03 - Jumpa.

2042 Words
  Beberapa tahun kemudian.   Kring...   Kring...   Keira mengerang dengan tangan kanan yang secara otomatis meraba nakas, mancari di mana ponselnya berada. Mata Keira yang sebelumnya terpejam kini sudah sepenuhnya terbuka dan ia langsung mematikan alarm yang ia buat.   Setiap Pagi di hari senin sampai jumat, Keira akan selalu memasang alarm agar ia tidak bangun kesiangan mengingat kini ia sudah bekerja dan jika sampai telat pergi ke kantor, ia takut kalau atasannya akan marah, meskipun sebenarnya sampai saat ini atasan Keira sama sekali belum memarahinya.   Keira menyibak selimut yang menutupi tubuhnya, lalu bergegas pergi menuju kamar mandi, ia harus segera bersiap-siap jika ia tidak ingin telat datang ke kantor pagi ini. 1 Jam adalah waktu yang Keira habiskan untuk bersiap-siap pergi bekerja.    Setelah siap, Keira lantas memasuki lift yang akan membawanya sampai ke lantai 1. kini Keira sudah sampai di lantai 1, memilih untuk duduk di sofa yang tersedia, menunggu taksi yang ia pesan datang.   "Non," sapa ramah seorang pria paruh baya yang kini berdiri tepat di hadapan Keira.   Keira sejak tadi memanikan ponselnya lantas mendongak, menatap pria paruh baya di hadapannya dengan raut wajah yang sama sekali tidak bersahabat. Keira jelas mengenal siapa orang yang kini berdiri tepat di hadapannya dan tentu saja Keira tahu siapa orang yang sudah mengutus Pak Mamat untuk datang menemuinya.   "Ih, kan Keira sudah bilang kalau Keira enggak mau di antar jemput sama Pak Mamat," ujar Keira dengan nada merajuk.   Pak Mamat tersenyum, jelas tahu kalau Keira selalu menolak saat ia akan mengantarnya pergi bekerja atau menjemputnya saat pulang kantor. Tapi tujuannya datang kali ini bukan untuk mengantar Keira pergi bekerja tapi untuk memberikan titipan dari Pak Erlangga yang tak lain tak bukan Ayah dari Keira.   "Non Keira geer nih, Pak Mamat  enggak mau ngantar Non Keira pergi ke kantor kok."   Kening Keira sontak berkerut bingung begitu mendengar ucapan Pak Mamat. Lalu, apa tujuan Pak Mamat datang sepagi ini kalau bukan untuk mengantarnya pergi ke tempatnya bekerja seperti hari-hari sebelumnya?   Sejak Keira memutuskan untuk pergi dari rumah 6 bulan yang lalu dan memilih bekerja di sebuah perusahaan yang cukup besar, Pak Mamat selalu datang menemuinya di hari kerja setiap paginya, berniat untuk mengantarnya pergi bekerja begitu pun saat ia akan pulang bekerja, Pak Mamat selalu datang menjempunya yang tentu saja selalu berakhir dengan penolakan yang Keira berikan.   "Terus Pak Mamat mau ngapain?" Keira benar-benar penasaran dengan tujuan Pak Mamat datang sepagi ini jika bukan untuk mengantarnya pergi ke kantor di mana ia bekerja.   Pak Mamat tersenyum, lalu memberikan sebuah kotak yang berukuran sedang pada Keira yang langsung Keira terima dengan perasaan bingung sekaligus penasaran.   "Ini apa?" Keira menimang-nimang kotak tersebut, enggan untuk membukanya.   "Isinya tidak berat tapi juga tidak ringan. Kira-kira apa ya isinya?" ujar Keira dalam hati.   "Itu dari Pak Erlangga, hadiah untuk Non Keira."   Raut wajah Keira langsung berubah kecut begitu mendengar kalau kotak yang kini ada di tangannya adalah pemberian dari ayahnya. Erlangga.   "Enggak mau ah." Tanpa membuka dan melihat apa isinya, Keira kembali mengangsurkan kotak tersebut pada Pak Mamat tapi tentu saja tidak Pak Mamat terima.   "Non Keira enggak mau lihat dulu apa isinya?" Pak Mamat mencoba merayu Keira agar Keira mau membuka dan melihat apa isi dari kotak tersebut.    Keira diam sejenak, mencoba menimang saran yang Pak Mamat berikan dan setelah hampir 10 detik berpikir, Keira mengangguk, setuju dengan saran yang Pak Mamat berikan, ia akan membuka dan melihat apa isi dari kotak tersebut. Karena sebenarnya ia juga penasaran dengan apa isi dari kotak tersebut.   Mata Keira sukses membola begitu ia melihat apa isi dari kotak tersebut, tanpa sadar Keira menjerit, senang karena isi dari kotak tersebut adalah barang yang sudah sejak lama ia inginkan.   Isi dari kotak kado tersebut adalah sebuah kunci mobil, dan Keira yakin kalau yang Ayahnya berikan bukan hanya kuncinya tapi juga mobilnya. Mobil yang sudah sejak lama Keira impikan.   "Pak, mobilnya mana?" Keira bertanya dengan antusias.   Pak Mamat tersenyum, lalu menunjuk pada sebuah mobil berwarna hitam yang terparkir dengan sempurna di tempat parkir, tepat di hadapan mereka. Keira mengikuti arah pandang Pak Mamat dan langsung berlari menuju mobilnya yang berwarna hitam, warna kesukaannya.   Tapi tunggu dulu, Keira tahu bagaimana sikap Ayahnya, jangan bilang kalau Ayahnya akan meminta imbalan darinya karena sudah membelikannya mobil.   Keira berbalik menghadap Pak Mamat yang berdiri tepat di sampingnya, menatap Pak Mamat dengan raut wajah horor. "Tapi ini bukan sogokan agar Keira mau pulang ke rumah kan?" tanyanya was-was dengan raut wajah yang kini tampak pucat pasi.   Pak Mamat sontak menggeleng dan senyum di wajah Keira kembali merekah dengan sempurna.   "Tapi jangan bilang sama Ayah ya kalau Keira senang di kasih mobil," ujar Keira dengan nada memohon.   Pak Mamat pun hanya bisa mengangguk, akan lebih baik kalau mengiyakan permintaan Keira. Anggap saja kalau Keira memang tidak senang dengan kado yang Erlangga berikan meskipun pada kenyatannya Keira teramat sangat senang.   Lihatlah wajahnya yang sejak tadi terus tersenyum dan berseri-seri.   Satu hal yang Keira tidak ketahui, bahwa sebenarnya Erlangga berada di sini, lebih tepatnya berada berada di dalam mobil yang kini terparkir tepat di samping mobil Keira.   Keira jelas tidak akan bisa melihat Erlangga karena kaca mobilnya yang gelap, tapi Erlangga tentu saja bisa melihat Keira dari dalam mobilnya.   "Ini sudah bisa di pakai kan?" tanya Keira dengan polosnya.   "Iya Non sudah bisa dan semua surat-suratnya ada di kursi belakang, non bawa SIM nya kan?"   Keira mengangguk. "Bawa kok," jawabnya antusias. "Ya sudah, Keira mau berangkat sekarng ya, takut telat." Pamit Keira undur diri dan Pak Mamat pun langsung membuka pintu kemudi, mempersilahkan Keira masuk.   "Terima kasih ya Pak."   "Iya Non, hati-hati ya di jalannya. Jangan ngebut."   Keira mengangguk, lalu melajukan mobilnya menuju kantor tempat di mana ia bekerja, sedangkan Pak Mamat bergegas memasuki mobil untuk mengantar Erlangga kembali ke kantor.   "Apa yang Keira katakan Pak?" Erlangga bertanya begitu Pak Mamat memasuki mobil dan duduk di kursi kemudi.   "Kata Non Keira, Jangan bilang sama Ayah ya kalau Keira senang di kasih mobil," ujar Pak Mamat yang sontak saja membuat Erlangga tertawa.   "Jelas-jelas dia senang," ujar Erlangga seraya terkekeh di ikuti Pak Mamat yang juga terkekeh.   "Kita kembali ke kantor Pak?" tanya Pak Mamat memastikan. Erlangga mengangguk dan Pak Mamat pun melajukan mobil yang ia kendarai menuju kantor sang majikan.   Tak sampai 15 menit waktu yang Keira tempuh untuk sampai di kantor tempat di mana ia bekerja dan hampir saja ia terlambat.   Keira memarkirkan mobilnya di tempat parkir khusus karyawan, bergegas menaiki lift yang akan membawanya menuju lantai di mana ruangannya berada. Keira segera menuju meja kerjanya, kembali memeriksa penampilannya, apakah masih rapi atau terlihat berantakan.   Ting...   Suara lift yang terbuka sukses membuat fokus Keira teralihkan pada asal suara. Keira sontak berdiri, bersiap menyambut atasannya yang baru saja datang.   "Selamat pagi Pak," sapa ramah Keira seraya membungkuk sebagai tanda hormat.   "Pagi Keira," sapa Pramudya dengan tak kalah ramahnya. Pramudya memasuki ruangannya dan tak berselang lama kemudian, Keira juga memasuki ruangan Pramudya, bersiap untuk membacakan jadwal atasannya hari ini.   "Oh iya, kamu tahu enggak lupa kan kalau 2 minggu lagi akan ada pergantian pemimpin?" Tanya Pramudya pada Keira yang baru saja memasuki ruangannya.   "Sama sekali enggak lupa Pak, berkas-berkasnya juga sudah saya siapkan, nanti siang akan berikan pada Bapak," jawab Keira cepat.   "Good," puji Pramudya dan tentu saja Keira senang karena mendapat pujian langsung dari atasannya, itu karena jarang-jarang Pak Pramudya mau memujinya.   Setelah membacakan apa saja jadwal Pramudya pagi ini, Keira kembali menuju meja kerjanya, kembali sibuk mengerjakan tugasnya yang tak kalah menumpuk dari atasannya.                                         ***   Beberapa hari kemudian.   Hari ini adalah hari terakhir Pramudya memimpin perusahaan yang selama hampir 30 ia pimpin dan Pramudya akan menyerahkan tampuk kekuasaannya pada putra semata wayangnya yang bernama Rafa Haidar Malik.   Nanti malam, lebih tepatnya pukul 8 malam, Pramudya akan secara resmi mengenalkan Rafa kepada seluruh pegawai di kantornya dan acara tersebut akan di gelar di salah satu hotel mewah di Ibu kota.   Tapi sebelum hal itu terjadi, Pramudya meminta agar Rafa datang menemuinya di kantor dan tentu saja Rafa akan datang menemui Pram di kantor. Rafa tidak mungkin menolak permintaan Pramudya, Ayahnya.   Kini Pramudya dan Keira sedang menunggu kedatangan Rafa di loby kantor, para karyawan sudah pulang, hanya tinggal beberapa orang saja yang tersisa.   Jangan tanyakan bagaimana perasaan Keira karena ia jelas-jelas sangat gugup.   Keira tentu saja tahu siapa orang yang akan menggantikan posisi Pramudya dan orang itu adalah Rafa Haidar Malik. Pria yang Keira kenal, meskipun Keira tidak terlalu mengenal Rafa dengan dekat, tapi Keira tahu beberapa hal tentang Rafa.   Keira tahu warna apa yang Rafa sukai. Keira juga tahu makanan apa yang Rafa sukai dan tidak Rafa sukai dan beberapa hal tidak penting lainnya.   Tadinya Keira pikir, ia tidak akan pernah lagi bertemu dengan Rafa, mengingat Rafa pergi keluar negeri. Keira pikir, selamanya Rafa akan berada di luar negeri tapi ternyata kini Rafa kembali dan bahkan akan menjadi atasannya langsung.   Sejujurnya, Keira sama sekali tidak tahu kalau Rafa adalah anak dari Pak Pramudya, karena Keira sama sekali tidak pernah mencoba untuk mencari tahu siapa orang tua Rafa sebenarnya.   Ini adalah kali pertama Rafa dan Keira kembali bertemu setelah hampir sekitar 4 tahun mereka tidak pernah lagi bertemu dan Keira benar-benar tidak bisa menyembunyikan rasa gugupnya.   "Semoga Pak Pramudya sama sekali tidak menyadari kegugupannya." Doa Keira dalam hati.   Deg...   Jantung Keira langsung berdebar dengan cepat begitu ia melihat pria kedua yang ia cintai setelah Ayahnya kini berjalan mendekatinya dan juga Pak Pramudya.   "Jangan gugup Keira, tenanglah," ujar Keira dalam hati, mencoba menyemangati dirinya sendiri yang kini semakin gugup begitu melihat jaraknya dan Rafa hanya tertinggal beberapa langkah laki.   Tampan dan terlihat sangat berwibawa, itulah gambaran Rafa yang kini ada dalam benak Keira setelah ia memperhatikan Rafa yang semakin dekat dengannya dan selang beberapa detik kemudian, Rafa sudah berdiri tepat di hadapannya, membuat Keira semakin di landa rasa cemas dan juga gugup.     "Rafa ini sekretaris Papah yang juga akan menjadi sekretaris kamu, namanya Keira." Pram menunjuk Keira yang langsung menunduk sopan pada Pram dan juga Rafa yang kini berdiri menjulang tepat di hadapannya.   "Keira," lirih Rafa yang hanya bisa ia dengar sendiri. Rafa mengerjap, memastikan kalau wanita yang kini berdiri tepat di hadapannya memang benar Keira, wanita yang dulu semasa ia kuliah selalu merecoki hari-harinya.   Rafa lantas mengulurkan tangannya yang tentu saja Keira balas. "Rafa Haidar Malik," ujar Rafa seraya menyebut nama lengkapnya begitu pun dengan Keira yang menyebut namanya dan saat itulah Rafa sadar kalau wanita di hadapannya ini benar-benar Keira yang dulu selalu merecoki hari-harinya di kampus.   Setelah saling berkenalan, Keira lantas mengajak Rafa untuk berkeliling, memberi tahu Rafa tentang seluk beluk kantor, sesuai dengan intruksi yang tadi Pramudya berikan padanya. Pramudya sendiri pamit untuk diri, ia akan pergi untuk meninjau kesiapan tempat untuk nanti malam.   Selama berkeliling dengan Keira, Rafa merasa nyaman karena ternyata hal yang ia takutkan sama sekali tidak terjadi. Tadinya Rafa pikir kalau Keira akan berulah menyebalkan seperti dulu, tapi ternyata tidak dan Rafa malah merasa nyaman berada di samping Keira, penjelasan yang Keira berikan benar-benar membuat nyaman, terlebih suara Keira yang baru Rafa sadari ternyata sangat merdu.   "Syukurlah kalau Keira sudag berubah menjadi lebih baik dari sebelumnya," gumam Rafa lirih.   Rafa tidak tahu saja kalau selama berdiri di samping Rafa dan menjelaskan segala sesuatunya pada Rafa, Keira merasa gugup dan juga takut.   Gugup karena kini ia sedang berjalan bersama dengan pria yang masih sangat ia cintai dan Keira merasa takut kalau Rafa melihat kegugupannya. Keira harap kalau Rafa sama sekali tidak menyadari kegugupannya, karena kalau sampai Rafa menyadari kegugupannya, itu akan sangat memalukan bagi Keira.   Tapi kini ada satu pertanyaan dalam benak Keira yang sejak tadi cukup mengganggu konsentrasinya.   Sebenarnya Rafa tahu tidak sih kalau ia adalah  Keira yang dulu selalu merecoki hari-harinya Rafa selama di kampus?   Jika mengingat hal itu, Keira selalu saja merasa malu dan menyesal karena secara tidak langsung ia sudah mempermalukan dirinya sendiri di depan pria yang sangat ia cintai, pria yang kini berdiri tepat di sampingnya.   Tanpa sadar, Keira memukul sendiri keningnya dan itu semua tak lepas dari pengamatan Rafa.   "Kenapa? Ingat sama kejadian memalukan pas kuliah ya?" Rafa bertanya dengan santainya dan sialnya tebakan Rafa sangat tepat sasaran.   Raut wajah Keira langsung berubah merah padam begitu mendengar pertanyaan Raf yang memang benar adanya. Tapi saat itu juga Keira sadar, sadar kalau Rafa ternyata masih mengingatnya. Keira pikir Rafa melupakannya, tapi mungkin Rafa tidak akan melupakannya mengingat banyak hal memalukan yang dulu pernah ia lakukan pada Rafa.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD