indi yang tak henti-hentinya. Sesekali Indi mengumpat kepada Faga, dan itu yang membikin Faga terkekeh geli.
"b**o amat sih jadi orang! Gue nggak ngeliatin bu Risa lagi kan, ih! Pokoknya gue sebel! Nggak usah tegur gue lagi. Titik nggak pake koma." Berjalan menjauh dari Faga
"Masih untung gue selametin lo dari bu Risa belajar diluat kelas, kalau guru-guru yang lain dapet lo gimana? Mati deh lo panas-panasan dilapangan saat ini juga." Dengus Faga menyilangkan kedua tangannya didepan d**a sambil melirik Indi sinis.
"Gue nggak butuh!" Desis Indi.
"Yaudah, lo kelapangan sekarang berdiri didepan tiang bendera sambil hormat. Selama sejam." Kata Faga santai yang membuat Indi berbalik badan sambil melongo dibuatnya.
Indi berteriak, "GILA LO YA!?"
-
Sepulang sekolah anak Osis ataupun Indi dan juga Tara ikut serta dalam rapat Organisasi Intra Sekolah itu yang diadakan di ruangan Osis.
Tinggal menunggu sang Ketua Osis dan juga Wakil Ketua Osis yang masih sibuk berbincang diluar ruangan sana. Entah apa yang mereka bicarakan, terdengar suara terbukanya pintu lantas semua orang yang berada diruangan berbalik menatap pintu dan muncullah Faga dan juga Randi yang tersenyum kecil.
Genta yang terdengar dingin dan juga irit bebicara itu yang berjabat sebagai Wakil Ketua Osis disekolahnya menambahkan ketenaran dirinya sebagai Genta yang--aggh tak bisa siswi-siswi jelaskan.
Tapi Genta tak perduli itu, baginya ketenaran itu bukan adalah dirinya. Persetan mereka semua menganggap dirinya sebagai apa, yang pada intinya Genta juga sangat bersyukur bahwa dirinya dilihat sebagai lelaki yang baik.
Faga telah duduk dikursinnya ditengah-tengah dengan wajah lelahnya, "Baik, rapat kita mulai."
"Fik, proposal yang kemarin disuruh sama bu Bety udah lo kerjain?" Tanya Faga kepada Fika.
Fika menggeleng, "Gue nggak bisa bikin proposal."
"Ck, dari kemarin coba lo bilang!" Dengan suara sedikit keras lalu mengacak rambut nya frustasi.
Genta besuara, "Biar gue aja yang bikin proposal, besok gue kumpul itu proposal."
Faga menoleh kekiri. "Yakin lo bisa buat dalam sehari itu?"
Genta mengangguk.
"Yasudah, kita bahas acara disekolah kita nanti. Nanti, ada kegiatan Basket, dan kegiatan berjual beli, dibagian loket ada Tika sama Genta, dibagian jual beli ada Gaga sama Orkan, dibasket tentunya Indi sama Tara. Gue harap acara ini berjalan dengan mulus dan juga lancar. Gue mohon kerja sama nya demi sekolah kita, dan lo Fika kalau nggak bisa bilang, jangan iya-iya mulu lo dari kemarin kalau taunya nggak bisa."
Fika mengangguk takut, lalu Indi bersuara.
"Terus, gue sama Tara ngapain ikut rapat sama kalian?" Tanya nya.
"Gue minta anggota lo pada latih dengan sungguh-sungguh karena ini masalah sekolah kita. Sekolah kita harus menang kayak tahun lalu juga. Dan itu juga lo yang megang kan, Ndi." Jawab Randi.
"Iya sih, tapi kali ini gue nggak tau menang apa enggak. Gue harap sih tim Basket putra lagi yang menang." Jawab lagi Indi.
Tara meninmpali, "Ya, gue pengen basket gue juga masuk dalam rank lima besar dong Ga."
Faga mencoba berfikir tenang walaupun dirinya sedang dalam banyak masalah.
"Yasudah, kali ini jika team Tara yang menang nggak apa-apa juga. Pokoknya yang gue butuh itu anak Basket harus bener-bener latihan."
Indi dan Tara mengangguk patuh, lalu Faga berbicara lagi.
"Lo berdua boleh keluar."
Dengan malas Indi langsung keluar dari ruang Osis dan juga Tara keluar dengan santainya.
Didalam ruangan Faga berbicara serius dan membuat suasana menjadi tegang, Faga mengeluarkan aura dinginnya dan juga tampang cueknya.
"Kita ada masalah." Dengan suara dingin Faga berbicara.
-
Diteriknya matahari, dan ditambahi hawa panas menjelang sedikit malam ini menyeruak disilauan mata kelima perempuan remaja itu yang sedang mengenakan pakaian Basket mereka yang berwarna biru, hitam. Sudah lebih dua jam setengah mereka latihan dengan bersungguh-sungguh.
Indi melempar bola dari garis luar dan hap! Tepat sasaran bola itu masuk dikeranjang yang sangat meluncur begitu saja dengan cepat. Menyeka keringatnya lalu sedikit berteriak kepada teman-temannya itu.
"Break."
Teman-temannya pun bersorak pelan lalu mengeluh karena teriknya matahari yang membuat mereka berucucuran keringat.
"Dari tadi kek! Gue capek tau." Keluh Putri yang baru saja mendaratkan bokongnya disamping Indi dan mengeluarkan sebotol Aqua didalam tasnya dan meneguknya habis.
Begitu juga dengan Indi, lalu Filda menceletuk. "Kita mah apa atuh, mau istirahat dari tadi tapi tunggu pengarahan dulu dari Ketua."
Indi terkekeh lalu menabok pelan lengan Filda, bercanda.
"Sialan."
"Gue cabut ya Ndi, nyokap sendirian dirumah." Ucap Rossa kepada Indi, perempuan yang rambutnya diikat satu itu mengerutkan dahinya seperti bertanya. Rossa yang mengetahui itu pun menjawab sedikit canggung.
"L-o tau kan nyokap gue gimana sama bokap."
Indi tersenyum maklum, "Yaudah, gapapa kok. Udah mau selesai juga latihannya, lo hati-hati ya."
Rossa menampakkan raut wajah bahagianya lalu pamit kepads ketiga temannya itu, "Gue deluan ya guys, love u!"
"Iyee, ati-ati." Jawab Filda
"Oke." Jawab Indi
"Awas tabrak nyamuk ya mba." Jawab Putri tak jelas.
Rossa terkekeh, "Yee, si ogeb." Berbalik meninggalkan teman-temannya yang masih beristirahat.
Indi berdiri menepuk-nepuk bokongnya yang sedikiti kotor akibat pasir, "Riska, lo boleh pulang."
Riska mengangguk mengiyakan lalu berpamitan kepada Indi yang akan keruangan khusus Basket Putri.
"Gue deluan ya, Ndi. Gue sama Filda." Pamit Putri bersama Filda dengan anggukan juga senyuman.
"Sip, hati-hati."
"Kita-kita pulang ya, Ndi." Pamit juga yang lainnya, perlahan sekolah sudah mulai sepi, dan Indi juga sudah menaruh sesuatu di ruangan Basket.
Kini, Indi tengah menunggu di halte sambil bersenandung pelan.
LINE!
FagarandyJnr: 15 mnt lg gw smpai.
Indi tersenyum tipis, lalu membalasnya dengan pesan singkat namun berarti buat Faga.
Indip.Hrnsn: Iya, hati-hati.
Ya, itu yang ia balas kepada Faga, dilain tempat, dimobil berwarna hitam sedan itu tersenyum tipis lalu menaruhnya diatas bangku kemudi disebelah nya.
Indi terus bersenandung pelan dengan asik menyanyikan lagu kesukaannya itu.
Tiba-tiba seseorang duduk disebelahnya, dirinya menyadari ada seseorang disebelahnya langsung menoleh kekanan dan mendapati cowok berseragam sama dengannya. Yaitu, Reza sedang mengukir senyum jahat nya.
"Hai." Dengan mudah lelaki itu mengatakan kepada Indi tanpa ada rasa bersalah apapun.
Indi gelagapan dicampur takut menjawab, "L-o ng-apain disini?"
Reza tertawa renyah. "Suka-suka gue dong? Ini umum kan?"
Rasa kesal Indi meningkat karena mendapat jawaban seperti itu.
"Lo kangen gue nggak?" Tanya Reza tiba-tiba.
"Ngapain gue kangen lo, cih." Dengus Indi sambil berdecih.
Hari sudah mulai gelap, dan Faga juga belum sampai saat ini.
"Sepi ya, enaknya gue ngapain?," Dengan senyum jahatnya Reza mengatakan lalu menoleh kepada Indi "lo aja kali ya yang gue apa-apain?"
Sambil mendekat Reza kepasa Indi dan mencekram tangannya kuat hingga tangan Indi memerah. Indi menangis dalam dekapan Reza yang kuat.
Dihalte ini dan juga didepan gerbang sekolahnya jarang seseorang berlalu lalang disekolahnya jika sudah gelap.
Reza ingin mencium Indi dengan cepat Indi menggeleng-gelangkan kepalanya kekanan kiri agar tak tercium.
"Ah, sweety lo kasar banget sih." Terdengar suara gairahnya disana, Indi berteriak didepan muka Reza.
"PERGI LO b******k! G-UE MUAK LIAT MUKA LO!"
Melepaskan dekapan Indi tetapi tak tangannya yang masih mencengkram tangan Indi agar tak lari dari dirinya.
Dalam hati Indi berdoa agar Faga agar cepat sampai.
Ya tuhan, dimana lo Faga. Gue takut.
"Bermain-main dengan gue, sayang?"
Mencium bibir Indi dengan ganas dan kasar, lalu terdengar suara mobil dan menghajar orang Reza dan ternyata itu Faga.
Faga menghajar Reza dengan habis-habisan tak ada ampun.
"Anjing lo!" Dengan s***s Faga menendang perut Reza.
Indi yang tak bisa berbuat apapun hanya diam menangis sambil terduduk di tehel halte itu. Sekali lagi bogeman untuk Reza tepat di rahangnya dan dia mengeluh kesakitan.
"Sekali lagi lo deketin Indi, gue habisin lo! Kalau perlu, gue bawa lo ke Rumah Sakit atau ke kuburan hah!" Peringat Faga penuh amarah lalu mengangkat tubuh Indi lalu memeluknya agar tenang.
"Gue t-akut Ga. Kalau nggak ada lo gue nggak tau lagi bagaimana. Hiks." Lirih Indi dalam dekapan Faga.
Faga mengelus punggung Indi lalu menuntunnya ke dalam mobil. Melihat Reza yang terkapar tak berdaya dan diwajahnya juga sedikit ada darah yang mengalir dari bibirnya.
Faga jongkok lalu menatap Reza, berbicara sesuatu.
"Lo tau siapa gue kan? Kalau sampe lo nyakitin Indi lagi, gue jamin lo ada di kuburan nanti!" Ucap Faga dengan tenang lalu menampar pipi Reza dengan pelan.
Berdiri dan meninggalkan Reza yang masih menatap dirinya penuh kebencian.
Mencoba tenang Faga melirik perempuan disebelahnya itu yang masih menangis terisak, "Udah diem, dia nggak bakal gangguin lo lagi."
Faga menancap pedal gas dalam kecepatan sedang, dirinya berdiam agar emosinya dapat teredam atau menghilang.
Dirinya pusing dengan masalah yang bertambah satu-satu ini.
Dari masalah sekolah yang tak selesai-selesai dan proposal yang juga tak selesai, ditambah lagi masalah Indi.
Astaga, jika boleh Faga ingin bebas dari jabatannya itu.
Dirinya ingin menjadi dirinya yang 'dulu', bebas tanpa beban. Jika mamanya tak berminta sesuatu kepadanya, ia yakin dirinya akan seperti 'dulu'.
Namun apa daya, dirinya juga sedikit mengingat masa lalu itu.
Biarlah waktu dan takdir yang mengantar dirinya.